Pemerintah Dorong Sinergitas Cegah Korupsi

Oleh: Alfin Jati Kusuma*)

Upaya pemerintah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas terus menunjukkan perkembangan positif. Langkah konkret melalui sinergi lintas lembaga menjadi bukti komitmen negara dalam mencegah tindak pidana korupsi secara sistemik. Kolaborasi ini bukan hanya simbolik, tetapi menjadi fondasi penting dalam membangun sistem pengawasan dan transparansi pada sektor yang sarat anggaran dan risiko penyimpangan, yakni perumahan nasional.

Menteri PKP Maruarar Sirait, atau yang akrab disapa Ara, memahami betul kompleksitas serta besarnya tanggung jawab kementeriannya, terlebih dengan mandat Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan pembangunan tiga juta rumah rakyat. Tantangan terbesar bukan hanya soal realisasi fisik proyek, melainkan juga bagaimana memastikan setiap rupiah dari anggaran publik digunakan tepat sasaran tanpa terjebak dalam jebakan korupsi. Dalam konteks inilah kerja sama dengan KPK menjadi langkah strategis dan taktis sekaligus.

Ruang lingkup kerja sama ini sangat komprehensif. Mulai dari pertukaran data dan informasi, penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), pemanfaatan barang rampasan negara, hingga edukasi publik terkait nilai-nilai antikorupsi. Ara bahkan secara terbuka meminta tambahan personel KPK untuk ditempatkan langsung di lingkungan kementeriannya guna mengawal berbagai program strategis. Permintaan ini disambut positif oleh KPK, menunjukkan respons cepat dan terbuka dari lembaga antirasuah tersebut.

Permintaan ini bukan tanpa alasan. Program besar seperti pembangunan rumah eks pejuang Timor Timur di Kupang dan bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) di Sumenep menjadi contoh konkret di mana risiko penyimpangan anggaran sangat nyata. Ara menyebutkan bahwa indikasi dugaan korupsi di dua wilayah tersebut telah diproses dan dilaporkan ke aparat penegak hukum. Ini menandakan bahwa sistem pencegahan yang mulai diterapkan secara internal mulai membuahkan hasil. Namun, untuk menciptakan efek jangka panjang, pendampingan dari KPK menjadi kunci penting untuk mendorong keberlanjutan tata kelola yang baik.

Langkah serupa juga diterapkan oleh Kementerian Agama yang menggandeng KPK melalui program e-learning pemahaman gratifikasi bagi lebih dari 15.000 aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kemenag. Program ini merupakan bagian dari strategi pencegahan korupsi yang tidak hanya berbasis pengawasan, melainkan juga pendidikan dan transformasi budaya birokrasi. Inspektur III Kemenag, Aceng Abdul Azis, menegaskan bahwa program ini bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi merupakan bagian dari upaya kolektif membangun budaya kerja yang jujur dan berintegritas.

Pencegahan korupsi tidak cukup hanya dengan regulasi, tetapi juga membutuhkan internalisasi nilai-nilai etika dan integritas di setiap lini birokrasi. Sekretaris Itjen Kemenag, Kastolan, bahkan mencontohkan bagaimana gratifikasi dalam bentuk kecil, seperti bingkisan makanan, jika tidak dilaporkan, bisa menjadi celah masuknya praktik korupsi. Ini menunjukkan bahwa akar dari korupsi sering kali dimulai dari hal-hal yang dianggap sepele namun berdampak besar bila dibiarkan.

Direktur Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi KPK, Yonathan Demme Tangdilintin, menekankan pentingnya strategi Trisula yang selama ini dikembangkan KPK—yaitu pendidikan, pencegahan, dan penindakan. Ketiganya harus berjalan beriringan agar hasil yang diperoleh tidak hanya bersifat reaktif, tetapi mampu menciptakan sistem yang tahan terhadap potensi penyimpangan. Implementasi e-learning di Kemenag menjadi bukti nyata bahwa pendidikan antikorupsi dapat dilakukan secara masif dan sistematis di era digital ini.

Kolaborasi antara kementerian teknis dengan KPK menunjukkan pendekatan yang lebih menyeluruh dalam pencegahan korupsi. Tidak lagi sekadar menunggu kasus mencuat, tetapi aktif membangun sistem yang membuat korupsi menjadi semakin sulit dilakukan. Keberanian Kementerian PKP dan Kemenag dalam membuka ruang kerja sama dengan KPK patut diapresiasi dan dijadikan contoh bagi kementerian dan lembaga lainnya. Hal ini penting mengingat banyaknya anggaran negara yang dikelola oleh berbagai instansi, di mana transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama.

Di tengah semangat pembangunan yang digelorakan pemerintahan Presiden Prabowo, menjaga integritas dalam pelaksanaan program menjadi pilar utama keberhasilan. Apalagi ketika sumber pendanaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kebijakan perbankan nasional telah menyuntikkan dukungan hingga ratusan triliun rupiah, sebagaimana diungkapkan oleh Maruarar. Tanpa sistem pengawasan yang kuat, potensi kebocoran anggaran akan sulit dihindari.

Sinergi yang dibangun ini membawa pesan moral dan politik yang kuat: pemerintah tidak mentolerir praktik korupsi dalam bentuk apa pun. Komitmen ini harus terus dijaga, bahkan diperluas ke level pemerintahan daerah dan lembaga publik lainnya. Penanaman budaya antikorupsi bukan hanya tanggung jawab KPK, tetapi menjadi tugas bersama seluruh elemen birokrasi dan masyarakat. Hanya dengan semangat kolektif inilah, Indonesia bisa bergerak menuju tata kelola pemerintahan yang bersih, efisien, dan dipercaya publik.

Dengan menempatkan sinergi antarlembaga sebagai bagian dari strategi utama pemberantasan korupsi, pemerintah saat ini tengah menanam benih peradaban baru: birokrasi yang melayani dan bukan memperkaya diri. Inilah fondasi yang akan membawa bangsa ini menuju tata kelola pembangunan yang adil, berdaya saing, dan bermartabat.

*) Penulis merupakan jurnalis dan editor isu pemerintahan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *