Sinergi Pemerintah dan Aparat Keamanan Wujudkan Semua Titik Keramaian Kondusif Saat Idul Fitri

Oleh: Aldo Setiawan Fikri

Pemerintah bersama aparat keamanan berhasil menciptakan situasi kondusif di seluruh titik keramaian saat perayaan Idul Fitri 1446 Hijriah. Langkah strategis yang diterapkan menunjukkan efektivitas tinggi dalam menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat selama momentum mudik dan perayaan Lebaran berlangsung. Dengan koordinasi yang solid, berbagai upaya pengamanan dan mitigasi potensi gangguan dapat berjalan dengan baik.

 

Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) Brigjen Pol. Asep Jenal Ahmadi telah melakukan peninjauan langsung ke berbagai pos pengamanan di wilayah Jawa Timur.

 

Dalam kunjungan tersebut, evaluasi terhadap kesiapan pos keamanan, pos kesehatan, serta titik strategis lainnya menjadi fokus utama. Infrastruktur penunjang seperti rumah ibadah, tempat peristirahatan, hingga fasilitas umum turut diperiksa guna memastikan kenyamanan masyarakat selama arus mudik dan perayaan Lebaran.

 

Hasil pemantauan menunjukkan seluruh sistem pengamanan berfungsi optimal. Keberhasilan ini tidak terlepas dari sinergi yang kuat antara aparat kepolisian, TNI, serta pemerintah daerah. Kolaborasi lintas sektor tersebut memastikan bahwa pengamanan di setiap wilayah berjalan efektif.

 

Keberhasilan di Madiun, misalnya, menjadi salah satu bukti nyata bagaimana keterlibatan aktif berbagai pihak mampu menjaga stabilitas keamanan saat perayaan Idul Fitri. Keberlanjutan pengawasan di titik-titik strategis juga menjadi prioritas utama hingga arus balik selesai, demi menjamin keamanan masyarakat selama periode libur Lebaran.

 

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor dalam memastikan kelancaran perayaan Idul Fitri.

 

Dalam rapat koordinasi yang dihadiri oleh berbagai kementerian dan lembaga terkait, kesiapan layanan publik menjadi perhatian utama. Pemerintah memastikan bahwa seluruh aspek penting, mulai dari transportasi, distribusi kebutuhan pokok, hingga pengamanan di titik-titik strategis, berada dalam kondisi optimal.

 

Upaya antisipasi terhadap potensi gangguan keamanan dan bencana alam juga menjadi bagian dari strategi mitigasi yang diterapkan. Dengan melibatkan berbagai instansi seperti BMKG, BNPB, dan Basarnas, kesiapan menghadapi kemungkinan cuaca ekstrem atau insiden lainnya telah dirancang secara matang. Ketersediaan tim respons cepat di berbagai lokasi memastikan bahwa setiap potensi gangguan dapat segera ditangani tanpa menghambat kelancaran perayaan Idul Fitri.

 

Kementerian Perhubungan bersama aparat kepolisian telah memastikan kelancaran transportasi darat, laut, dan udara selama periode mudik dan arus balik. Ketersediaan moda transportasi serta pasokan bahan bakar minyak (BBM) menjadi faktor krusial dalam mendukung kelancaran perjalanan masyarakat. Dengan langkah-langkah proaktif yang diambil, arus mudik dan balik dapat berjalan lancar tanpa kendala berarti.

 

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo telah memastikan kesiapan aparat dalam mengawal seluruh rangkaian kegiatan Lebaran. Prediksi puncak arus mudik dan arus balik menjadi acuan utama dalam penerapan strategi rekayasa lalu lintas. Beberapa langkah yang telah diterapkan meliputi sistem ganjil genap, contra flow, hingga skema one way di jalur-jalur padat kendaraan.

 

Pelaksanaan Operasi Ketupat 2025 menjadi langkah konkret dalam menjamin keamanan perjalanan masyarakat. Dengan melibatkan ribuan personel di berbagai wilayah, operasi ini memastikan bahwa setiap titik rawan mendapatkan perhatian maksimal. Keberadaan posko pengamanan, pos pelayanan, dan pos terpadu di berbagai titik strategis turut membantu dalam memberikan layanan optimal kepada para pemudik.

 

Selain aspek keamanan, pemerintah juga memberikan perhatian khusus terhadap stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok. Upaya menjaga kelancaran distribusi pangan serta mencegah hambatan dalam rantai pasok menjadi prioritas utama agar masyarakat dapat menikmati perayaan Idul Fitri dengan tenang. Koordinasi antara berbagai kementerian dan lembaga terkait menjadi faktor utama dalam memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi dengan baik.

 

Layanan darurat juga disediakan guna memberikan bantuan cepat bagi masyarakat yang mengalami kendala selama perjalanan. Dengan adanya hotline 110, masyarakat dapat mengakses bantuan dengan mudah saat menghadapi situasi darurat di perjalanan. Posko siaga yang tersebar di berbagai titik juga dilengkapi dengan logistik, layanan kesehatan, serta fasilitas pendukung lainnya.

 

Keberhasilan menciptakan situasi kondusif selama perayaan Idul Fitri menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga kenyamanan dan keamanan masyarakat di momen penting seperti mudik Lebaran. Sinergi yang kuat antara berbagai pihak, mulai dari aparat keamanan, pemerintah daerah, hingga instansi terkait, menjadi kunci utama dalam memastikan kelancaran arus mudik, stabilitas harga kebutuhan pokok, serta keamanan di berbagai titik keramaian. Dengan langkah-langkah strategis yang diterapkan, masyarakat dapat merayakan Idul Fitri dengan tenang, mencerminkan peran aktif pemerintah dalam menghadirkan pelayanan terbaik bagi rakyatnya.

 

Pemerintah terus menunjukkan kehadiran dan peran aktifnya dalam momen-momen penting seperti mudik Lebaran untuk memastikan kenyamanan masyarakat. Dengan koordinasi yang solid antarinstansi, berbagai upaya pengamanan, kelancaran transportasi, serta kestabilan harga kebutuhan pokok dapat terjaga dengan baik. Langkah strategis yang diterapkan tidak hanya memberikan rasa aman bagi para pemudik, tetapi juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam melayani masyarakat secara maksimal. Kehadiran negara dalam setiap aspek perayaan Idul Fitri menjadi bukti nyata bahwa keselamatan dan kesejahteraan rakyat selalu menjadi prioritas utama. (*)

 

*) Pengamat Kebijakan Sosial – Lembaga Sosial Madani Institute

Hindari Anarkisme, Junjung Tinggi Sistem Judicial Review ke MK Soal UU TNI

Oleh: Citra Indriani Putri

Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) telah disahkan oleh DPR RI dalam Rapat Paripurna pada 20 Maret 2025. Keputusan ini menuai beragam reaksi, termasuk protes dari sebagian elemen masyarakat yang merasa khawatir terhadap perubahan regulasi tersebut.

 

Namun, dalam negara hukum, setiap bentuk ketidakpuasan terhadap undang-undang harus disalurkan melalui mekanisme konstitusional, bukan tindakan anarkisme yang dapat merusak tatanan demokrasi. Judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan jalur terbaik yang menjunjung tinggi prinsip negara hukum dan demokrasi.

 

Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, MQ Iswara, menyoroti penyebab utama munculnya protes terhadap revisi UU TNI. Menurutnya, kurangnya informasi yang utuh menjadi faktor utama yang memicu keresahan publik.

 

Iswara menjelaskan bahwa revisi ini justru memperjelas peran dan fungsi TNI, tanpa ada muatan terselubung yang mengarah pada kembalinya dwifungsi ABRI seperti yang dikhawatirkan sebagian masyarakat.

 

Penambahan jumlah instansi sipil yang dapat diisi oleh personel TNI dari 10 menjadi 14 tidak mengindikasikan campur tangan militer di ranah sipil secara luas. Justru, aturan ini memberikan batasan yang lebih jelas.

 

Personel TNI yang menduduki jabatan di luar ketentuan yang ditetapkan dalam revisi ini diwajibkan untuk mengundurkan diri. Penegasan batasan tersebut memastikan bahwa TNI tetap berfokus pada tugas utama mereka dalam menjaga pertahanan negara.

 

Iswara juga menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk aspirasi terhadap pengesahan UU TNI. Kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi, tetapi harus disampaikan dalam koridor hukum yang berlaku.

 

Demonstrasi yang dilakukan dengan tertib dan sesuai aturan harus dihormati, sementara tindakan anarkisme justru dapat merugikan perjuangan itu sendiri. Dialog yang konstruktif antara masyarakat dan pemerintah menjadi solusi terbaik dalam menyelesaikan perbedaan pandangan.

 

Di sisi lain, Anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan, menegaskan bahwa mekanisme judicial review ke MK merupakan jalur konstitusional yang bisa ditempuh bagi masyarakat yang merasa keberatan terhadap revisi UU TNI. Proses hukum di MK memungkinkan pengujian undang-undang secara objektif berdasarkan konstitusi, sehingga dapat memberikan keputusan yang sah dan mengikat bagi seluruh pihak.

 

Hinca mengimbau masyarakat untuk membaca dan memahami draf terbaru UU TNI sebelum menyampaikan keberatan. Kritik yang didasarkan pada pemahaman yang utuh akan lebih konstruktif dan berpeluang mendapatkan solusi yang adil.

 

Demonstrasi sebagai bentuk ekspresi pendapat diperbolehkan, tetapi harus tetap dalam batasan hukum yang berlaku. Tidak seharusnya ada tindakan yang merusak fasilitas publik atau mencederai proses demokrasi yang telah berjalan.

 

Pernyataan senada juga disampaikan oleh Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas. Ia menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak penuh untuk mengajukan judicial review jika merasa keberatan terhadap revisi UU TNI.

 

MK menjadi wadah yang sah untuk menguji konstitusionalitas suatu undang-undang. Setiap keputusan yang dihasilkan dari judicial review bersifat final dan mengikat, sehingga tidak ada alasan untuk menyikapinya dengan tindakan di luar hukum.

 

Supratman mengingatkan bahwa setiap regulasi yang disahkan harus dijalankan terlebih dahulu sebelum dinilai efektivitasnya. Jika kemudian ditemukan aspek yang merugikan atau bertentangan dengan prinsip demokrasi, judicial review menjadi langkah yang paling tepat. Dalam konteks ini, tidak ada ruang bagi tindakan anarkisme, karena negara telah menyediakan jalur yang sah bagi masyarakat untuk menyampaikan keberatan mereka.

 

Selain itu, ia menepis anggapan bahwa revisi UU TNI disusun tanpa transparansi. Pembahasan regulasi ini telah dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

 

Kesempatan untuk menyampaikan masukan telah dibuka sejak awal, dan kini, setelah disahkan, mekanisme judicial review menjadi opsi yang bisa diambil bagi pihak yang masih keberatan.

 

Sebagai negara demokrasi yang berlandaskan hukum, Indonesia memiliki prosedur yang jelas dalam menangani setiap bentuk ketidakpuasan terhadap regulasi yang telah disahkan. Proses judicial review merupakan mekanisme yang sah, adil, dan konstitusional dalam menilai kembali kebijakan hukum yang dipersoalkan. Oleh karena itu, setiap elemen masyarakat seharusnya menghormati sistem yang telah dibangun dalam ketatanegaraan.

 

Protes terhadap revisi UU TNI tentu merupakan hak yang dilindungi undang-undang, tetapi harus disalurkan melalui jalur yang tepat. Tindakan anarkisme tidak hanya merugikan kepentingan masyarakat sendiri, tetapi juga mencederai prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat secara bertanggung jawab. Judicial review ke MK merupakan solusi yang paling rasional dan bermartabat dalam menyelesaikan perbedaan pandangan terkait revisi UU TNI.

 

Keterlibatan masyarakat dalam proses hukum yang sah mencerminkan kedewasaan demokrasi. Oleh sebab itu, menjaga ketertiban dan menghormati prosedur hukum yang berlaku menjadi tanggung jawab bersama.

 

Menolak revisi UU TNI sah-sah saja, tetapi harus ditempuh melalui jalur yang telah disediakan dalam sistem ketatanegaraan. Dengan demikian, setiap perbedaan dapat diselesaikan tanpa merusak harmoni sosial dan stabilitas nasional. (*)

 

*) Peneliti Kebijakan Publik dan Politik – Pusat Studi Politik Rakyat (PSPR)

Banyak Aksi Demo UU TNI Karena Masyarakat Belum Pahami Informasi Utuh

Oleh: Andi Ramli

Gelombang demonstrasi yang menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terus bermunculan di berbagai daerah. Massa aksi turun ke jalan dengan membawa berbagai tuntutan yang didasarkan pada kekhawatiran terhadap dampak revisi tersebut. Namun, fenomena ini sesungguhnya lebih banyak dipicu oleh kurangnya pemahaman yang utuh terhadap substansi perubahan yang telah disahkan oleh DPR RI.

 

Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menilai bahwa banyaknya aksi protes ini terjadi karena masyarakat belum sepenuhnya memahami isi revisi UU TNI. Sejumlah tafsir pribadi berkembang luas dan menciptakan persepsi yang keliru mengenai substansi aturan baru itu.

 

Padahal, perubahan dalam UU TNI justru bertujuan membatasi peran TNI di ranah sipil, bukan sebaliknya. Beberapa jabatan yang sebelumnya memang telah ditempati oleh anggota TNI aktif kini hanya ditambah menjadi 14 instansi, termasuk BNPT, BNPB, dan BNPP. Di luar dari daftar tersebut, anggota TNI yang masih aktif harus mundur atau pensiun jika ingin menduduki jabatan di instansi sipil lainnya.

 

Menurut Dave, hambatan komunikasi turut memperparah kesalahpahaman di tengah masyarakat. Hingga kini, banyak pihak yang belum menerima draf final dari revisi UU TNI, sehingga beragam spekulasi bermunculan.

 

Salah satu kekhawatiran yang kerap disuarakan dalam demonstrasi adalah anggapan bahwa UU ini akan memperluas kewenangan TNI dalam ranah sipil dan kepolisian. Padahal, dalam ketentuan yang telah disahkan, tidak ada celah bagi TNI untuk memasuki ranah tersebut secara berlebihan.

 

Selain itu, penambahan usia dinas atau perpanjangan batas pensiun bagi perwira tinggi bertujuan agar rotasi kepemimpinan dalam tubuh TNI tidak terlalu cepat. Selama ini, banyak perwira bintang empat yang hanya berdinas dalam waktu singkat sebelum akhirnya digantikan. Hal ini dinilai menghambat kesinambungan strategi pertahanan negara.

 

Wakil Ketua DPRD Jawa Barat MQ Iswara juga menyoroti akar persoalan dari maraknya penolakan terhadap UU TNI. Menurutnya, masyarakat memperoleh informasi yang tidak utuh mengenai revisi ini, sehingga muncul berbagai asumsi yang tidak sesuai dengan realitas kebijakan.

 

Jika diperhatikan secara saksama, revisi ini sama sekali tidak mengandung upaya untuk menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Sebaliknya, revisi ini justru semakin mempertegas batasan peran TNI dalam sektor sipil.

 

Sebelum revisi, anggota TNI aktif dapat mengisi 10 jabatan di instansi pemerintahan, sedangkan kini jumlahnya hanya bertambah menjadi 14. Sementara itu, di luar daftar tersebut, anggota TNI yang masih aktif wajib mengundurkan diri sebelum menduduki jabatan tersebut.

 

Iswara juga menegaskan bahwa demonstrasi merupakan hak masyarakat dalam menyampaikan aspirasi, namun ia mengingatkan agar aksi dilakukan secara tertib. Setiap kelompok yang ingin berdialog dengan pemerintah sebaiknya memastikan terlebih dahulu bahwa mereka memahami substansi dari UU yang mereka kritik. Sebab, banyak aksi demonstrasi yang justru didasarkan pada asumsi keliru akibat kurangnya pemahaman terhadap isi regulasi yang telah disahkan.

 

Anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan memberikan pandangan serupa. Ia mengingatkan bahwa setiap individu yang merasa keberatan terhadap pengesahan UU TNI memiliki jalur hukum yang tersedia, yakni dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Jika memang ditemukan adanya pasal-pasal yang dianggap bermasalah, maka jalur hukum merupakan mekanisme terbaik untuk menguji konstitusionalitas undang-undang tersebut. Ia juga meminta agar masyarakat yang menolak revisi ini terlebih dahulu membaca dan memahami substansi pasal-pasal dalam UU TNI yang telah direvisi. Dengan cara ini, argumen yang disampaikan dalam aksi protes dapat lebih konstruktif dan berbasis data yang valid.

 

Hinca juga mengingatkan agar setiap bentuk demonstrasi dilakukan secara damai tanpa tindakan anarkistis. Kritik terhadap kebijakan pemerintah merupakan bagian dari demokrasi, tetapi harus dilakukan dengan cara yang tidak merugikan pihak lain.

 

Sayangnya, masih ada demonstrasi yang digelar tanpa pemahaman yang matang mengenai substansi aturan yang ditolak. Akibatnya, perdebatan yang terjadi justru semakin memperkeruh opini publik tanpa menghasilkan solusi yang konstruktif.

 

Munculnya berbagai aksi protes terhadap revisi UU TNI menunjukkan bahwa transparansi dalam penyampaian informasi masih perlu diperbaiki. Sosialisasi mengenai perubahan regulasi semacam ini harus lebih gencar dilakukan oleh pemerintah dan lembaga legislatif agar masyarakat tidak terjebak dalam asumsi yang keliru.

 

Penolakan terhadap suatu kebijakan sah dilakukan, namun harus disertai pemahaman yang komprehensif terhadap isi aturan yang dikritik. Dengan begitu, diskusi publik dapat berjalan secara lebih sehat dan menghindarkan masyarakat dari kesalahan persepsi yang justru merugikan kepentingan bersama. (*)

 

Analis Politik Nasional – Forum Kajian Demokrasi Indonesia

Waspada Hoaks dan Provokasi, Masyarakat Harus Paham Informasi Utuh UU TNI

JAKARTA — Ketua DPR RI Puan Maharani mengimbau masyarakat untuk membaca secara utuh dokumen final UU TNI sebelum menyampaikan protes atau penolakan.

 

Ia menegaskan bahwa dokumen tersebut telah tersedia di situs web DPR dan dapat diakses oleh publik.

 

“Tolong kita sama-sama menahan diri. Tolong baca, kan sudah ada di website DPR, sudah bisa dibaca di publik,” ujar Puan.

 

Ia juga menegaskan bahwa dokumen tersebut telah dilengkapi dengan penomoran dan masyarakat yang telah membaca memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya.

 

“Namun kalau belum baca, tolong dibaca dahulu,” tambahnya.

 

Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menilai berbagai aksi demonstrasi yang menolak UU TNI muncul akibat ketidaktahuan terhadap substansi perubahan dalam revisi tersebut.

 

Ia menyoroti adanya tafsir pribadi yang tidak sesuai dengan isi regulasi.

 

“Ini saya melihatnya ada hambatan komunikasi, isinya gimana, draf akhirnya belum diterima,” kata Dave.

 

Ia menegaskan bahwa UU TNI tidak memperluas kewenangan TNI dalam ranah sipil, tetapi justru membatasi jabatan yang dapat diisi oleh personel aktif.

 

Ia juga memastikan bahwa draf UU TNI telah tersedia di situs web DPR dan masyarakat dapat memeriksanya secara langsung.

 

“Kalau dikhawatirkan TNI over ke ranah sipil, ranah penegakan hukum, ke kepolisian, itu dipastikan tidak ada,” tegasnya.

 

Anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan menegaskan bahwa memahami substansi pasal-pasal dalam UU TNI sebelum menolak merupakan langkah yang bijak.

 

Ia berharap seluruh pihak yang menolak dapat membaca dokumen revisi secara utuh sebelum menyampaikan pendapatnya.

 

“Saya berharap sekali semua teman-teman aktivis, semua teman-teman yang menolak bacalah substansi pasal-pasalnya itu secara utuh, baru kemudian berikan pandanganmu yang tepat supaya fair,” pungkasnya.

 

Masyarakat diimbau untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum diverifikasi terkait UU TNI.

 

Memahami isi dokumen secara utuh sebelum menyimpulkan suatu regulasi menjadi langkah penting dalam menjaga objektivitas dan ketertiban dalam menyampaikan aspirasi. (*)

UU TNI Semakin Perjelas dan Batasi Keberadaan Prajurit di Ranah Sipil

JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dalam rapat paripurna pada Kamis, 20 Maret 2025.

 

Sejumlah perubahan dalam regulasi tersebut semakin memperjelas dan membatasi keberadaan prajurit TNI di ranah sipil.

 

Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono, menyoroti adanya kesalahpahaman di masyarakat terkait substansi perubahan dalam UU TNI.

 

Menurutnya, sejumlah tafsir pribadi yang berkembang telah menciptakan persepsi keliru mengenai isi aturan tersebut.

 

“Ini saya melihatnya ada hambatan komunikasi, isinya gimana, draf akhirnya belum diterima,” ujar Dave.

 

Dave menegaskan bahwa UU TNI justru membatasi peran TNI dalam jabatan sipil.

 

Ia menjelaskan bahwa aturan baru ini hanya menambahkan jabatan sipil tertentu yang bisa diisi prajurit aktif, seperti di BNPT, BNPB, dan BNPP.

 

“Dengan begitu, ada 14 jabatan sipil yang bisa diisi oleh TNI aktif, di luar itu maka TNI aktif harus mundur atau pensiun,” katanya.

 

Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, MQ Iswara, juga menekankan bahwa revisi UU TNI bukan upaya untuk menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI.

 

Ia menyatakan bahwa aturan tersebut dibuat untuk menegaskan batasan peran TNI di ranah sipil.

 

“Justru aturan ini dibuat untuk menegaskan bahwa dari 10 hanya 14 (instansi). Di luar itu, sekarang harus mengundurkan diri,” ujar Iswara, Jumat, 28 Maret 2025.

 

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menambahkan bahwa perubahan UU TNI ini bertujuan memperkuat modernisasi alutsista dan industri pertahanan dalam negeri.

 

“UU ini mampu memperkuat kebijakan modernisasi alutsista dan industri pertahanan dalam negeri untuk menopang kekuatan dan kemampuan TNI sebagai pengawal kedaulatan NKRI,” jelasnya dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta.

 

Dengan revisi ini, kedudukan dan koordinasi TNI semakin jelas. TNI tetap berada di bawah komando Presiden dengan dukungan strategis dari Kementerian Pertahanan.

 

DPR berharap perubahan ini semakin memperkuat kapabilitas TNI dalam menghadapi tantangan pertahanan modern serta meningkatkan kesejahteraan prajurit dan keluarganya.

 

Dengan adanya batasan yang semakin jelas, TNI diharapkan dapat menjalankan tugasnya secara profesional tanpa menimbulkan tumpang tindih dengan ranah sipil. (*)

Komisi III DPR Pastikan Pembahasan RUU Polri Penuh Partisipasi Publik

JAKARTA – Komisi III DPR RI menegaskan bahwa pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) akan dilakukan secara terbuka dan melibatkan partisipasi publik.

 

Meskipun hingga saat ini surat presiden (Surpres) mengenai revisi UU Polri belum diterima, DPR memastikan bahwa proses pembahasan nantinya akan berjalan secara transparan.

 

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan, menyatakan bahwa hingga saat ini pihaknya masih berfokus pada revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

 

Ia menegaskan bahwa Komisi III DPR selalu mengedepankan prinsip transparansi dalam setiap pembahasan regulasi yang dilakukan.

 

“Saya sampai hari ini di Komisi III, belum ada (Surpres). Kami masih fokus di KUHAP,” ujar Hinca.

 

Ia memastikan bahwa jika RUU Polri masuk ke Komisi III, pembahasannya akan dilakukan secara terbuka sebagaimana revisi KUHAP.

 

“Lihatlah, KUHAP saja kami bahas secara terbuka. Kami buat presentasinya, kami jelaskan substansinya, dan kami mengundang banyak pihak untuk berdiskusi. Percayalah, jika RUU Polri masuk ke Komisi III, kami juga akan melakukan hal yang sama,” tegasnya.

 

Ketua DPR RI, Puan Maharani, turut memastikan bahwa hingga saat ini pimpinan DPR belum menerima Surpres terkait revisi UU Polri.

 

Ia mengklarifikasi bahwa dokumen yang beredar di publik bukan merupakan dokumen resmi.

 

“Surpres saya tegaskan sampai saat ini belum diterima pimpinan DPR. Jadi yang beredar di publik atau beredar di masyarakat itu bukan Surpres resmi,” ungkap Puan.

 

Ia juga menjelaskan bahwa daftar inventarisasi masalah (DIM) yang beredar bukan dokumen resmi yang diterima oleh DPR.

 

“Jadi kami pimpinan DPR belum menerima Surpres tersebut. Jadi kalau sudah ada DIM yang beredar, itu bukan DIM resmi. Itu kami tegaskan,” imbuhnya.

 

Puan meminta masyarakat untuk tidak berspekulasi sebelum adanya dokumen resmi yang diterima dan dibahas DPR.

 

Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Soedeson Tandra, mendorong agar pembahasan RUU Polri dan Kejaksaan segera dilakukan bersama pemerintah.

 

Menurutnya, revisi kedua UU tersebut perlu disesuaikan dengan pembaruan KUHAP yang tengah dibahas di Komisi III DPR.

 

“Kalau saya melihat perlu. Kenapa, karena kita menyambut KUHP baru, juga KUHAP yang baru,” ujar Soedeson.

 

Ia berharap RUU Polri dan Kejaksaan bisa diselesaikan tahun ini karena telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

 

DPR menegaskan komitmennya untuk membahas revisi UU Polri dengan keterbukaan dan melibatkan partisipasi masyarakat.

 

Dengan demikian, setiap perubahan regulasi yang dilakukan tetap selaras dengan kebutuhan hukum dan kepentingan publik. (*)

Mengutuk Kekejaman OPM: Seruan untuk Stabilitas dan Keamanan Papua

JAYAPURA – Aksi kekerasan yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Yahukimo kembali menuai kecaman. Serangan brutal yang mengancam nyawa warga sipil tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Masyarakat Papua berhak hidup dalam suasana aman dan damai, tanpa teror yang terus-menerus menghantui kehidupan mereka.

Martina Natkime, Tokoh Perempuan Papua, mengecam keras tindakan kekerasan yang terus terjadi di wilayah tersebut. “Tidak ada tempat bagi aksi biadab seperti ini di tanah Papua. Masyarakat harus bisa hidup dengan tenang dan bebas dari rasa takut,” tegasnya.

Menurutnya, stabilitas keamanan adalah kunci utama agar aktivitas ekonomi, sosial, dan pendidikan dapat berjalan dengan baik. Gangguan keamanan hanya akan menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua.

Selain itu, ia menekankan bahwa semua elemen masyarakat harus turut serta dalam menjaga keamanan wilayahnya. “Keamanan bukan hanya tanggung jawab aparat, tetapi juga seluruh masyarakat Papua. Semua pihak harus bersatu melawan aksi teror yang merusak kedamaian,” tambahnya.

Martina juga mengajak generasi muda Papua untuk tidak mudah terprovokasi oleh kelompok yang menyebarkan kebencian dan perpecahan. Menurutnya, masa depan Papua ada di tangan anak muda yang berkontribusi positif bagi kemajuan daerahnya.

Ia juga menyoroti pentingnya pendekatan persuasif dalam membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya keamanan. “Kita harus melawan dengan cara yang lebih cerdas, membangun Papua dengan pendidikan dan kesejahteraan,” pungkasnya.

Pemerintah dan aparat keamanan diharapkan terus mengambil langkah tegas untuk memberantas aksi kekerasan yang merugikan masyarakat. Penegakan hukum yang adil dan upaya pendekatan kesejahteraan harus berjalan beriringan demi menciptakan Papua yang lebih aman dan sejahtera.

Dengan adanya kolaborasi antara masyarakat, tokoh adat, dan pemerintah, stabilitas keamanan di Papua diharapkan semakin kuat. Masyarakat Papua berhak mendapatkan kehidupan yang layak, tanpa rasa takut akibat aksi brutal kelompok bersenjata. [^]

Nduga Bangkit: Rekonsiliasi dan Pembangunan Menjadi Fokus Utama

Nduga – Pemerintah Kabupaten Nduga menegaskan komitmennya dalam membangun daerah dengan mengutamakan rekonsiliasi dan penguatan sektor ekonomi, infrastruktur, pendidikan, serta kesehatan. Konflik berkepanjangan yang sebelumnya melanda Nduga kini telah terkendali, membuka peluang bagi percepatan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat.

Mantan Pj. Bupati Nduga, Elai Giban, menegaskan bahwa era konflik yang membayangi Nduga selama 16 tahun telah berakhir. Ia menekankan pentingnya membangun daerah agar sejajar dengan kabupaten lain di Indonesia.

“Segala konflik sudah kami kendalikan, termasuk pembebasan pilot yang sempat menjadi perhatian nasional. Sekarang, saatnya Nduga bangkit untuk membangun daerah ini. Jika Nduga maju, maka Indonesia juga akan maju,” tegas Giban.

Komitmen tersebut juga ditegaskan oleh Bupati Nduga, Dinar Kelnea, yang dalam 100 hari kerja pertamanya akan mengutamakan rekonsiliasi di 32 distrik dan 248 kampung.

“Berbagai masalah akan dibahas dalam rekonsiliasi ini berdasarkan tiga pilar utama, yaitu adat, agama, dan pemerintahan. Ini langkah penting untuk mengakhiri konflik antarwarga yang selama ini menjadi penghambat pembangunan,” ujar Kelnea.

Ia menegaskan bahwa pendekatan hukum positif akan menjadi landasan dalam menyelesaikan sengketa, sehingga anggaran daerah dapat dialokasikan sepenuhnya untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Selain rekonsiliasi, pemerintahan di bawah kepemimpinan Bupati Dinar Kelnea dan Wakil Bupati Yoas Beon akan memastikan kelancaran administrasi dengan segera mendistribusikan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA). Hal ini untuk memastikan program-program prioritas berjalan sesuai rencana.

“Kami ingin semua yang mengabdi di Pemkab Nduga bekerja dengan hati dan memiliki komitmen tinggi untuk perubahan dan keadilan. Dengan fondasi yang kuat dari adat, agama, dan pemerintahan, kami optimistis Nduga akan berkembang lebih baik,” pungkas Wakil Bupati Yoas Beon.

Pemerintah Kabupaten Nduga mengajak seluruh masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan menjaga stabilitas daerah. Dengan semangat persatuan dan rekonsiliasi, Nduga siap melangkah menuju masa depan yang lebih cerah. //

Aliran Sesat Tarekat Ana’ Loloa Ancaman bagi Harmoni Umat Beragama

Oleh : Siti Fadilah
Kemunculan aliran sesat Pangissengana Tarekat Ana’ Loloa di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, telah mengganggu ketentraman masyarakat. Aliran ini menambah rukun Islam menjadi 11 dan mengajarkan bahwa ibadah haji tidak perlu dilakukan di Makkah, melainkan ke Gunung Bawakaraeng di Kabupaten Gowa. Keberadaan ajaran tersebut bertentangan dengan akidah Islam serta berpotensi merusak harmoni umat beragama di Indonesia.

Aliran ini pertama kali muncul pada Ramadan 2024 di Dusun Bonto-bonto, Desa Bonto Somba, Kecamatan Tompobulu. Petta Bau, seorang wanita berusia 59 tahun, menjadi pemimpin ajaran ini.

Kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bonto-bonto, Marzuki, mengungkapkan bahwa sejak awal kemunculannya, aliran tersebut telah memicu keresahan warga. Pengikut ajaran ini diajarkan bahwa ibadah haji di Tanah Suci tidak sah kecuali dilakukan di Gunung Bawakaraeng.

Selain penyimpangan dalam rukun Islam, aliran ini mewajibkan para pengikutnya membeli benda pusaka sebagai syarat masuk surga. Marzuki juga menjelaskan bahwa anggota kelompok ini dilarang membangun rumah dengan alasan dunia akan segera kiamat.

Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun rumah justru dialihkan untuk membeli benda pusaka. Konsep ini semakin menambah kontroversi, karena ajaran tersebut mengarah pada pemahaman yang menyimpang dan dapat menyesatkan umat.

Keberadaan aliran ini tidak hanya menyimpang dari ajaran Islam, tetapi juga menciptakan ketidakstabilan sosial di tengah masyarakat. Marzuki menegaskan bahwa ajaran ini telah dihentikan sejak 2024, namun belakangan kembali mencuat dengan klaim-klaim yang semakin meresahkan.

Petta Bau bahkan mengaku sebagai ibu angkat Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Klaim tersebut digunakan untuk menakut-nakuti warga dan memperkuat kedudukannya sebagai pemimpin aliran ini.

Kepala Desa Bonto Somba, Suparman, juga menyampaikan bahwa Petta Bau mengaku sebagai ibu angkat dari Seskab Mayor Teddy Indra Wijaya. Pernyataan ini bukan sekadar omong kosong bagi pengikutnya, melainkan dipercaya dan dijadikan pegangan dalam menjalankan ajaran mereka. Kepercayaan tanpa dasar seperti ini semakin memperkuat keyakinan para pengikutnya, meskipun bertentangan dengan ajaran agama yang benar.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Maros telah menyatakan Pangissengana Tarekat Ana’ Loloa sebagai aliran sesat. Pernyataan ini dikeluarkan melalui Maklumat MUI Maros nomor 50/M-MUI-MRS/III/2025 pada 14 Maret 2025.

Keputusan ini diambil setelah koordinasi dengan tim koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Maros. Sekretaris MUI Maros, Ilyas Said, menegaskan bahwa berdasarkan investigasi dan data yang terkumpul, aliran tersebut telah memenuhi kriteria sebagai ajaran sesat.

Ilyas juga meminta Petta Bau untuk menghentikan penyebaran ajarannya dan menjalani pembinaan. Aliran ini dianggap meresahkan masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik sosial. Jika ajaran ini terus disebarkan, ada potensi pelanggaran hukum yang dapat dikenakan kepada Petta Bau dan pengikutnya yang tetap menyebarkan ajaran ini secara terbuka.

Dalam ajaran Islam, terdapat lima rukun Islam dan enam rukun iman yang telah menjadi dasar keimanan dan ibadah umat Muslim di seluruh dunia. Upaya untuk mengubah atau menambah ajaran tersebut berpotensi menimbulkan kekacauan dan perpecahan dalam masyarakat.

Penyebaran ajaran yang menyimpang seperti yang dilakukan oleh Pangissengana Tarekat Ana’ Loloa dapat melemahkan pemahaman keagamaan yang benar dan menciptakan polemik di tengah umat Islam.

Selain itu, ajaran ini juga berisiko merusak hubungan antarumat beragama di Indonesia. Masyarakat yang terpecah akibat doktrin yang menyesatkan bisa memicu konflik horizontal yang lebih luas. Pemaksaan kepercayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam juga dapat menciptakan gesekan antara penganut aliran ini dengan umat Muslim lainnya.

Penindakan terhadap aliran-aliran sesat seperti ini harus dilakukan dengan tegas, namun tetap dalam koridor hukum dan pembinaan yang bijak. Pemerintah, bersama MUI dan aparat penegak hukum, perlu terus mengawasi serta memastikan bahwa ajaran-ajaran yang berpotensi merusak harmoni beragama tidak berkembang lebih luas. Penyuluhan dan edukasi terhadap masyarakat juga menjadi langkah penting untuk mencegah penyebaran ajaran-ajaran yang menyimpang dari ajaran Islam.

Masyarakat diharapkan tetap waspada terhadap ajaran-ajaran yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keislaman yang telah diajarkan secara turun-temurun. Dengan pemahaman yang benar, umat beragama dapat tetap menjaga keharmonisan dan tidak terjebak dalam aliran yang menyesatkan.

Keberadaan Pangissengana Tarekat Ana’ Loloa harus menjadi pengingat bagi seluruh elemen masyarakat akan pentingnya keteguhan dalam menjalankan ajaran agama yang benar serta kewaspadaan dalam menghadapi ajaran-ajaran yang menyimpang. (*)

*) Staf Ahli Ideologi Nasional – Lembaga Kebangsaan Indonesia (LKI)

Optimalisasi Rekayasa Lalu Lintas, Strategi Pemerintah Wujudkan Kelancaran Mudik

Jakarta – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa kebijakan rekayasa lalu lintas, seperti sistem one way dan ganjil genap, terbukti efektif dalam mengurai kepadatan dan mempercepat waktu tempuh pemudik.

Saat meninjau arus mudik di Gerbang Tol Cikampek Utama (KM 70) dan Gerbang Tol Kalikangkung (KM 414), Kapolri menjelaskan bahwa kebijakan ini diterapkan secara bertahap sejak Kamis (27/3) malam. Dengan sinergi berbagai pihak, sistem ini diperluas hingga KM 414 dan Bawen, Jawa Tengah, guna memastikan kelancaran arus mudik.

“Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan aman dan lancar,” ujar Kapolri.

Berkat strategi tersebut, waktu tempuh pemudik dari Jakarta ke Jawa Tengah menurun signifikan, dengan rata-rata perjalanan hanya 5 jam 12 menit. Selain itu, tingkat kecelakaan lalu lintas juga mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, membuktikan efektivitas kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah.

Pemerintah juga mengimbau masyarakat untuk tetap berhati-hati dan memanfaatkan rest area jika merasa lelah, mengingat adanya potensi cuaca hujan sepanjang perjalanan.

“Saya mengimbau kepada masyarakat untuk tetap berhati-hati. Jika sudah lelah, manfaatkan rest area agar perjalanan tetap aman hingga tujuan,” tutur Kapolri.

Selain memastikan kelancaran mudik, Kapolri juga menginstruksikan seluruh petugas untuk bersiaga di 227 objek wisata yang diprediksi ramai setelah arus mudik.

“Pascakegiatan mudik, pos pam dan pos pelayanan harus siap mengamankan jalur wisata agar tidak terjadi permasalahan,” tegasnya.

Di sisi lain, penerapan sistem ganjil genap di Pelabuhan Merak juga memberikan dampak positif dalam mengurangi kepadatan kendaraan. Para pemudik merasa perjalanan lebih lancar dibandingkan tahun sebelumnya.

Kebijakan rekayasa lalu lintas ini merupakan bukti nyata kesuksesan pemerintah dalam mengelola arus mudik, demi keselamatan dan kenyamanan masyarakat.