Judi Daring Ancam Kesehatan Mental, Pemerintah Perkuat Langkah Penanggulangan
Jakarta Fenomena judi daring atau yang juga dikenal dengan judi online (judol) kian meresahkan dan telah menjelma menjadi penyakit sosial yang merusak generasi bangsa. Tak hanya menggerogoti keuangan, kecanduan judi daring disebut memiliki dampak neurologis setara dengan kecanduan narkoba, terutama pada anak-anak dan remaja yang masih dalam tahap perkembangan.
Perencana Ahli Pertama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Anisa Asri, menjelaskan bahwa tren akses internet anak meningkat tajam dalam lima tahun terakhir.
Diketahui, berdasarkan data Susenas BPS, anak usia 717 tahun yang mengakses internet meningkat tajam, dari sekitar 40 persen pada 2018 menjadi 74 persen pada 2023.
Anisa mengutip hasil studi Fakultas Kedokteran UI dan RSCM yang menunjukkan bahwa 50 persen anak mengalami kecanduan internet pascapandemi, naik dari 31 persen sebelum pandemi.
Anak-anak dan remaja adalah kelompok paling rentan karena masih dalam proses tumbuh kembang dan belum memiliki kapasitas analisis yang matang, lanjutnya.
Ia mengingatkan bahwa kini banyak platform judi daring yang menyamar sebagai game digital ramah anak. Karena itu, pendampingan keluarga dan edukasi digital sangat krusial.
Untuk merespons hal tersebut, Anisa menyebut pemerintah terus memperkuat upaya pemberantasan.
Pemerintah sedang menyusun Perpres tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring 20252029, sebagai langkah strategis menghadapi potensi bahaya dunia digital. terangnya
Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya, Mundakir, mengungkap fakta mengejutkan dari Rumah Sakit Jiwa Menur.
Menurutnya, 80 lebih pasien RSJ, termasuk anak berusia 17 tahun, merupakan fenomena yang memprihatinkan dan membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa judi daring memang dapat merusak kesehatan mental.
Kasus anak berusia 17 tahun yang mengamuk di IGD menunjukkan betapa cepat dan parahnya judi online dapat merusak kesehatan mental. Ungkapnya.
Mundakir menekankan bahwa faktor seperti stres, tekanan ekonomi, dan rasa bosan menjadi pemicu.
Pecandu ini akan sulit mengendalikan pengeluaran, dan terkesan tidak peduli walaupun hutangnya semakin menumpuk, ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa peran keluarga sangat penting untuk deteksi dini.
Orang tua juga perlu waspada ketika anak menunjukkan tanda-tanda yang mencurigakan, seperti tiba-tiba anak sering meminjam uang, menarik diri dari keluarga, atau marah saat ditegur bermain ponsel, ucapnya.*
[edRW]