Presiden Prabowo di Garis Terdepan Pemberantasan Korupsi

Oleh : Maya Sasmita )*

Pemberantasan korupsi kembali ditegaskan sebagai salah satu agenda strategis pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Komitmen ini menjadi penanda kuat bahwa arah kebijakan negara tetap konsisten dalam menjaga supremasi hukum, sekalipun dinamika politik dan isu publik terus berkembang. Momentum pembebasan bersyarat terhadap mantan Ketua DPR, Setya Novanto, justru dimaknai pemerintah sebagai peluang untuk memperlihatkan sikap tegas bahwa negara tidak akan mundur dalam memerangi praktik korupsi.

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas menyampaikan bahwa Presiden Prabowo sejak awal telah menempatkan penegakan hukum sebagai prioritas. Menurutnya, pemberantasan korupsi merupakan salah satu fokus utama yang selalu dijaga konsistensinya, bahkan sebelum menjabat sebagai kepala negara. Pernyataan ini memperlihatkan arah kepemimpinan yang berorientasi pada keadilan hukum tanpa diskriminasi.

Penegasan tersebut menjadi penting untuk menjawab kekhawatiran publik bahwa kasus pembebasan bersyarat Setya Novanto berpotensi melemahkan semangat pemberantasan korupsi. Pemerintah menekankan bahwa proses hukum tetap berjalan sesuai mekanisme dan tidak dipengaruhi intervensi politik. Hal ini memperlihatkan bahwa prinsip keadilan tetap menjadi fondasi dalam setiap langkah kebijakan hukum.

Komitmen Presiden Prabowo juga mendapat pengakuan dari berbagai kalangan politik. Presiden PKS, Almuzzammil Yusuf menilai langkah pemerintah dalam menjaga konsistensi pemberantasan korupsi merupakan sinyal positif bagi bangsa. Dukungan politik tersebut memperlihatkan adanya konsensus nasional bahwa korupsi harus diberantas bersama, tanpa memandang latar belakang partai maupun kepentingan politik.

Sementara itu, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto memberikan penjelasan bahwa keputusan pembebasan bersyarat Setya Novanto sepenuhnya didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku. Menurutnya, keputusan tersebut lahir dari proses asesmen dan pemenuhan syarat administratif serta substantif yang memang menjadi hak setiap narapidana. Penegasan ini menunjukkan bahwa pemerintah tetap menjunjung prinsip keadilan, sekaligus menolak pandangan bahwa kebijakan tersebut melemahkan pemberantasan korupsi.

Agus Andrianto juga menekankan bahwa kebijakan pemasyarakatan bukanlah bentuk kelonggaran, melainkan mekanisme hukum yang dirancang untuk memberikan kepastian serta keadilan. Dengan demikian, penerapan aturan ini tidak mengurangi tekad pemerintah dalam memberantas korupsi, melainkan menegaskan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.

Di sisi lain, Presiden Prabowo terus menunjukkan sikap tegas dalam berbagai kesempatan bahwa praktik korupsi tidak memiliki ruang di era pemerintahannya. Hal ini menjadi pesan moral sekaligus instruksi kerja bagi seluruh jajaran pemerintahan agar menjalankan tugas dengan penuh integritas. Strategi pemberantasan korupsi pun dirancang lebih komprehensif, tidak hanya pada aspek penindakan, tetapi juga pencegahan melalui reformasi sistem.

Digitalisasi sistem pemerintahan menjadi salah satu strategi utama untuk menutup celah terjadinya korupsi. Dengan sistem yang transparan dan terintegrasi, potensi penyalahgunaan kewenangan dapat diminimalisasi. Pemerintah memandang langkah ini sebagai bagian dari reformasi birokrasi yang mendorong efisiensi, akuntabilitas, serta keterbukaan dalam setiap proses pelayanan publik.

Selain itu, sinergi antarlembaga penegak hukum juga diprioritaskan. Kolaborasi Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian menjadi pondasi penting agar pemberantasan korupsi berjalan efektif. Pemerintah ingin memastikan bahwa setiap lembaga memiliki koordinasi yang solid sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan maupun benturan kepentingan.

Fokus lain yang tidak kalah penting adalah pendidikan antikorupsi bagi masyarakat. Pemerintah menekankan pentingnya menumbuhkan kesadaran sejak dini bahwa korupsi adalah musuh bersama. Pendidikan nilai integritas di sekolah, kampus, hingga lembaga pemerintahan diharapkan mampu membentuk budaya antikorupsi yang kuat di tengah masyarakat.

Dengan berbagai langkah tersebut, pemerintah ingin memperlihatkan bahwa agenda pemberantasan korupsi merupakan komitmen jangka panjang. Pembebasan bersyarat Setya Novanto justru diharapkan menjadi pengingat bahwa konsekuensi dari praktik korupsi begitu panjang, merugikan negara, dan meninggalkan luka sosial yang mendalam. Momentum ini mendorong semua pihak agar semakin konsisten menjaga integritas.

Komitmen Presiden Prabowo untuk berada di garis terdepan dalam memberantas korupsi dipahami sebagai langkah membangun kepercayaan publik. Sikap tegas dan konsistensi pemerintah akan memperkokoh legitimasi di mata masyarakat sekaligus memberikan sinyal positif bagi dunia internasional. Dengan kepemimpinan yang kuat, kolaborasi politik yang solid, dan dukungan masyarakat, peluang Indonesia untuk menurunkan tingkat korupsi menjadi lebih besar.

Keberhasilan dalam agenda pemberantasan korupsi tidak hanya akan meningkatkan kualitas demokrasi, tetapi juga memberi dampak langsung pada iklim investasi, stabilitas ekonomi, dan kesejahteraan rakyat. Kepastian hukum yang ditegakkan secara konsisten akan menciptakan kepercayaan baik di dalam maupun luar negeri.

Dengan demikian, tekad Presiden Prabowo untuk tetap berada di garis terdepan dalam memimpin perang melawan korupsi harus dipahami sebagai sinyal kuat bahwa negara hadir menjaga keadilan. Semangat ini menjadi tanggung jawab kolektif agar cita-cita Indonesia yang bersih, adil, dan makmur dapat diwujudkan secara nyata.

)* Penulis merupakan Pengmat Kebijakan Publik

Kenaikan PBB di Sejumlah Daerah Bukan Dampak Kebijakan Pemerintah Pusat

Oleh: Effendy Satria )*

Ketegangan politik lokal di Kabupaten Pati meningkat setelah kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) diumumkan oleh Bupati Sudewo. Kebijakan tersebut awalnya menaikkan tarif hingga 250 persen, langkah yang memicu gejolak di masyarakat. Meskipun kebijakan itu akhirnya dibatalkan, kemarahan sebagian warga terlanjur membesar dan berujung pada tuntutan agar Bupati mengundurkan diri.

Di tengah sorotan publik ini, muncul anggapan bahwa kenaikan PBB tersebut berkaitan dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat. Sebagian pihak mengaitkan pemangkasan dana transfer daerah dari pusat dengan keputusan pemerintah daerah menaikkan pajak. Namun, penjelasan resmi dari pihak istana justru menampik keterkaitan langsung antara dua hal tersebut.

Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, memandang Pati sebagai daerah dengan kemampuan fiskal yang belum cukup kuat. Menurutnya, langkah menaikkan PBB secara signifikan merupakan cara cepat yang diambil pemerintah daerah untuk menutup kekurangan penerimaan.

Eko menduga bahwa perhitungan besaran PBB didasarkan pada selisih pendapatan akibat penurunan transfer dana dari pusat, meskipun kenaikan tersebut dinilai tidak berkelanjutan. Eko juga berpendapat bahwa fenomena serupa mungkin terjadi di daerah lain yang menghadapi tekanan anggaran.

Meski analisis tersebut mencerminkan pandangan ekonom, pemerintah pusat melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa tuduhan yang menghubungkan efisiensi anggaran pusat dengan kenaikan PBB daerah tidak berdasar. Hasan menyatakan bahwa efisiensi yang dilakukan pemerintah pusat hanya berkisar 4 hingga 5 persen dari total anggaran daerah. Angka ini, menurutnya, terlalu kecil untuk dijadikan alasan utama kenaikan pajak sebesar ratusan persen di tingkat kabupaten.

Hasan menekankan bahwa kewenangan menetapkan tarif PBB sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah. Penetapan itu mencakup berbagai objek pajak seperti rumah, gedung, tanah, dan lahan nonpertambangan atau nonperkebunan. Dalam praktiknya, keputusan menaikkan PBB seharusnya telah melalui koordinasi antara pemerintah daerah dengan DPRD setempat, biasanya dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah. Ia juga mengingatkan bahwa penyesuaian tarif PBB bukanlah hal baru, karena di banyak daerah penyesuaian serupa telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.

Pandangan ini memperlihatkan garis tegas bahwa kebijakan fiskal daerah merupakan hasil keputusan lokal, bukan instruksi langsung dari pemerintah pusat. Dengan demikian, upaya mengaitkan kenaikan PBB di Pati dengan kebijakan efisiensi nasional menjadi tidak relevan.

Di sisi lain, dinamika politik lokal memperlihatkan adanya ketegangan antara pemerintah daerah dan masyarakat. Sekretaris LBH GP Ansor, Taufik Hidayat, menyoroti pentingnya kepala daerah bersikap rendah hati dan terbuka terhadap kritik publik. Menurutnya, protes yang terjadi di Pati merupakan ekspresi partisipasi demokratis yang seharusnya disambut sebagai masukan, bukan ancaman. Ia mengingatkan bahwa kedaulatan rakyat sebagaimana diatur konstitusi menjadi dasar bagi setiap pemimpin untuk mendengar aspirasi warganya.

Meski pernyataan LBH GP Ansor lebih diarahkan kepada sikap pemerintah daerah, pesan yang tersirat sejalan dengan pandangan pemerintah pusat, yaitu bahwa setiap keputusan fiskal di daerah adalah hasil kebijakan lokal. Dengan kata lain, tanggung jawab politik atas kenaikan PBB di Pati berada di tangan pemangku jabatan daerah, bukan hasil tekanan kebijakan efisiensi dari pusat.

Konteks ini menjadi penting untuk dipahami publik, agar tidak terjadi bias informasi yang menimbulkan persepsi keliru. Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah pusat memiliki tujuan memperbaiki pengelolaan keuangan negara dan memastikan belanja lebih tepat sasaran. Persentase efisiensi yang relatif kecil menunjukkan bahwa ruang fiskal daerah masih cukup luas untuk mengatur prioritas tanpa harus membebankan kenaikan pajak yang terlalu tinggi pada masyarakat.

Dari sudut pandang kebijakan fiskal, pemerintah pusat justru mendorong daerah untuk mengoptimalkan potensi penerimaan melalui peningkatan aktivitas ekonomi, bukan dengan menaikkan tarif pajak secara drastis. Hal ini selaras dengan pandangan Eko Listiyanto yang mengingatkan bahwa cara jangka panjang untuk memperkuat pendapatan daerah adalah dengan menggerakkan sektor ekonomi, sehingga basis pajak meluas secara alami.

Kasus Pati memberikan pelajaran bahwa kebijakan fiskal daerah memerlukan kajian komprehensif, melibatkan pemangku kepentingan, dan memperhatikan daya dukung ekonomi masyarakat. Kenaikan pajak yang terlalu tinggi tanpa kesiapan sosial dapat memicu resistensi, bahkan menurunkan kepercayaan publik kepada pemerintah daerah.

Sementara itu, pembelaan pemerintah pusat terhadap isu ini menunjukkan komitmen menjaga kredibilitas kebijakan nasional sekaligus memberikan ruang otonomi kepada daerah. Posisi ini memperkuat prinsip desentralisasi yang telah lama menjadi landasan hubungan antara pusat dan daerah di Indonesia. Dengan otonomi tersebut, daerah memiliki keleluasaan mengelola pendapatan dan belanja sesuai kebutuhan lokal, namun tetap diharapkan menerapkan kebijakan yang adil dan proporsional bagi masyarakat.

Ke depan, sinergi antara pusat dan daerah diharapkan mampu menciptakan kebijakan fiskal yang stabil, berkeadilan, dan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Efisiensi anggaran di tingkat nasional tidak seharusnya ditafsirkan sebagai beban tambahan bagi masyarakat daerah, melainkan sebagai dorongan untuk mengelola sumber daya secara lebih cermat dan inovatif.

)* Pemerhati Ekonomi

Pemerintah Pastikan Kebijakan Pajak Daerah Tidak Dipengaruhi Anggaran Pusat

Oleh: Nindya Putri )*

Pemerintah pusat menegaskan bahwa polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di sejumlah daerah, termasuk Kabupaten Pati, Jawa Tengah, sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah daerah. Penegasan ini disampaikan untuk meredam opini publik yang mengaitkan kebijakan tersebut dengan efisiensi anggaran di tingkat pusat.

Penjelasan ini menjadi penting karena persepsi yang berkembang di masyarakat mulai mengarah pada tudingan bahwa penghematan belanja pemerintah pusat memaksa daerah mencari tambahan pendapatan melalui pajak. Pemerintah menilai asumsi tersebut tidak tepat dan perlu diluruskan agar situasi tetap kondusif.

Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menjelaskan bahwa kenaikan PBB-P2 di Pati adalah murni hasil dinamika lokal. Keputusan tersebut diambil melalui mekanisme pemerintah daerah bersama DPRD setempat, sesuai prosedur yang berlaku.

Ia menambahkan bahwa sebagian besar keputusan penyesuaian tarif pajak daerah telah dirancang sejak 2023 atau 2024. Beberapa di antaranya memang baru diimplementasikan pada tahun ini, sehingga wajar jika masyarakat merasakan dampaknya secara langsung.

Hasan juga memaparkan bahwa porsi efisiensi anggaran di tingkat pusat terhadap total dana yang dikelola pemerintah daerah hanya berkisar empat hingga lima persen. Angka ini dianggap terlalu kecil untuk dijadikan alasan utama kenaikan pajak di daerah.

Menurutnya, menarik isu ini menjadi perdebatan nasional tidak akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Sebaliknya, ia mendorong agar setiap polemik diselesaikan melalui dialog terbuka dengan suasana yang sehat.

Pemerintah pusat juga mengingatkan bahwa hubungan antara kebijakan fiskal nasional dan daerah memiliki jalur yang berbeda. Anggaran pusat dialokasikan untuk program makro, sedangkan daerah memiliki kewenangan penuh mengatur pajak dan retribusi sesuai kebutuhan lokal.

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, turut menegaskan bahwa kenaikan PBB di sejumlah wilayah sepenuhnya berada di tangan kepala daerah. Kebijakan tersebut bukan instruksi dari pemerintah pusat.

Ia menyebut bahwa hampir setiap tahun ada daerah yang menyesuaikan tarif pajak. Alasan penyesuaian bervariasi, mulai dari pembiayaan infrastruktur hingga kebutuhan pelayanan publik yang meningkat.

Meski begitu, Prasetyo mengingatkan agar setiap keputusan yang mempengaruhi beban masyarakat dipertimbangkan secara matang. Pemimpin daerah diminta memprioritaskan kesejahteraan warganya di atas kepentingan lain.

Menurutnya, tantangan ekonomi saat ini menuntut kebijakan yang bijaksana. Masyarakat sudah menghadapi tekanan dari berbagai sisi, sehingga tambahan beban fiskal harus dihindari jika tidak mendesak.

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Sugiono, yang juga menjabat Menteri Luar Negeri, mengatakan pihaknya memantau perkembangan di Pati. Ia mengungkapkan bahwa Bupati Pati Sudewo telah diminta untuk mendengar aspirasi masyarakat sebelum mengambil keputusan final.

Sugiono menuturkan bahwa Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, berpesan agar setiap kebijakan politik mempertimbangkan nasib rakyat kecil. Prinsip ini, katanya, harus dipegang teguh oleh para kepala daerah di seluruh Indonesia.

Ia menilai bahwa sensitivitas terhadap suara masyarakat akan membantu menjaga stabilitas politik dan kepercayaan publik. Pemerintah daerah yang responsif akan lebih mudah membangun dukungan sosial.

Aksi protes yang terjadi di Alun-alun Pati pada 13 Agustus 2025 menjadi puncak ketidakpuasan warga. Massa menuntut pembatalan kenaikan PBB-P2 yang mencapai 250 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Demonstrasi tersebut berlangsung cukup panas, namun tetap terkendali. Aparat keamanan berusaha menjaga situasi agar aspirasi dapat tersampaikan tanpa insiden yang merugikan.

Setelah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, pemerintah daerah akhirnya memutuskan untuk membatalkan kebijakan kenaikan PBB-P2. Tarif pajak kembali mengacu pada ketentuan tahun 2024.

Pemerintah pusat menyambut baik langkah ini. Keputusan tersebut dianggap sebagai bukti bahwa dialog demokratis masih berjalan di tingkat daerah.

Hasan Nasbi menilai bahwa pengalaman di Pati dapat menjadi pelajaran penting. Respons cepat terhadap aspirasi publik mampu meredam ketegangan dan mencegah konflik berkepanjangan.

Ia juga mengingatkan bahwa kerja sama pusat dan daerah menjadi kunci dalam menjaga stabilitas. Setiap kebijakan fiskal, baik besar maupun kecil, perlu diarahkan untuk memperkuat daya beli masyarakat.

Prasetyo Hadi menambahkan bahwa pemerintah pusat selalu siap memberikan pendampingan kepada daerah dalam merancang kebijakan yang berkeadilan. Menurutnya, keberhasilan pembangunan tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari rasa keadilan yang dirasakan rakyat.

Sugiono pun mengapresiasi sikap Bupati Pati yang bersedia mengubah keputusan demi mengakomodasi suara warga. Ia berharap langkah ini menjadi contoh bagi kepala daerah lain ketika menghadapi dinamika serupa.

Ke depan, pemerintah mendorong agar proses penetapan tarif pajak di daerah lebih transparan. Keterlibatan publik sejak awal diharapkan dapat menghindari gesekan dan kesalahpahaman.

Pemerintah pusat juga berkomitmen untuk menjaga komunikasi yang intensif dengan seluruh pemerintah daerah. Tujuannya adalah memastikan bahwa kebijakan lokal tetap sejalan dengan arah pembangunan nasional.

Dalam konteks ini, efisiensi anggaran di tingkat pusat akan terus dilakukan tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat di daerah. Pemerintah menegaskan bahwa penghematan diarahkan pada pos belanja yang tidak berdampak langsung pada pelayanan publik.

Isu kenaikan pajak di Pati menjadi gambaran bagaimana opini publik dapat terbentuk dengan cepat. Namun, penyelesaian melalui dialog menunjukkan bahwa mekanisme demokrasi masih menjadi sarana efektif untuk meredakan ketegangan.

Dengan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, kebijakan fiskal dapat dijalankan secara adil dan proporsional. Tujuan akhirnya adalah menjaga stabilitas sosial dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia.

)* Pemerhati Kebijakan Publik

Pemerintah Pastikan Pembebasan Bersyarat Sesuai Prosedur, Komitmen Antikorupsi Tetap Tegas

Oleh: Astrid Syafira

Pembebasan bersyarat terhadap mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, telah dilakukan melalui prosedur hukum yang berlaku. Keputusan ini memicu beragam respons dari publik, namun pemerintah memastikan bahwa prosesnya telah mengikuti mekanisme sah. Langkah tersebut menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia tetap berjalan sesuai koridor aturan, tanpa intervensi di luar ketentuan.

Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, menegaskan bahwa pembebasan bersyarat ini diputuskan setelah melalui asesmen menyeluruh, dan telah melampaui dua pertiga masa hukuman berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung. Prosedur ini dijalankan dengan transparan dan profesional sehingga publik tidak perlu terprovokasi oleh opini yang menyesatkan. Pemerintah, menurutnya, selalu bertindak hati-hati dalam menegakkan aturan hukum agar adil untuk semua pihak.

Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengingatkan bahwa kejahatan korupsi e-KTP bukan hanya tajam dari segi nilai kerugian negara, tetapi juga merusak kualitas pelayanan publik di berbagai lapisan masyarakat. Menurutnya, peringatan HUT RI ke-80 yang mengusung tema Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju menjadi momentum untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi. Dengan begitu, semangat kemerdekaan dapat diwujudkan dalam bentuk tata kelola pemerintahan yang bersih. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah tetap menegaskan komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi, meski kasus pembebasan bersyarat tengah menjadi sorotan publik.

Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, menegaskan bahwa semua persyaratan pembebasan bersyarat harus dipenuhi dan diawasi secara ketat agar tidak terjadi pelanggaran dalam masa percobaan. Meskipun menggunakan mekanisme wajib lapor atau pola pengawasan lain, intinya adalah pengawasan tetap berjalan dan tidak boleh kendor. Ia juga menambahkan bahwa hak politik terpidana belum pulih sepenuhnya, baru dapat kembali aktif lima tahun setelah masa pidana berakhir. Pernyataan ini menegaskan bahwa sistem hukum tidak memberi ruang istimewa bagi pelanggar aturan.

Kasus pembebasan bersyarat ini sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah bertindak berdasarkan undang-undang, bukan karena intervensi politik. Tidak ada upaya dari lembaga eksekutif untuk mempercepat atau memperlemah regulasi hukum yang berlaku. Semua dijalankan berdasarkan asas legalitas dan administrasi yang jelas. Langkah ini memperkuat citra pemerintah sebagai pelindung sistem hukum, bukan pihak yang melemahkannya. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap integritas lembaga negara tetap terjaga.

Selain aspek hukum, masyarakat juga perlu diberikan edukasi agar memahami bahwa pembebasan bersyarat bukan berarti seorang terpidana langsung bebas sepenuhnya. Status ini masih berada dalam pengawasan negara melalui mekanisme wajib lapor dan pengendalian aktivitas tertentu. Pengetahuan ini penting agar publik tidak terjebak dalam provokasi yang menggiring opini seolah pemerintah melonggarkan penegakan hukum. Dengan pemahaman yang benar, stabilitas sosial dapat tetap terjaga.

Proses hukum yang berjalan transparan ini juga menunjukkan bahwa Indonesia tengah membangun sistem pemasyarakatan modern. Narapidana tidak hanya dipandang sebagai pelaku kejahatan, melainkan juga sebagai warga binaan yang memiliki hak asasi setelah menjalani sebagian besar hukumannya. Prinsip keadilan restoratif yang diterapkan pemerintah adalah bagian dari reformasi hukum yang menempatkan keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Ini menjadi tanda bahwa Indonesia semakin matang dalam tata kelola hukum.

Komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi juga tercermin dari berbagai program yang terus berjalan. Upaya digitalisasi layanan publik, transparansi anggaran, hingga penguatan peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) menjadi wujud konkret pencegahan korupsi sejak hulu. Tidak hanya menindak, pemerintah juga fokus membangun sistem yang mencegah peluang terjadinya penyimpangan. Dengan cara ini, pemberantasan korupsi bukan hanya slogan, melainkan strategi nyata yang memberi manfaat luas bagi masyarakat.

Melalui prosedur asesmen yang dijalankan secara transparan, pemerintah menunjukkan bahwa hukum tetap menjadi landasan utama dalam setiap kebijakan. Proses pembebasan bersyarat dilakukan dengan penuh ketelitian administrasi serta mekanisme pengawasan yang ketat. Komitmen anti-korupsi juga terus berjalan, baik melalui pendidikan, pencegahan, maupun penindakan secara sistematis. Evaluasi menyeluruh terhadap regulasi pemasyarakatan di masa depan akan membuat sistem hukum semakin matang dan kredibel.

Komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi tidak hanya menyangkut penegakan hukum, tetapi juga menjadi fondasi penting menuju visi Indonesia Emas 2045. Dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel, bangsa Indonesia memiliki peluang besar untuk keluar dari jebakan negara berkembang dan menjadi kekuatan ekonomi global. Pembebasan bersyarat Setya Novanto yang melalui prosedur hukum sesuai aturan, sekaligus menjadi bukti bahwa negara menempatkan keadilan dan kepastian hukum sebagai bagian dari strategi besar pembangunan nasional.

Pemerintah membuktikan bahwa pembangunan hukum yang adil bukan sekadar retorika, melainkan praktik nyata yang konsisten. Narasi provokatif yang mencoba melemahkan kepercayaan publik harus dijawab dengan integritas, profesionalisme, dan kerja sama seluruh elemen bangsa. Sebagai rakyat Indonesia, kita patut optimistis bahwa setiap kebijakan, termasuk pembebasan bersyarat, dijalankan dengan nurani hukum dan dedikasi untuk keadilan. Dengan semangat Indonesia Maju, pemerintah terus membangun pondasi bangsa yang bersih, berintegritas, dan berdaulat.

)* Penulis Adalah pengamat hukum

Pemerintah Pusat Pastikan Tidak Terlibat dalam Kebijakan Kenaikan Pajak Daerah

Jakarta – Pemerintah pusat menegaskan tidak terlibat dalam kebijakan kenaikan pajak di daerah, termasuk polemik Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Penegasan ini disampaikan untuk merespons anggapan bahwa kenaikan pajak terjadi akibat minimnya anggaran dari pusat.

Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, mengimbau para kepala daerah untuk memastikan kebijakan pajak dan retribusi berpihak pada masyarakat.

“Saya mohon kepala daerah lainnya, setiap mengeluarkan kebijakan yang berhubungan dengan pajak dan retribusi, jangan sampai memberatkan masyarakat. Lakukan bertahap saja,” ujarnya.

Tito menyoroti perlunya kehati-hatian dalam menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) agar tidak menambah beban rakyat. Ia menyarankan proses sosialisasi dilakukan lebih lama.

“Misalnya, dibuat tahun ini, tetapi berlakunya mulai 1 Januari tahun berikutnya,” katanya. Ia juga meminta kebijakan disusun dengan mempertimbangkan dinamika masyarakat dan mengedepankan dialog.

Menanggapi demonstrasi besar di Pati yang menuntut Bupati Sudewo mundur akibat kenaikan PBB-P2 hingga 250 persen, Tito mengingatkan warga untuk menyampaikan aspirasi sesuai mekanisme.

“Kalau ada tuntutan, lakukan dengan mekanisme yang ada. Jangan melanggar,” tegasnya. Kenaikan PBB-P2 di Pati akhirnya dibatalkan, dan tarif kembali mengacu pada 2024.

Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi juga memastikan kebijakan PBB-P2 di Pati merupakan murni kewenangan daerah.

“Untuk kejadian yang di Pati, kami berharap ini bisa diselesaikan dengan baik. Semua pihak bisa berdialog, bertemu dengan kepala dingin,” ujarnya di Jakarta.

Ia membantah kenaikan pajak tersebut terkait efisiensi anggaran pemerintah pusat.

Menurut Hasan, efisiensi awal 2025 berlaku untuk seluruh kabupaten/kota, kementerian, dan lembaga, sehingga tidak tepat mengaitkan satu kasus dengan kebijakan nasional. Ia menjelaskan, tarif PBB-P2 ditetapkan pemerintah daerah bersama DPRD, bahkan sebagian perda sudah dibuat sejak 2023 atau 2024. Porsi efisiensi anggaran pusat terhadap dana daerah, kata Hasan, hanya sekitar 4–5 persen.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan hal serupa. “Kenaikan-kenaikan PBB itu kan kebijakan di tingkat kabupaten/kota. Tidak benar bahwa seolah-olah akibat dari proses di pusat. Tidak,” ujarnya.

Ia mengingatkan para kepala daerah untuk selalu mempertimbangkan dampak kebijakan pada rakyat.

“Menjadi pemimpin itu harus terus berhati-hati, usahakan jangan menyusahkan rakyat,” tegasnya.

Pajak Daerah Adalah Kewenangan Pemda

Jakarta – Pemerintah Pusat menegaskan tidak terlibat dalam kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang belakangan menuai sorotan publik. Lonjakan tarif pajak di sejumlah daerah disebut sebagai keputusan murni pemerintah daerah dan DPRD setempat melalui Peraturan Daerah (Perda).

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi mengatakan tudingan bahwa kenaikan PBB-P2 merupakan dampak dari kebijakan efisiensi pemerintah pusat adalah pandangan yang terburu-buru.

“Kalau mengenai tuduhan bahwa hal-hal yang dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah ini terkait dengan kebijakan efisiensi, kami menganggap ini sebuah tanggapan yang prematur,” kata Hasan.

Hasan mencontohkan kasus di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang mencatat kenaikan PBB-P2 hingga beberapa kali lipat. Ia menegaskan, fenomena itu merupakan bagian dari dinamika lokal, hasil keputusan kepala daerah bersama DPRD.

“Kalau ada kejadian spesifik, seperti di Kabupaten Pati, ini adalah murni dinamika lokal,” ujarnya.

Menteri Sekretaris Negara sekaligus Juru Bicara Presiden RI, Prasetyo Hadi, juga membantah bahwa maraknya kebijakan kenaikan pajak daerah berkaitan dengan berkurangnya transfer dana dari pemerintah pusat. Menurut dia, setiap daerah memiliki pertimbangan sendiri sebelum menetapkan tarif pajak.

“Tidak ada penyebabnya karena itu, bukan ya (kurang anggaran dari pusat). Itu memang kebijakan-kebijakan setiap pemerintah daerah, dan memang berbeda-beda antara satu kabupaten dengan kabupaten yang lainnya,” kata Prasetyo.

Prasetyo menjelaskan, penyesuaian tarif PBB-P2 biasanya didasari evaluasi kondisi ekonomi dan kebutuhan pendapatan daerah.

“Kalaupun ada rencana atau kebijakan penaikan PBB itu di daerah masing-masing,” katanya menegaskan.

Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian bahkan turun tangan langsung menyikapi lonjakan PBB-P2 di Kabupaten Pati yang mencapai 250 persen. Ia mengaku telah menghubungi Bupati Pati Sudewo dan Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi untuk meminta klarifikasi.

“Saya langsung telepon Pak Bupati Pati, Pak Gubernur Jawa Tengah. Saya tanyakan kenapa mekanismenya seperti itu,” kata Tito.

Tito menjelaskan, perda yang mengatur PBB-P2 biasanya bersifat umum, sementara penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) dan tarif spesifik menjadi kewenangan bupati atau wali kota. Proses ini dilakukan dengan konsultasi ke gubernur, bukan ke Kementerian Dalam Negeri.

“Yang me-review adalah gubernur. Makanya, tidak sampai ke saya, tapi ke gubernur,” ujar mantan Kapolri itu.

Kemendagri kini meneliti kebijakan di Pati untuk memastikan kenaikan tersebut tidak membebani masyarakat. Tito menekankan bahwa otonomi daerah bukan berarti kepala daerah bebas menetapkan pajak tanpa mempertimbangkan kemampuan bayar warga.

Kenaikan PBB-P2 di sejumlah wilayah akhir-akhir ini memicu perdebatan lebih luas. Di satu sisi, daerah memerlukan sumber pendapatan untuk membiayai pembangunan dan layanan publik. Masyarakat pun berharap kebijakan pajak tetap sejalan dengan daya beli.

Pemerintah pusat berjanji akan terus menghormati kewenangan daerah dalam mengelola fiskalnya. Namun, mekanisme pengawasan akan diperkuat untuk memastikan kebijakan pajak yang diambil tetap adil, proporsional, dan tidak mengorbankan kesejahteraan masyarakat.

Pembebasan Setya Novanto Sesuai Aturan, Pemerintah Teruskan Upaya Pemberantasan Korupsi

Jakarta — Pemerintah memastikan keputusan bebas bersyarat terhadap terpidana kasus korupsi proyek KTP elektronik, Setya Novanto, dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto menegaskan bahwa kebijakan tersebut telah melewati proses asesmen dan sesuai dengan putusan peninjauan kembali (PK) yang dikabulkan Mahkamah Agung.

“Iya, karena sudah melalui proses asesmen dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 yang lalu,” kata Agus.

Agus menjelaskan bahwa Mahkamah Agung sebelumnya mengabulkan permohonan PK Setya Novanto dengan memangkas hukuman dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan penjara serta menetapkan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, pencabutan hak politik yang semula berlaku lima tahun dipangkas menjadi dua tahun enam bulan.

Sesuai aturan, seorang narapidana berhak mengajukan pembebasan bersyarat setelah menjalani dua pertiga masa hukuman. Jika mengacu pada ketentuan tersebut, Setya telah menjalani delapan tahun masa pidana per November 2025.

Dengan putusan tersebut, mantan Ketua DPR RI itu dinyatakan telah memenuhi syarat administratif dan substantif untuk memperoleh pembebasan bersyarat. Agus juga menegaskan tidak ada kewajiban wajib lapor bagi Setya Novanto.

“Gak ada, karena kan denda subsider sudah dibayar,” ujarnya.

Sebelum bebas bersyarat, Setya juga mengikuti program asimilasi di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. Program ini bertujuan membiasakan narapidana kembali ke masyarakat melalui kegiatan sosial maupun aktivitas yang diawasi pihak lapas.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa kasus korupsi e-KTP harus menjadi pelajaran penting bagi bangsa Indonesia.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengingatkan bahwa tindak pidana ini merugikan negara hingga Rp2,3 triliun dan berdampak signifikan terhadap layanan publik.

“Namun, kejahatan korupsi selalu menjadi pengingat sekaligus pembelajaran untuk generasi berikutnya, agar sejarah buruk itu tidak kembali terulang,” ujar Budi dalam keterangan tertulis.

Budi menambahkan, KPK akan terus memperkuat strategi pemberantasan korupsi melalui pendidikan, pencegahan, maupun penindakan.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi seluruh elemen masyarakat dalam menjaga konsistensi perang melawan korupsi.

“Butuh persatuan dan kedaulatan seluruh elemen masyarakat, untuk melawan korupsi, demi perwujudan cita-cita dan tujuan bangsa,” pungkasnya.

Pemerintah Tegaskan Komitmen Berantas Korupsi Pasca Pembebasan Bersyarat Setya Novanto

Jakarta – Pemerintah menegaskan kembali komitmennya dalam memberantas praktik korupsi di Indonesia, menyusul pembebasan bersyarat mantan Ketua DPR Setya Novanto. Presiden Prabowo Subianto berkomitmen akan tetap berada di garis terdepan dalam upaya menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas memastikan sikap Presiden Prabowo terhadap penegakan hukum sangat jelas sejak awal. Menurutnya, komitmen untuk memberantas korupsi telah menjadi salah satu fokus utama kepemimpinan Presiden.

“Sangat clear soal hukum. Beliau dari awal sebelum menjadi presiden clear, beliau akan memimpin di garis terdepan pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujar Supratman.

Penegasan ini sekaligus menepis kekhawatiran publik bahwa pembebasan bersyarat terhadap Setya Novanto akan melemahkan semangat pemberantasan korupsi. Pemerintah menekankan bahwa proses hukum tetap berjalan sesuai mekanisme yang berlaku, tanpa ada intervensi politik.

Dukungan terhadap komitmen Presiden juga datang dari kalangan politik. Dalam momentum peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyampaikan apresiasi terhadap ketegasan Presiden Prabowo. Presiden PKS, Almuzzammil Yusuf, menegaskan pihaknya menyambut baik sikap pemerintah yang konsisten dalam memberantas tindak pidana korupsi.

“PKS mendukung penuh komitmen Presiden Prabowo untuk memberantas korupsi. Ini menjadi harapan bersama agar bangsa Indonesia semakin bersih dari praktik korupsi yang merugikan rakyat,” kata Almuzzammil.

Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto memberikan penjelasan terkait dasar pembebasan bersyarat Setya Novanto. Menurutnya, langkah tersebut bukanlah bentuk kelonggaran hukum, melainkan keputusan berdasarkan aturan yang berlaku.

“Iya. Karena sudah melalui proses asesmen, dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan Peninjauan Kembali (PK) itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 yang lalu,” jelas Agus.

Agus menambahkan, pembebasan bersyarat merupakan hak setiap narapidana yang telah memenuhi syarat administratif maupun substantif. Oleh karena itu, keputusan tersebut tidak boleh dipandang sebagai pengabaian terhadap semangat pemberantasan korupsi.

Meski demikian, pemerintah tetap menekankan bahwa pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama. Presiden Prabowo telah berulang kali menyampaikan pesan tegas bahwa tidak ada ruang bagi praktik korupsi di era pemerintahannya. Ke depan, strategi pemberantasan korupsi akan diperkuat melalui sinergi lintas lembaga, mulai dari penegakan hukum, pengawasan anggaran, hingga digitalisasi sistem pemerintahan.

Dengan demikian, pemerintah menegaskan bahwa pembebasan bersyarat Setya Novanto tidak mengurangi komitmen negara dalam memberantas praktik korupsi. Justru, momentum ini diharapkan memperkuat kesadaran bersama bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan secara sistematis, konsisten, dan menyeluruh.

Pemerintah berharap dukungan masyarakat dan semua elemen bangsa dapat menjadi energi positif dalam menjaga integritas, sehingga Indonesia mampu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berkeadilan. (*)

Pemerintah Perkuat Infrastruktur Gas Bumi untuk Swasembada Energi dan Lingkungan Berkelanjutan

Oleh: Riko Hasibuan)*

Pemerintah semakin agresif memperkuat infrastruktur gas bumi sebagai bagian dari strategi nasional mencapai swasembada energi dan lingkungan yang lebih berkelanjutan. Dengan cadangan gas domestik yang melimpah dan posisi strategis sebagai salah satu eksportir Liquefied Natural Gas (LNG) terbesar di ASEAN, gas bumi dijadikan sebagai energi transisi yang lebih ramah lingkungan ketimbang bahan bakar fosil lainnya. Gas bumi merupakan pilihan strategis dalam jangka menengah karena terbukti menghasilkan emisi karbon lebih rendah dibanding batu bara atau minyak bumi.

Pemerintah menjadikan gas sebagai jembatan energi menuju era energi bersih, sambil menyiapkan sumber energi terbarukan seperti hidrogen dan bioenergi untuk masa depan. Indonesia menetapkan target pengurangan emisi sebesar 29–41% pada 2030, sesuai Paris Agreement. Selain itu, dalam roadmap menuju Net Zero Emission (NZE) 2060, gas bumi memainkan peran besar dalam kombinasi energi nasional, terutama untuk kebutuhan listrik dan industri. Dalam pelaksanaannya pembangunan infrastruktur makin gencar dilakukan pemerintah mulai dari transmisi, distribusi, hingga Jaringan Gas Rumah Tangga (Jargas).

Saat ini panjang pipa transmisi gas telah mencapai sekitar 5.370 km, sedangkan pipa hilir mencapai 22.538 km dengan volume angkut lebih dari 1,25 triliun Million Standard Cubic Feet (MSCF) oleh berbagai badan usaha gas. Pemerintah menunjukan keseriusan dalam memperkuat Infrastruktur Gas Bumi dimana terlihat nyata pada proyek strategis Pipa Cirebon–Semarang (Cisem) dan Pipa Dumai–Sei Mangke (Dusem) ditujukan untuk mendistribusikan gas dari wilayah surplus ke wilayah defisit di Sumatra dan Jawa.

Selain itu, Jargas ditargetkan oleh Pertamina Gas Negara (PGN) untuk penambahan 200.000 sambungan pada tahun 2025, sehingga mampu membantu rumah tangga dan industri kecil mendapatkan akses gas yang lebih murah dan bersih. Hal ini dilakukan karena Jargas dipandang sebagai solusi untuk mengurangi ketergantungan pada LPG subsidi 3 kg, yang sebagian besar masih diimpor, sehingga membuka peluang untuk efisiensi subsidi dan penghematan devisa negara. Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, Erika Retnowati, mengatakan bahwa pemerintah secara aktif mendanai sejumlah proyek penting seperti Pipa Cisem dan wilayah distribusi gas Sei Mangke–Dumai menggunakan APBN langsung. Pihaknya juga menegaskan peran infrastruktur gas bumi dalam memajukan kemandirian energi nasional serta menurunkan subsidi energi bagi masyarakat.

Dampak ekonomi yang positif dapat dirasakan dengan adanya pembangunan infrastruktur yakni dapat mengefisiensi biaya dan hemat devisa, pipa gas dan jargas memungkinkan substitusi LPG dengan gas bumi domestik sehingga dapat mengurangi impor LPG senilai sekitar Rp 1 triliun per tahun serta menekan subsidi LPG sebesar Rp 0,63 triliun per tahun dengan manfaat kepada rumah tangga serta komersial. Selain itu, levelling industri dan hilirisasi salah satunya yaitu pipa dari Bintuni sampai Fakfak mendukung hilirisasi gas menjadi bahan baku petrokimia di kawasan seperti Morowali dan Makassar sehingga mampu membuka peluang integrasi industri manufaktur berbasis gas bumi.

Selanjutnya yakni adanya penurunan jejak karbon, dengan gas bumi sebagai energi transisi, emisi karbon sektor listrik dan industri bisa ditekan sebelum berpindah ke energi terbarukan sepenuhnya, sejalan dengan target NZE 2060 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Kepala Grup Engineering dan Teknologi PGN, Suseno menyatakan bahwa optimasi jaringan gas dan terminal LNG sebagai bagian dari strategi jangka panjang sangat esensial untuk mencapai target energi nasional dengan harga yang kompetitif dan konektivitas antarwilayah yang merata.

Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Koordinator Penyiapan Program Migas, Rizal Fajar Muttaqin menegaskan bahwa pemerintah aktif memacu eksplorasi, pengembangan infrastruktur terintegrasi, serta penataan permintaan (demand mapping) agar energi gas lebih efisien dan menyasar sektor dengan nilai tambah tinggi bagi perekonomian nasional. Langkah memperkuat infrastruktur gas bumi oleh pemerintah Indonesia merupakan kebijakan pragmatis dan ambisius untuk mendorong swasembada energi nasional, sambil tetap menjaga pertumbuhan ekonomi dan menjaga lingkungan.

Dengan dukungan APBN nasional, birokrasi yang terintegrasi, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan di sepanjang rantai hulu dan hilir, strategi ini menempatkan gas bumi sebagai tulang punggung transisi energi hingga era energi terbarukan penuh. Gas tidak sekadar menjadi alternatif bahan bakar murah tetapi dapat menjadi jembatan untuk menciptakan sistem energi yang lebih bersih, efisien, dan berdaya guna. Pembangunan proyek-proyek seperti Pipa Cisem, Dusem, Bintuni–Fakfak, serta expand jargas secara nasional adalah tanda nyata komitmen pemerintah terhadap energi yang inklusif dan berkelanjutan.

Seiring inovasi energi terbarukan berlangsung, gas bumi akan tetap menjadi bagian penting dalam bauran energi Indonesia hingga tercapainya visi Indonesia Emas 2045 dan NZE 2060. Dengan keberlanjutan kebijakan, integritas pelaksanaan, serta pengawasan yang baik, kebijakan penguatan infrastruktur gas bumi dapat memperkuat pondasi ekonomi hijau Indonesia, menyehatkan keuangan negara, dan menjaga lingkungan bagi generasi mendatang.

)* Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Pemerintah

Pemerintah Gencarkan Pemanfaatan Gas Bumi : Menuju Swasembada Energi dan Dekarbonisasi 2025

Oleh : Jihan Damayora Seigi*)

Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat untuk mewujudkan swasembada energi nasional dan target dekarbonisasi pada tahun 2025. Dalam konteks ini, gas bumi telah ditetapkan sebagai salah satu tulang punggung transisi energi nasional. Energi yang lebih bersih daripada batu bara dan minyak ini bukan hanya mampu menekan emisi karbon, tetapi juga mendukung ketahanan pasokan energi dari sumber daya domestik yang melimpah. Di tengah dinamika geopolitik dan tuntutan global terhadap pengurangan emisi, langkah pemerintah menempatkan gas bumi sebagai sumber energi strategis patut diapresiasi.

Pemerintah Indonesia, melalui berbagai kementerian dan BUMN strategis, terus mengakselerasi program pemanfaatan gas bumi sebagai energi transisi. Langkah ini bukan hanya soal mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak, tetapi juga menciptakan pondasi yang kuat menuju kemandirian dan ketahanan energi nasional. Dalam konteks ini, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) memainkan peran sentral dalam mengembangkan infrastruktur dan memperluas jangkauan pemanfaatan gas bumi hingga ke berbagai sektor industri

Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN, Rosa Permata Sari, menyatakan bahwa gas bumi memiliki keunggulan tidak hanya dari sisi emisi karbon yang lebih rendah, tetapi juga dari sisi keekonomian dan efisiensi operasional. Pentingnya percepatan pembangunan jaringan distribusi gas nasional, termasuk gasifikasi pembangkit listrik dan perluasan jaringan gas rumah tangga telah menjadi tulang punggung transisi energi.

PGN, di bawah pengawasan pemerintah, telah menyiapkan berbagai skenario dan rencana strategis untuk mendukung peningkatan pemanfaatan gas bumi nasional. Hingga pertengahan 2025, PGN telah mengoperasikan lebih dari 12.000 kilometer jaringan pipa gas, dengan target jangka menengah untuk menambah ribuan kilometer lagi demi memperluas akses ke wilayah-wilayah yang sebelumnya belum terlayani. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah tetap berpihak pada rakyat dan terus melakukan upaya untuk mencapai keseragaman dalam pelayanan.

Direktur Utama PGN, Arief Setiawan Handoko, menyampaikan bahwa salah satu prioritas PGN adalah menjamin kepastian pasokan gas untuk sektor industri dan kelistrikan, dua sektor vital dalam perekonomian nasional. Dengan pengelolaan yang terintegrasi, pasokan gas dari berbagai sumber domestik dapat dioptimalkan untuk memenuhi permintaan nasional yang terus meningkat. Dipastikan pasokan gas untuk industri strategis tetap aman dan berkelanjutan. Ini penting agar industri tetap kompetitif, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi Ia juga menambahkan bahwa pemanfaatan gas untuk pembangkit listrik menjadi langkah konkret dalam mengurangi emisi dan mengalihkan penggunaan batu bara secara bertahap.

Seiring dengan meningkatnya tekanan global terhadap penggunaan energi fosil yang tinggi emisi, Indonesia bergerak realistis dengan menjadikan gas bumi sebagai energi jembatan. Gas bumi dinilai lebih bersih dibandingkan batu bara dan minyak, serta infrastruktur yang ada memungkinkan pemanfaatannya secara efisien. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Paris Agreement dan target Net Zero Emission pada 2060. Pemerintah tidak terburu-buru meninggalkan energi fosil, tetapi mengarahkan transisi secara bertahap dan terukur.

Pemanfaatan gas bumi tentu tidak dapat dilepaskan dari kerja sama erat dengan sektor hulu migas. Direktur Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA), Nanang Abdul Manaf, mengatakan bahwa industri hulu sangat mendukung kebijakan pemerintah dalam mengalihkan porsi energi primer menuju gas bumi. Menurutnya, sektor hulu siap untuk meningkatkan produksi gas domestik jika ada kepastian offtaker, harga yang menarik, dan percepatan pembangunan infrastruktur hilir.

Nanang menegaskan bahwa Indonesia memiliki cadangan gas yang masih besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Dengan kebijakan yang pro-investasi dan kepastian pasar domestik, para investor migas akan lebih berani mengembangkan blok-blok gas baru. Ia juga menyarankan adanya insentif fiskal yang lebih menarik agar pengembangan gas tidak kalah dari ekspor LNG atau migas lainnya.

Seluruh upaya pemanfaatan ini sejalan dengan visi Indonesia menuju kemandirian energi mengandalkan sumber daya sendiri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada impor, serta menciptakan ekosistem energi yang lebih sehat, berdaya saing, dan berkelanjutan. Gas bumi, dengan karakteristiknya yang fleksibel, rendah emisi, dan sudah memiliki teknologi yang matang, menjadi kunci dalam menjembatani transisi menuju energi bersih tanpa melumpuhkan struktur ekonomi yang telah ada.

Melihat keseluruhan langkah strategis pemerintah, mulai dari penguatan peran PGN, dukungan terhadap investasi hulu, hingga regulasi yang adaptif, patut kita akui bahwa arah kebijakan energi nasional saat ini sangat tepat. Konsistensi pemerintah dalam mendorong integrasi hulu-hilir dan mempercepat pembangunan infrastruktur gas juga menjadi bukti bahwa transisi energi bukan sekadar wacana, melainkan agenda kerja nyata. Pemerintah tidak hanya menyusun peta jalan transisi energi, tetapi juga menjalankannya dengan pendekatan inklusif, realistis, dan berpihak pada kepentingan nasional.

)* Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Energi dan SDA