Pemerintah Perkuat Layanan Kesehatan dengan Apotek Desa di Seluruh Nusantara

Oleh : Gavin Asadit )*

Pemerintah terus memperluas akses layanan kesehatan yang merata hingga ke pelosok nusantara melalui program apotek desa yang terintegrasi dalam koperasi desa/kelurahan Merah Putih. Program ini menjadi bagian dari strategi besar pemerintah dalam memperkuat layanan kesehatan primer serta memberdayakan perekonomian masyarakat desa.

Melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto mengarahkan pembentukan koperasi desa/kelurahan Merah Putih dengan tujuh unit usaha wajib, salah satunya adalah klinik dan apotek desa. Langkah ini merupakan bagian dari rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) yang mengusung penguatan sistem layanan primer berbasis komunitas.

Pada tahun ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 700 miliar untuk mempercepat pembangunan serta penguatan fasilitas klinik dan apotek desa. Targetnya adalah mendirikan dan mengoperasikan sekitar 700 unit baru pada 2025. Selain membangun fasilitas baru, pemerintah juga berkomitmen merenovasi lebih dari 5.830 unit fasilitas pelayanan kesehatan desa yang rusak atau tidak berfungsi optimal. Inisiatif ini mencakup integrasi lebih dari 54 ribu fasilitas kesehatan desa, seperti Poskesdes dan Pustu, ke dalam koperasi desa Merah Putih, dengan tujuan menciptakan sistem layanan kesehatan yang lebih efisien dan terkoordinasi.

Pentingnya keberadaan apotek desa bukan hanya untuk mendekatkan akses obat kepada masyarakat desa, tetapi juga memperkuat program-program strategis Kementerian Kesehatan, seperti pengendalian penyakit menular HIV, tuberkulosis, dan malaria. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa apotek desa akan menjadi pusat distribusi obat yang legal, terpantau, dan terjangkau. Lebih lanjut, setiap klinik desa minimal akan diisi dua tenaga kesehatan dan dua kader kesehatan, dengan penambahan tenaga kefarmasian agar distribusi dan edukasi obat dapat dilakukan dengan standar pelayanan yang sesuai.

Pemerintah juga menekankan pentingnya pendekatan bisnis dalam operasional apotek desa. Dalam konteks ini, apotek desa dikelola oleh koperasi dan diharapkan menjadi unit usaha yang sehat dan mandiri. Apotek desa tidak hanya akan menyediakan obat resep dan obat bebas, tetapi juga produk kesehatan lainnya seperti alat kesehatan sederhana, vitamin, hingga layanan konsultasi farmasi. Hal ini diharapkan mampu menciptakan peluang ekonomi baru bagi desa serta menjadi sumber pendapatan koperasi yang bisa digunakan kembali untuk pelayanan sosial.

Program ini mendapat dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi profesi seperti Ikatan Apoteker Indonesia. Mereka menilai bahwa program ini sejalan dengan strategi nasional Integrasi Layanan Primer (ILP) yang mengutamakan layanan kesehatan berbasis komunitas. Dalam beberapa kesempatan, pemerintah daerah seperti di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan telah menyatakan kesiapan mereka mengimplementasikan model apotek desa ini. Bahkan, beberapa desa telah memulai pembangunan dan pelatihan SDM sejak awal tahun 2025. Lebih lanjut, program Apotek Desa yang digagas Presiden Prabowo dinilai dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau hingga ke tingkat desa.

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI), Noffendri Roestam mengatakan Program Apotek Desa dituangkan dalam Inpres No. 9 tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai sebuah ide brilian, dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau hingga ke tingkat desa.

Pelaksanaan program apotek desa juga merupakan bagian dari reformasi pelayanan kesehatan berbasis komunitas. Pemerintah menekankan pentingnya skrining kesehatan, edukasi masyarakat, vaksinasi dasar, serta pentingnya peningkatan kapasitas koperasi agar mampu menjalankan fungsi administratif dan manajerial secara optimal. Dengan pelayanan yang lebih dekat dan terjangkau, diharapkan masyarakat desa tidak perlu lagi menempuh jarak jauh ke fasilitas kesehatan di kota kecamatan hanya untuk mendapatkan obat atau layanan dasar.

Pemerintah menyadari adanya sejumlah tantangan pelaksanaan program ini dan terus mengambil langkah progresif untuk mengatasinya. Masih terdapat kekurangan tenaga kefarmasian di banyak wilayah pedesaan, serta minimnya koperasi yang siap menjalankan fungsi administratif dan manajerial di bidang pelayanan kesehatan. Pemerintah terus memperkuat sistem rantai pasok obat agar lebih andal dan berkelanjutan, termasuk koordinasi antarinstansi pemerintah dalam hal regulasi, pengawasan, dan pelaporan layanan.

Pemerintah juga mempertimbangkan masukan dari kalangan ahli kesehatan masyarakat dalam menyempurnakan pelaksanaan program. Sistem digitalisasi juga dinilai perlu segera diterapkan untuk menghubungkan apotek desa dengan puskesmas, dinas kesehatan, dan pusat distribusi farmasi agar layanan menjadi lebih efisien dan transparan. Selain itu, keterlibatan aktif masyarakat desa sebagai pengguna dan pengelola fasilitas ini menjadi kunci keberhasilan dalam jangka panjang.

Secara keseluruhan, inisiatif pembangunan apotek desa merupakan langkah konkret pemerintah dalam mewujudkan keadilan layanan kesehatan dan kemandirian ekonomi desa. Dengan alokasi anggaran yang memadai, dukungan lintas kementerian, serta sinergi antara sektor kesehatan dan koperasi, apotek desa berpotensi menjadi model layanan kesehatan yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan konsistensi dan pengawasan yang baik, program ini diyakini mampu menjadi pilar transformasi kesehatan nasional.

)* Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *