Pemerintah Manfaatkan Beragam Peluang Hadapi Kebijakan Tarif Trump

Oleh: Dhita Karuniawati )*

Kebijakan ekonomi global kerap mengalami perubahan seiring dengan dinamika politik internasional. Salah satu kebijakan yang pernah menciptakan riak besar dalam perdagangan internasional adalah kebijakan tarif tinggi yang diusung oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Melalui pendekatan proteksionisme yang agresif, Trump memberlakukan tarif tinggi terhadap sejumlah barang impor, terutama dari Tiongkok dan negara-negara mitra dagang lainnya. Kebijakan ini membuka celah dan tantangan baru, termasuk bagi Indonesia. Namun, di balik tantangan tersebut, pemerintah Indonesia melihat peluang strategis untuk memperkuat posisi ekonomi nasional dan menggenjot ekspor ke pasar Amerika Serikat dan negara-negara lain yang terdampak.

Kebijakan tarif Trump, yang dikenal dengan “perang dagang AS-Tiongkok”, dimulai pada 2018 ketika pemerintah AS menerapkan bea masuk tinggi terhadap barang-barang impor dari Tiongkok senilai ratusan miliar dolar. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk tekanan terhadap Tiongkok terkait praktik perdagangan yang dinilai tidak adil, termasuk tuduhan pencurian hak kekayaan intelektual, subsidi negara, dan ketidakseimbangan neraca perdagangan. Sebagai balasan, Tiongkok pun mengenakan tarif serupa terhadap barang-barang asal Amerika.

Efek domino dari perang dagang ini tidak hanya dirasakan oleh kedua negara tersebut, tetapi juga oleh negara-negara berkembang yang menjadi bagian dari rantai pasok global, termasuk Indonesia. Dalam situasi ini, pemerintah Indonesia berupaya sigap membaca dinamika global dan memanfaatkan kondisi tersebut sebagai peluang untuk memperluas pasar ekspor dan menarik investasi asing.

Presiden Prabowo telah merancang tiga strategi utama guna menyikapi situasi global, termasuk kebijakan tarif dari pemerintah AS. Salah satu langkah awal yang diambil Presiden adalah dengan mengupayakan keanggotaan Indonesia dalam sejumlah kelompok negara besar, seperti BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan), sebagai upaya memperkuat posisi Indonesia dalam skema perdagangan global.

Indonesia juga aktif dalam berbagai perjanjian perdagangan multilateral, termasuk RCEP, yang melibatkan negara-negara ASEAN bersama Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru, serta memiliki akses ke organisasi penting seperti OECD, yang mewakili 64 persen perdagangan dunia, dan terlibat dalam perjanjian seperti CP-TPP, IEU-CEPA, dan I-EAEU CEPA.

Strategi kedua yang dijalankan oleh Prabowo adalah pemanfaatan sumber daya alam secara maksimal melalui program hilirisasi industri agar nilai tambah produk Indonesia meningkat. Sedangkan strategi ketiga berfokus pada penguatan daya beli masyarakat.
Pemerintah Indonesia akan mereformasi sejumlah regulasi untuk merespons kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat. Rencana ini mencakup revisi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) serta perubahan kebijakan lisensi dan kuota impor.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah telah menyiapkan satuan tugas deregulasi guna mematangkan langkah ini. Aturan-aturan yang akan diubah pemerintah Indonesia yakni revisi kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), penyesuaian tarif bea masuk untuk produk-produk AS, deregulasi pertimbangan pertek (peraturan teknis) dan revisi lisensi kuota impor, Reformasi administrasi perpajakan dan bea cukai, serta reformasi aturan traded remedies (instrumen perlindungan perdagangan). Sejumlah pelaku usaha dan ekonom dalam konferensi bisnis NTV Insight menilai kebijakan tarif impor baru yang diumumkan Presiden Donald Trump bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperluas pasar ekspor.

Analis Kebijakan Ekonomi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani, mengatakan kebijakan tarif Trump seharusnya menjadi pendorong agar pemerintah memperluas kerja sama bilateral dan regional. Indonesia perlu memperkuat fondasi ekonomi domestik dengan membangun ekosistem bisnis yang efisien dan berbiaya rendah. Ia juga menekankan pentingnya revitalisasi sektor padat karya sebagai strategi jangka panjang.

Hal senada disampaikan oleh CEO PT Oxytane Mitra Indonesia Syofi Raharja. Ia mengajak pengusaha untuk berani menjajaki pasar di negara-negara yang selama ini dianggap asing. Selama produk Indonesia berkualitas, Indonesia tidak perlu khawatir dengan dinamika perang tarif.

Sementara ekonom dari Strategic ASEAN International Advocacy & Consultancy (SAIAC), Shaanti Shamdasani mengatakan Indonesia harus memanfaatkan situasi ini untuk memperluas pasar ekspor. Indonesia tidak harus fokus ke Amerika Serikat karena negara kita sudah baik dan memiliki sumber daya untuk bertahan. Kebijakan tarif dari AS sebagai alarm peringatan yang datang terlambat. Apa yang dialami Indonesia saat ini seharusnya terjadi 10 tahun lalu. Sekarang saatnya benahi ketergantungan impor dan membuat rencana substitusi.

Sementara itu, Presiden Direktur Nusantara TV Don Bosco Selamun menyatakan dinamika perang dagang yang dilontarkan Trump sebagai momentum penting bagi Indonesia untuk mengembangkan pasar besar lain di luar AS. Begitu Donald Trump mengumumkan soal tarif itu, semua urusan multilateral bisa berubah menjadi bilateral.

Kebijakan tarif tinggi era Donald Trump memang sempat menciptakan ketegangan dalam sistem perdagangan internasional. Namun, dalam setiap tantangan global selalu terdapat peluang yang bisa dimanfaatkan, tergantung pada kejelian dan kecepatan respons pemerintah. Indonesia, melalui berbagai kebijakan dan reformasi, telah menunjukkan sikap proaktif dalam menghadapi dinamika ini.

Dengan terus meningkatkan daya saing nasional, memperkuat diplomasi ekonomi, dan menciptakan iklim investasi yang kondusif, Indonesia berpotensi menjadi pemain penting dalam rantai pasok global yang baru pasca-perang dagang. Ke depan, komitmen pemerintah untuk memperkuat fundamental ekonomi dan menjaga stabilitas nasional akan menjadi kunci untuk menjadikan krisis sebagai lompatan menuju kemajuan.

)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

Mengapresiasi Gerak Cepat Pemerintah Respons Kebijakan Tarif Impor Trump

Oleh: Farhan Farisan )*

Pemerintah menunjukkan respons cepat dan strategis dalam menghadapi dampak kebijakan tarif impor yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kebijakan tersebut, yang menaikkan tarif terhadap berbagai produk dari negara mitra dagang termasuk Indonesia, menimbulkan tantangan bagi perekonomian nasional yang bergantung pada sektor ekspor dan hubungan dagang global.

Langkah antisipatif pemerintah terlihat dari penguatan kerja sama bilateral dan multilateral yang dijalankan secara intensif, terutama dengan negara-negara mitra strategis seperti Jepang. Dalam situasi penuh tekanan akibat perang dagang global, Indonesia mampu menjaga kestabilan ekonomi melalui diversifikasi pasar ekspor dan penguatan sektor domestik.

Bank Indonesia (BI) memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan tetap positif meskipun terpengaruh oleh kebijakan tarif AS. Dampak langsung dan tidak langsung dari kebijakan tersebut direspons melalui penguatan fundamental ekonomi nasional dan pengendalian inflasi.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 diprakirakan berada di titik tengah kisaran 4,7-5,5 persen secara tahunan (year on year/yoy). Ini mencerminkan optimisme terhadap kemampuan Indonesia dalam menjaga stabilitas di tengah dinamika eksternal.

Pada triwulan I 2025, ekonomi Indonesia mencatat pertumbuhan sebesar 4,87 persen (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,02 persen (yoy). Perlambatan ini sebagian dipengaruhi oleh ketidakpastian global akibat kebijakan proteksionisme yang meningkat di berbagai negara.

Kinerja ekonomi Indonesia tetap ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 4,89 persen (yoy). Kenaikan konsumsi ini didorong oleh aktivitas masyarakat selama masa libur tahun baru dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idul Fitri, yang meningkatkan perputaran uang di berbagai sektor perdagangan dan jasa.

Investasi juga mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,12 persen (yoy), didukung oleh iklim investasi yang tetap kondusif berkat kepastian regulasi serta dukungan kebijakan fiskal yang mendorong realisasi proyek strategis nasional.

Meski konsumsi pemerintah terkontraksi sebesar 1,38 persen (yoy) akibat normalisasi belanja pasca Pemilu 2024, pengeluaran lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) tumbuh positif sebesar 3,07 persen (yoy), mencerminkan kontribusi sektor sosial terhadap penguatan ekonomi.

Dari sisi eksternal, ekspor Indonesia tumbuh sebesar 6,78 persen (yoy), didukung oleh permintaan mitra dagang utama serta pertumbuhan ekspor jasa, khususnya pariwisata. Sektor ini menjadi salah satu andalan dalam memperkuat cadangan devisa dan menciptakan lapangan kerja.

Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan pada triwulan I 2025 didorong oleh sektor industri pengolahan, perdagangan, serta transportasi dan pergudangan. Momen Ramadan dan Idul Fitri mendorong lonjakan permintaan domestik yang memperkuat aktivitas produksi dan distribusi barang.

Sektor pertanian turut memberikan kontribusi positif dengan panen raya padi dan jagung yang memperkuat ketahanan pangan nasional. Sementara itu, sektor jasa tetap stabil seiring meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat.

Secara spasial, wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) mencatatkan pertumbuhan ekonomi tertinggi, menunjukkan pemerataan pembangunan yang terus diupayakan pemerintah di luar Pulau Jawa. Jawa dan Sumatera tetap menjadi kontributor utama PDB nasional.

Selain itu, Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa kerja sama perdagangan Indonesia dengan Jepang tetap berjalan meskipun situasi global menghadapi ketegangan akibat perang dagang. Pemerintah tetap fokus menjaga hubungan dagang yang saling menguntungkan dengan negara mitra seperti Jepang.

Baru-baru ini, Utusan Khusus Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Bogor untuk membahas kelanjutan kerja sama dalam kerangka Asia Zero Emission Community (AZEC). Pertemuan tersebut menjadi bukti nyata diplomasi ekonomi Indonesia yang proaktif dan terukur.

Dalam pertemuan itu, Jepang menyampaikan komitmen mereka melalui proyek-proyek konkret, termasuk proyek geothermal 80 MW di Muara Laboh, Sumatera Barat, senilai sekitar 500 juta dolar. Proyek ini menandakan kepercayaan investor asing terhadap stabilitas dan potensi ekonomi Indonesia.

Airlangga menyebut bahwa Indonesia memiliki lebih dari 170 nota kesepahaman (MoU) dengan Jepang, mencerminkan eratnya hubungan ekonomi kedua negara. Kerja sama ini memberikan ruang bagi diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan tarif dari AS.

Pemerintah juga memperkuat koordinasi antar-lembaga untuk menyesuaikan kebijakan fiskal dan moneter dalam menghadapi dampak kebijakan tarif Trump. Langkah-langkah seperti insentif pajak dan stimulus sektor riil terus dioptimalkan untuk menjaga momentum pertumbuhan.

Respons cepat pemerintah terhadap tantangan global ini menunjukkan kesiapan Indonesia dalam mengelola risiko eksternal melalui kebijakan yang inklusif dan terarah. Pendekatan strategis yang ditempuh pemerintah patut diapresiasi sebagai bentuk kepemimpinan ekonomi yang tangguh.

Langkah-langkah tersebut bukan hanya menjaga stabilitas ekonomi jangka pendek, tetapi juga memperkuat pondasi jangka panjang bagi Indonesia untuk menjadi kekuatan ekonomi regional yang mandiri dan adaptif.

Oleh karena itu, pemerintah mendorong percepatan transformasi digital dan peningkatan daya saing industri dalam negeri sebagai upaya jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar eksternal yang rentan terhadap fluktuasi kebijakan global, termasuk kebijakan tarif dari negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat.

)* Penulis adalah mahasiswa Bandung tinggal di Jakarta