Oleh : Ricky Rinaldi
Pemerintah Indonesia kembali menunjukkan kepemimpinan yang responsif dan berpihak kepada rakyat. Di tengah tekanan ekonomi global yang semakin tidak menentu, stimulus ekonomi sebesar Rp 24,44 triliun resmi digelontorkan sebagai langkah strategis menjaga pertumbuhan, meredam risiko, dan memperkuat daya tahan masyarakat. Bukan sekadar angka, stimulus ini adalah bukti nyata bahwa negara hadir untuk menjamin ekonomi tetap tumbuh sekaligus memastikan masyarakat kecil tak menjadi korban guncangan global.
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengambil langkah tegas dan cepat dengan merilis lima paket stimulus dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, 2 Juni 2025. Dalam arahannya, beliau menekankan bahwa program ini bukan hanya kebijakan teknis fiskal, melainkan komitmen politik dan moral pemerintah untuk hadir melindungi rakyat dan mempertahankan momentum pertumbuhan nasional di tengah perlambatan global.
Langkah Presiden diperkuat oleh penjelasan teknis dari Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati yang menyebutkan bahwa proyeksi ekonomi dunia tahun ini telah menurun dari 3,3 persen menjadi 2,8 persen. Gejolak geopolitik, fluktuasi harga komoditas, dan ketidakpastian kebijakan perdagangan global menjadi alasan kuat di balik keputusan ini. Pemerintah tidak tinggal diam, tetapi justru mengambil inisiatif untuk menjaga roda ekonomi tetap bergerak.
Lima stimulus utama yang digulirkan menyasar kebutuhan konkret masyarakat. Pertama, diskon tarif transportasi di masa libur sekolah menjadi angin segar bagi jutaan keluarga. Diskon 30 persen untuk kereta api, subsidi PPN untuk tiket pesawat, dan potongan 50 persen untuk angkutan laut menyasar langsung daya beli publik sekaligus mendorong pergerakan sektor pariwisata dan UMKM lokal. Alokasi anggaran sebesar Rp 0,94 triliun diarahkan untuk menjangkau lebih dari 3 juta penumpang selama Juni–Juli 2025.
Kedua, stimulus untuk diskon tarif tol sebesar 20 persen akan dinikmati sekitar 110 juta pengguna. Kebijakan ini dilakukan lewat kerja sama antara Kementerian PUPR dan BUJT, tanpa membebani APBN lewat skema non-PPN. Ini mencerminkan sinergi antara negara dan dunia usaha dalam menciptakan kebijakan berbasis gotong royong demi rakyat.
Ketiga, penebalan program bantuan sosial. Sebanyak 18,3 juta keluarga penerima kartu sembako akan mendapat tambahan uang tunai Rp 200 ribu per bulan selama dua bulan, ditambah bantuan beras 10 kilogram per bulan. Dengan total anggaran Rp 11,93 triliun, langkah ini memastikan masyarakat miskin tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar meski harga pangan global naik.
Keempat, subsidi upah atau BSU diberikan kepada 17,3 juta pekerja bergaji di bawah Rp 3,5 juta, serta 565 ribu guru honorer dari lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama. Bantuan Rp 600 ribu untuk dua bulan ini akan langsung meningkatkan daya beli dan menjaga konsumsi domestik tetap kuat. Pemerintah juga memperpanjang potongan iuran Jaminan Kehilangan Kerja (JKK) sebesar 50 persen untuk 2,7 juta pekerja industri padat karya.
Kelima, diskon iuran JKK sebesar 50 persen juga diberikan bagi pekerja berupah rendah sebagai perlindungan lanjutan. Ini bukan hanya soal angka, tapi bentuk nyata empati pemerintah terhadap buruh dan tenaga kerja yang paling rentan.
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dari total Rp 24,44 triliun stimulus ini, sebesar Rp 23,59 triliun berasal dari APBN dan sisanya Rp 0,85 triliun didukung sektor swasta. Ini menunjukkan pengelolaan fiskal yang sehat dan kolaboratif—bukan reaktif, tetapi strategis.
Selain paket stimulus ini, pemerintah juga melanjutkan program-program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, Koperasi Merah Putih, dan pembangunan rumah rakyat. Kebijakan jangka pendek dan program pembangunan jangka panjang ini berjalan beriringan, memperlihatkan arah pembangunan yang konsisten, inklusif, dan terstruktur.
Pemerintah optimistis bahwa dengan langkah-langkah tersebut, pertumbuhan ekonomi kuartal II dapat mendekati 5 persen, dan angka pengangguran serta kemiskinan dapat ditekan lebih cepat. Dengan pendekatan yang berpihak dan terukur ini, Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa di tengah krisis global, negara tidak hanya bertahan—tetapi terus melangkah maju.
Melalui kebijakan ini, masyarakat mendapat sinyal kuat bahwa negara hadir, peduli, dan bekerja nyata. Stimulus Rp 24,44 triliun bukan hanya kebijakan fiskal, tetapi bentuk kehadiran negara di tengah rakyat. Ketika dunia menghadapi ketidakpastian, Indonesia menjawab dengan keberanian, kecepatan, dan kepercayaan diri.
Keberhasilan kebijakan ini juga membuka ruang bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi digital, penguatan sektor logistik, dan peningkatan konsumsi domestik. Dengan daya beli yang terjaga dan aktivitas transportasi yang meningkat, pelaku usaha kecil hingga menengah diperkirakan akan mengalami lonjakan permintaan, menciptakan efek domino positif terhadap penciptaan lapangan kerja baru.
Tak hanya itu, langkah ini turut memperkuat kepercayaan pelaku pasar terhadap keberlanjutan arah kebijakan fiskal Indonesia. Stabilitas dan kepastian regulasi, yang dibarengi dengan perlindungan terhadap kelompok rentan, menjadi fondasi penting dalam menjaga iklim investasi nasional tetap kondusif di tengah tekanan eksternal.
Stimulus ini adalah gambaran nyata wajah baru pemerintahan yang tidak ragu bertindak cepat, berpihak pada rakyat, dan menjadikan kebijakan sebagai alat keberlanjutan sosial dan ekonomi. Di tengah ketidakpastian global, Indonesia justru memperkuat komitmen untuk tumbuh bersama rakyatnya, menuju negara yang tangguh, sejahtera, dan berdaulat secara ekonomi.
*)Pengamat Isu Strategis