Pemerintah Alokasikan 20 Ribu Rumah Subsidi untuk Buruh

Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) resmi mengalokasikan sebanyak 20.000 unit rumah subsidi untuk buruh di seluruh Indonesia. Program ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja dan akan dimulai dengan penyerahan simbolis 100 unit rumah pada 1 Mei 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Buruh Internasional.

“Rumah untuk para buruh ini merupakan kado terbaik dari Presiden Prabowo Subianto. Kami targetkan serah terima rumah subsidi dilakukan pada 1 Mei 2025,” ujar Menteri PKP Maruarar Sirait.

Program rumah subsidi ini menggunakan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), termasuk buruh. Rumah subsidi ini akan dibangun di berbagai wilayah seperti Banten, Jakarta, dan Jawa Barat, dengan mempertimbangkan kedekatan lokasi terhadap kawasan industri agar lebih mudah dijangkau para buruh.

“Lokasi dan kualitas adalah dua hal yang tidak bisa ditawar. Kami ingin rumah yang disediakan benar-benar layak huni dan dekat dengan tempat kerja buruh,” tegas Maruarar.

Untuk memastikan program ini tepat sasaran, data penerima akan disesuaikan dengan data MBR dari Badan Pusat Statistik (BPS), serta dikoordinasikan bersama Kementerian Ketenagakerjaan. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyebut data makro dan mikro akan dihimpun dan direkonsiliasi melalui Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) guna mendukung penyaluran yang akurat.

Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menjelaskan bahwa skema KPR FLPP memungkinkan buruh memiliki rumah dengan harga terjangkau, cicilan ringan, dan bunga rendah. Ia juga menambahkan bahwa pemerintah terus berinovasi agar akses terhadap rumah layak semakin terbuka lebar bagi kalangan buruh.

“Dengan KPR FLPP, buruh dapat menikmati kemudahan dalam memiliki rumah. Kami juga terus mendampingi agar proses pembiayaan berlangsung lancar dan tidak memberatkan,” jelas Heru.

Menteri Ketenagakerjaan Prof. Yassierli turut mengapresiasi langkah cepat Kementerian PKP. Ia menyebut program ini sebagai bentuk nyata penghargaan terhadap buruh sebagai aset bangsa, bukan sekadar alat produksi.

“Perumahan yang layak akan berdampak langsung pada produktivitas dan kesejahteraan buruh. Ini bukan hanya soal tempat tinggal, tapi juga bentuk penghargaan negara terhadap kerja keras mereka,” ujar Yassierli.

Perwakilan buruh dari KSPSI, Ahmad Supriyadi, juga menyambut positif program ini dan berharap lokasi rumah diperhatikan agar mobilitas para buruh tidak terganggu.
“Kami sangat mendukung program ini, semoga benar-benar memberi manfaat jangka panjang bagi buruh dan keluarganya,” katanya. (*)

[edRW]

Pemerintah Targetkan Serahkan Rumah Subsidi Tanggal 1 Mei

Oleh : Gavin Asadit )*

Pemerintah Indonesia kembali menunjukkan komitmennya dalam mewujudkan keadilan sosial, terutama di sektor perumahan, dengan menargetkan penyerahan rumah subsidi secara simbolis pada tanggal 1 Mei 2025. Momentum ini bertepatan dengan peringatan Hari Buruh Internasional, yang menjadi simbol solidaritas dan perjuangan hak-hak pekerja, termasuk hak atas hunian yang layak.

Program rumah subsidi ini dirancang khusus untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang selama ini kesulitan mengakses rumah melalui skema komersial. Inisiatif ini juga merupakan bagian dari langkah strategis menuju pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat sekaligus mengatasi persoalan backlog perumahan nasional yang masih cukup tinggi.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, mengatakan bahwa pemerintah tengah mempersiapkan penyerahan rumah subsidi secara serentak di berbagai daerah pada tanggal 1 Mei 2025. Wilayah yang menjadi fokus pelaksanaan tahap awal program ini antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Rencana penyerahan ini tidak hanya bersifat seremonial, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam perjalanan panjang pemerintah untuk mewujudkan program 3 juta rumah yang telah dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

Program rumah subsidi ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah dalam memberikan kemudahan akses perumahan bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya mereka yang termasuk dalam kategori MBR. Dalam pelaksanaannya, pemerintah menawarkan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga tetap dan jangka waktu pembayaran yang panjang. Salah satu keunggulan skema ini adalah pelonggaran rasio loan-to-value (LTV) hingga 100 persen, artinya masyarakat dapat membeli rumah tanpa uang muka. Hal ini tentu menjadi kabar baik bagi banyak keluarga muda atau buruh yang selama ini sulit mengumpulkan dana awal untuk memiliki rumah sendiri.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan, pihaknya siap memberikan dukungan terhadap berbagai program perumahan pro rakyat seperti 3 Juta Rumah. Hal itu diperlukan karena sektor properti dapat membuka keran investasi sekaligus mendorong berjalannya sektor industri dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas.

Di sisi lain, Pemerintah juga telah menggandeng sejumlah pemangku kepentingan untuk mendukung program ini, seperti Bank Tabungan Negara (BTN), Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), serta Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi). Melalui kolaborasi ini, pemerintah berupaya memastikan ketersediaan stok rumah siap huni dan mempercepat proses akad kredit bagi calon pemilik rumah. Dalam tahun 2025 ini, pemerintah menargetkan kuota pembangunan rumah subsidi mencapai 800.000 unit, meningkat drastis dibandingkan tahun 2024 yang hanya mencapai sekitar 220.000 unit.

Langkah ambisius ini tentu membawa dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Dari sisi sosial, ketersediaan rumah layak dan terjangkau akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Mereka yang sebelumnya tinggal di rumah kontrakan atau hunian tidak layak kini dapat merasakan kenyamanan dan keamanan memiliki rumah sendiri. Dampak psikologis dari memiliki rumah pun sangat besar, karena memberikan rasa stabilitas dan kepastian bagi keluarga.

Dari sisi ekonomi, pembangunan rumah subsidi akan memacu pertumbuhan sektor properti dan konstruksi nasional. Rantai pasok bahan bangunan, tenaga kerja, hingga jasa penunjang lainnya akan ikut bergerak, membuka lebih banyak lapangan kerja, dan mendorong aktivitas ekonomi lokal di sekitar lokasi pembangunan. Selain itu, kepemilikan rumah dapat meningkatkan produktivitas masyarakat karena mereka tidak lagi dibebani oleh kepindahan terus-menerus atau beban biaya sewa tinggi.

Terkait dengan pemilihan tanggal 1 Mei sebagai momentum serah terima rumah subsidi, pemerintah ingin memberikan penghargaan kepada para pekerja dan buruh yang selama ini menjadi tulang punggung pembangunan nasional. Rumah subsidi bukan sekadar fasilitas fisik, tetapi simbol kehadiran negara dalam menjamin hak dasar warganya. Harapannya, dengan memiliki rumah sendiri, para buruh bisa menjalani kehidupan yang lebih tenang, sehat, dan sejahtera.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menekankan program ini merupakan bentuk kepedulian Presiden terhadap nasib buruh. Penyerahan 100 unit tahap pertama, menurutnya, menjadi langkah awal dari target program rumah bersubsidi yang lebih besar. Pihaknya juga menyatakan bahwa program tersebut sebagai bukti kepedulian negara kepada para pekerja dan buruh.

Secara keseluruhan, program rumah subsidi tahun 2025 ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam menciptakan tatanan kehidupan yang lebih adil dan seimbang. Program ini bukan hanya soal membangun rumah, melainkan juga membangun harapan, stabilitas sosial, dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Apabila dapat dijalankan secara berkelanjutan dan tepat sasaran, program ini akan menjadi salah satu warisan terbaik dari kebijakan perumahan nasional.

Dengan target penyerahan rumah subsidi pada 1 Mei 2025, pemerintah menegaskan bahwa perumahan bukan lagi hak istimewa, melainkan hak dasar yang wajib dipenuhi bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali. Langkah ini menjadi harapan baru bagi jutaan keluarga Indonesia untuk dapat hidup lebih layak dan bermartabat di tanah sendiri.

)* Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan

Ketersediaan Rumah Bagi Buruh: Upaya Nyata Menuju Kesejahteraan Pekerja

Oleh : Veritonaldi )*
Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen serius dalam meningkatkan kesejahteraan buruh melalui penyediaan rumah subsidi yang layak dan terjangkau. Inisiatif ini menjadi langkah konkret yang tidak hanya memperkuat perlindungan sosial bagi kelompok pekerja, tetapi juga menandai era baru di mana buruh semakin diakui sebagai pilar pembangunan nasional. Dimulainya penyerahan rumah subsidi pada 1 Mei 2025, bertepatan dengan Hari Buruh Internasional, menandai babak penting dalam perjalanan panjang perjuangan kaum pekerja menuju kehidupan yang lebih baik.

Program ini diprakarsai oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) di bawah Menteri Maruarar Sirait yang didukung penuh oleh Kementerian Ketenagakerjaan serta Badan Pusat Statistik (BPS). Penandatanganan Nota Kesepahaman antara ketiga lembaga ini menjadi fondasi yang kokoh dalam membangun sinergi lintas sektor demi mewujudkan hunian layak bagi para buruh. Menteri Maruarar menyatakan bahwa rumah subsidi ini merupakan bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap buruh, sekaligus menjawab kebutuhan dasar yang selama ini kerap menjadi beban berat bagi pekerja berpenghasilan rendah.

Sebagai wujud awal pelaksanaan program, pemerintah akan menyerahkan 100 unit kunci rumah kepada buruh di kawasan Jabodetabek. Ini merupakan bagian dari rencana lebih besar, yakni pembangunan dan distribusi 20.000 unit rumah subsidi yang akan diperuntukkan khusus bagi pekerja. Langkah ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya kehadiran negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat, khususnya kelompok buruh yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli juga menekankan bahwa pemberian rumah subsidi ini bukan sekadar kebijakan teknis, melainkan bentuk kepedulian mendalam pemerintah terhadap kondisi riil para pekerja. Ia menilai program ini akan berdampak signifikan terhadap produktivitas dan kesejahteraan buruh, sekaligus mempererat hubungan industrial antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Dalam jangka panjang, ketersediaan rumah yang layak akan memberikan dampak psikologis positif yang mendukung stabilitas keluarga buruh, meningkatkan motivasi kerja, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Kebijakan ini juga dirancang secara inklusif dengan memperhatikan berbagai aspek, mulai dari harga, lokasi, hingga persyaratan yang disesuaikan dengan kemampuan buruh. Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho menjelaskan bahwa buruh yang ingin mengakses program ini harus termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), belum memiliki rumah sebelumnya, serta belum pernah menerima subsidi perumahan dari pemerintah. Skema pembiayaan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dengan bunga tetap lima persen dan tenor maksimal 20 tahun dinilai sangat meringankan.

Harga rumah subsidi pun ditetapkan sesuai dengan kemampuan daya beli buruh di masing-masing daerah. Di kawasan Jabodetabek, harga maksimal rumah ditetapkan sebesar Rp185 juta, sementara di Jawa dan Sumatera (di luar Jabodetabek) mencapai Rp166 juta. Di wilayah lain seperti Sulawesi dan Kalimantan, harga rumah di kisaran Rp177 juta hingga Rp182 juta, sementara di wilayah timur Indonesia seperti Maluku dan Papua mencapai Rp240 juta. Skema pembayaran juga dirancang ringan dengan uang muka hanya satu persen dari harga rumah, serta cicilan yang telah mencakup berbagai jenis asuransi seperti asuransi jiwa, kebakaran, dan kredit.

Yang menarik, rumah subsidi ini tidak hanya memperhatikan aspek harga dan pembiayaan, tetapi juga dirancang untuk berada dekat dengan kawasan industri. Tujuannya agar buruh tidak perlu menempuh jarak jauh dari rumah ke tempat kerja, yang selama ini menjadi salah satu persoalan laten dalam kehidupan buruh urban. Lokasi strategis ini akan sangat membantu dalam mengurangi biaya transportasi dan meningkatkan kualitas hidup pekerja secara keseluruhan.

Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah memahami urgensi persoalan perumahan yang dihadapi oleh buruh. Selama ini, kepemilikan rumah masih menjadi impian yang sulit dijangkau bagi banyak pekerja karena harga yang tinggi, keterbatasan akses pembiayaan, dan minimnya ketersediaan hunian di lokasi strategis. Melalui program rumah subsidi ini, pemerintah tidak hanya membangun rumah secara fisik, tetapi juga membangun harapan dan masa depan yang lebih baik bagi keluarga buruh di seluruh Indonesia.

Dari perspektif kebijakan publik, program ini merupakan bentuk intervensi negara yang positif dan berpihak. Pemerintah tidak menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab kesejahteraan kepada mekanisme pasar, melainkan hadir langsung dalam menyediakan kebutuhan dasar yang esensial. Ini sejalan dengan prinsip negara kesejahteraan (welfare state) yang menempatkan perumahan sebagai hak dasar warga negara.
Ke depan, keberhasilan program ini sangat bergantung pada koordinasi lintas lembaga, kemudahan akses informasi, dan sistem verifikasi yang adil serta transparan. Selain itu, peran aktif serikat buruh dan serikat pekerja sangat dibutuhkan untuk mendukung sosialisasi, pendataan, dan pendampingan bagi anggotanya dalam proses pengajuan rumah subsidi. Semangat gotong royong antara pemerintah, pekerja, dan sektor swasta menjadi kunci utama agar program ini tidak hanya berjalan, tetapi juga berkelanjutan.
Secara keseluruhan, penyediaan rumah subsidi bagi buruh adalah langkah monumental yang patut diapresiasi. Kebijakan ini tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek dalam bentuk tempat tinggal yang layak, tetapi juga menciptakan fondasi kuat bagi stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pemerintah melalui program ini telah mengirim pesan jelas bahwa kesejahteraan buruh bukan sekadar slogan, melainkan menjadi bagian penting dari agenda pembangunan nasional yang inklusif dan berkeadilan.
)* Penulis adalah Pengamat Sosial

Program Swasembada Pangan Papua Berbasis Kearifan Lokal dan Karakteristik Wilayah

Teluk Bintuni – Pemerintah berfokus pada upaya mencapai swasembada pangan nasional, seperti halnya di wilayah Papua. Dalam berbagai kesempatan, pemerintah menekankan pentingnya sinergi antara pengelolaan lingkungan hidup, ketahanan pangan, dan karakteristik wilayah untuk memastikan keberlanjutan program swasembada pangan, termasuk mempertimbangkan kearifan lokal.

Salah satu contoh nyata pelaksanaan program swasembada pangan di tingkat daerah terlihat di Kabupaten Teluk Bintuni. Pemerintah Kabupaten bersama masyarakat melakukan panen padi di Kampung Waraitama, Distrik Manimeri.

Bupati Teluk Bintuni, Yohanis Manibuy melalui Asisten III Setda Teluk Bintuni, Yohanis Manobi, menegaskan bahwa sektor pertanian menjadi prioritas pembangunan daerah.

“Pembangunan sektor pertanian, khususnya tanaman padi, memiliki peran strategis dalam meningkatkan ketahanan pangan dan perekonomian masyarakat. Ini bukan sekadar soal produksi pangan, tetapi juga berdampak besar terhadap pendapatan daerah dan penciptaan lapangan kerja,” ujarnya.

Program swasembada pangan di Teluk Bintuni juga sejalan dengan visi nasional.

“Program ini sejalan dengan visi Asta Cita Pembangunan Presiden Prabowo Subianto yang menitikberatkan pada kemandirian pangan, energi, dan air, serta penguatan ekonomi kreatif, hijau, dan biru,” sambung Yohanis.

Kondisi geopolitik global juga menjadi alasan semakin mendesaknya keberhasilan program swasembada pangan. Penjabat Gubernur Papua, Ramses Limbong, menegaskan bahwa Papua siap mengambil langkah konkret atas kebijakan tarif impor dan bea masuk yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump sebesar 32 persen terhadap Indonesia, meskipun masih dievaluasi.

“Soal penerapan tarif impor dan bea masuk, belum ada kebijakan dari pemerintah pusat terkait apa yang harus dilakukan. Namun sesuai arahan Presiden Prabowo, bagaimana kita meningkatkan swasembada pangan,” ujar Ramses.

Ia menambahkan bahwa penguatan produksi dalam negeri adalah kunci untuk menghadapi tekanan eksternal.

“Yang perlu kita genjot adalah bagaimana meningkatkan swasembada pangan, khususnya di sektor pertanian. Yang membuat kebijakan ekspor itu kan hanya Amerika, sementara ekspor ikan kita mencakup Jepang, Korea, China dan Eropa,” jelasnya.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan kesuksesan ekonomi hijau dan swasembada pangan hanya bisa dicapai bila seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang hingga Merauke, memiliki kesamaan tujuan dalam pengendalian lingkungan.

Untuk itu, pemerintah pusat telah merampungkan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) sebagai pedoman strategis nasional.

“Kita bersyukur hari ini, Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), peraturan pemerintahnya telah selesai ditandatangani oleh semua menteri terkait. Kita menunggu penomerannya dan habis itu kita akan melakukan sosialisasi,” tuturnya.

.

Program Swasembada Pangan Optimalisasi Penggunaan Lahan di Papua

Merauke — Pemerintah terus menggenjot program swasembada pangan nasional melalui optimalisasi lahan pertanian di Papua, khususnya di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan. Langkah strategis ini tidak hanya menjadi jawaban atas kebutuhan dalam negeri, tetapi juga membuka peluang Indonesia menjadi lumbung pangan dunia.

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, menegaskan bahwa pemerintah telah membuka satu juta hektare lahan pertanian baru di Merauke sebagai bagian dari upaya mewujudkan swasembada pangan nasional. Menurutnya, pemanfaatan lahan tidur di Papua adalah langkah penting agar Indonesia tak lagi bergantung pada impor, bahkan berpotensi menjadi pemasok pangan bagi negara-negara lain.

“Kita sudah buka 1 juta hektare lahan persawahan di Papua (Merauke). Kalau kita tidak buka lahan pertanian baru, kita ambil pangan di mana?” tegas Mentan Amran dalam keterangan resminya.

Ia juga menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah dalam menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras sebesar Rp 6.500 per kilogram menjadi bukti nyata keberpihakan negara kepada petani dan rakyat.

“Sekarang ini petani bahagia, produksi meningkat, pangan kita kuat, stok kita tertinggi selama 20 tahun,” tambahnya dengan optimis.

Senada dengan Mentan, Penjabat Gubernur Papua, Ramses Limbong, menilai program swasembada pangan menjadi langkah strategis dalam menghadapi ketidakpastian global, termasuk dampak dari kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memberlakukan tarif impor dan bea masuk hingga 32 persen.

“Yang perlu kita genjot adalah bagaimana meningkatkan swasembada pangan, khususnya di sektor pertanian,” jelas Ramses.

Menurutnya, penguatan produksi pangan dalam negeri menjadi jawaban terbaik atas tantangan pasar global yang tidak menentu. Pemprov Papua pun siap mendukung kebijakan pusat, sembari menunggu petunjuk teknis lebih lanjut untuk mendukung para eksportir lokal.

Sementara itu, Pimpinan Wilayah Bulog Papua dan Papua Barat, Ahmad Mustari, menyatakan bahwa percepatan penyerapan hasil panen menjadi prioritas utama dalam mendukung ketahanan pangan di wilayah timur Indonesia.

“Merauke adalah salah satu kekuatan pangan nasional di timur Indonesia. Kami ingin memastikan setiap butir beras yang dipanen petani mendapatkan tempat yang layak di pasar,” ujar Ahmad.

Bulog, lanjutnya, berkomitmen untuk tidak hanya memperlancar logistik dan distribusi beras, tetapi juga memastikan keberlanjutan ekonomi bagi petani. Ahmad menegaskan, dengan optimalisasi lahan di Merauke, Papua akan terus menjadi tumpuan penting dalam mewujudkan swasembada pangan Indonesia.

Dengan potensi luar biasa yang dimiliki, Papua kini tidak hanya menjadi harapan Indonesia, tapi juga calon pusat pangan dunia.

Pemerintah Terus Lakukan Percepatan Swasembada Pangan Papua

Oleh : Ratna Desi Subagja )*
Upaya pemerintah untuk mempercepat terwujudnya swasembada pangan di Papua tidak hanya mencerminkan keseriusan dalam membangun kemandirian pangan nasional, tetapi juga menunjukkan kepedulian nyata terhadap pemerataan kesejahteraan masyarakat hingga ke wilayah paling timur Indonesia. Papua, yang selama ini kerap dicitrakan sebagai daerah tertinggal, kini tengah diangkat menjadi lumbung pangan masa depan bangsa, berkat berbagai langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian, Kementerian Koordinator Bidang Pangan, serta sinergi bersama BUMN dan masyarakat.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan pemerintah sedang melakukan percepatan program swasembada pangan di Papua melalui pendekatan yang sistematis dan terintegrasi. Pendampingan langsung kepada petani dipadukan dengan penerapan mekanisasi pertanian menjadi kunci transformasi dari pertanian tradisional menuju pertanian modern. Langkah ini bukan hanya meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tetapi juga membuka peluang kesejahteraan yang lebih besar bagi petani lokal.

Penerapan teknologi pertanian modern seperti penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan), teknologi benih unggul, serta sistem irigasi yang canggih merupakan bentuk konkret dari visi besar pemerintah. Dalam hal ini, Presiden Prabowo Subianto secara eksplisit menaruh perhatian serius agar Papua menjadi pilar utama dalam ketahanan pangan nasional. Gagasan besar berupa program cetak sawah baru di kawasan potensial seperti Merauke, serta pembangunan saluran irigasi tersier, menjadi langkah awal yang menjanjikan.

Salah satu terobosan nyata adalah pemberian benih unggul secara gratis kepada petani, terutama di daerah yang siap bertransformasi menuju pertanian modern. Di Kabupaten Manokwari, misalnya, pemerintah melalui Kementerian Pertanian menyalurkan 4 ton benih padi varietas Inpari 32 guna mendukung budidaya padi gogo di lahan kering. Program ini menyasar tiga distrik utama yaitu Warmare (100 hektare), Masni (81 hektare), dan Prafi (19 hektare). Pengembangan padi di lahan kering ini bukan sekadar solusi jangka pendek, melainkan strategi jangka panjang untuk memaksimalkan potensi agrikultur Papua yang selama ini belum tergarap optimal.

Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan juga menegaskan pentingnya menghentikan ketergantungan pada impor pangan, khususnya untuk komoditas strategis seperti beras, gula, garam, dan jagung pakan ternak. Swasembada pangan bukan lagi mimpi di tengah ketidakpastian global saat ini. Pemerintah telah merancang berbagai strategi produktivitas melalui kolaborasi lintas sektor dan penerapan teknologi canggih yang adaptif terhadap kondisi geografis dan sosial-budaya lokal, termasuk di Papua.
Di sisi lain, pentingnya pendekatan multisektoral dalam mewujudkan swasembada pangan tidak bisa dilepaskan dari peran vital BUMN. Dalam hal ini, PT Pupuk Indonesia (Persero) memegang peranan kunci. Dengan komitmen investasi mencapai Rp116 triliun, perusahaan ini sedang membangun Kawasan Industri Pupuk Fakfak di Papua Barat. Investasi ini bukan sekadar pembangunan fisik industri, tetapi merupakan strategi jangka panjang untuk menjamin ketersediaan pupuk sebagai faktor utama produktivitas pertanian.

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, menekankan bahwa pupuk menyumbang sekitar 62% terhadap produktivitas pertanian. Pihaknya memastikan pasokan pupuk yang cukup dan merata merupakan prasyarat mutlak dalam menciptakan swasembada pangan. Inovasi juga dilakukan melalui digitalisasi distribusi dengan sistem i-Pubers, yang memungkinkan petani menebus pupuk bersubsidi hanya dengan KTP serta memastikan pengawasan penyaluran secara real-time melalui command center. Langkah ini tidak hanya mempercepat distribusi, tetapi juga mempersempit peluang penyalahgunaan dan ketidaktepatan sasaran.

Penting untuk dipahami bahwa Papua memiliki potensi agrikultur luar biasa. Dengan lahan yang luas dan subur, serta iklim yang mendukung pertanian sepanjang tahun, Papua sebenarnya memiliki semua modal dasar untuk menjadi daerah unggulan dalam ketahanan pangan nasional. Yang dibutuhkan hanyalah kehadiran negara secara sistemik, dan inilah yang kini sedang diwujudkan oleh pemerintah.

Namun tentu, keberhasilan program ini tidak semata bergantung pada pemerintah. Peran serta masyarakat, akademisi, sektor swasta, hingga komunitas lokal menjadi bagian penting dari ekosistem pertanian yang berkelanjutan. Diperlukan sinergi aktif antara seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa program-program yang telah dirancang benar-benar menjawab kebutuhan di lapangan, sekaligus memperkuat ketahanan pangan sebagai pilar strategis pertahanan bangsa.

Program percepatan swasembada pangan di Papua tidak hanya soal pangan. Ini adalah bagian dari agenda besar keadilan sosial. Pemerataan pembangunan yang menyentuh sektor pangan di daerah tertinggal adalah manifestasi nyata dari semangat Pancasila dan amanat konstitusi. Ketika petani Papua sejahtera, ketika beras, jagung, dan padi dari tanah Papua menjadi konsumsi harian di berbagai daerah Indonesia, maka saat itulah kita benar-benar berdiri di atas kaki sendiri dalam urusan pangan.
Keterlibatan masyarakat dalam proses produksi dan distribusi pangan juga menjadi kunci keberhasilan program ini. Pemerintah telah berkomitmen untuk memberikan pelatihan dan pembinaan bagi petani dan pelaku usaha lokal, agar mereka bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pangan secara berkelanjutan. Program ini sekaligus menjadi jembatan bagi masyarakat Papua untuk beradaptasi dengan perkembangan ekonomi global tanpa meninggalkan budaya dan kearifan lokal mereka.
Pembangunan Lumbung Pangan Nasional di Papua adalah wujud nyata komitmen pemerintah dalam mengatasi ketimpangan pembangunan dan menciptakan kemandirian ekonomi di daerah terluar Indonesia. Program ini membawa harapan besar bagi masyarakat Papua untuk dapat menikmati kesejahteraan yang lebih baik, dengan meningkatkan kualitas hidup melalui pemberdayaan sektor pertanian dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas.
Dengan komitmen, semangat, dan kerja keras bersama, dapat dipastikan bahwa program ini tidak hanya menguntungkan masyarakat Papua, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi ketahanan pangan nasional secara keseluruhan. Kesejahteraan Papua adalah bagian dari kesejahteraan bangsa, dan saatnya kita merajut harapan tersebut untuk masa depan yang lebih baik.
)* Mahasiswa Fakultas Pertanian UI

Sinergitas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Wujudkan Swasembada Pangan Papua

Oleh: Recky Rumbiak )*

Swasembada pangan merupakan agenda besar nasional yang menjadi prioritas utama Pemerintah Pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Upaya ini tidak hanya menjadi slogan politik, tetapi diwujudkan melalui program-program strategis yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki potensi besar dalam sektor pertanian seperti Papua. Di tanah Papua, cita-cita kedaulatan pangan diwujudkan dengan langkah konkret, sinergis, dan terstruktur antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pemerintah pusat melalui sejumlah kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan Perum Bulog, telah menetapkan Papua sebagai kawasan strategis pangan di Indonesia Timur. Fokus utama diarahkan ke Kabupaten Merauke yang selama ini dikenal sebagai lumbung pangan nasional. Wilayah ini memiliki cadangan lahan yang luas, iklim yang mendukung, serta kearifan lokal yang sejalan dengan pengembangan pertanian berkelanjutan. Program intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian yang tengah berjalan di Merauke menjadi bagian dari strategi besar pemerintah dalam menjawab tantangan global terkait krisis pangan.

Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo, menegaskan dukungannya terhadap visi besar Presiden Prabowo untuk mempercepat swasembada pangan dan energi nasional. Dalam kunjungan Safari Ramadan 1446 Hijriah ke SP5, Distrik Tanah Miring, Merauke, Apolo mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga semangat gotong royong dalam memperkuat ketahanan nasional. Menurutnya, kunci keberhasilan terletak pada komitmen kolektif antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat. Ia juga menegaskan bahwa program swasembada pangan ini adalah bagian dari strategi jangka panjang untuk memastikan kemandirian Indonesia di tengah dinamika geopolitik dan perubahan iklim global yang memengaruhi rantai pasok pangan dunia.

Apolo menekankan bahwa pembangunan berkelanjutan juga memerlukan ketahanan energi. Papua Selatan, kata dia, telah ditetapkan sebagai salah satu wilayah prioritas nasional untuk pengembangan energi baru dan terbarukan. Sumber daya alam seperti tenaga surya, tenaga air, dan angin menjadi modal besar yang perlu dimanfaatkan secara bijak dan terukur. Dengan pengembangan energi yang ramah lingkungan, Papua dapat menjadi model pembangunan hijau yang tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga memberikan kontribusi pada target pengurangan emisi karbon nasional.
Pentingnya peran pemerintah daerah dalam menyukseskan agenda strategis ini juga menjadi perhatian utama. Pemerintah daerah tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana teknis, tetapi juga sebagai penggerak partisipasi masyarakat lokal. Dengan pendekatan berbasis wilayah, kebijakan nasional dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik di setiap kabupaten dan kota. Langkah ini memastikan bahwa pembangunan pangan benar-benar inklusif dan kontekstual.

Penjabat Gubernur Papua, Ramses Limbong, menegaskan bahwa Pemprov Papua telah merancang strategi swasembada pangan yang disesuaikan dengan potensi unggulan masing-masing wilayah. Untuk kawasan pesisir seperti Jayapura, Keerom, dan Sarmi, potensi sektor kelautan dan perikanan menjadi prioritas. Sementara wilayah dataran tinggi difokuskan pada tanaman pangan lokal yang telah terbukti tahan terhadap perubahan cuaca. Ramses menyampaikan bahwa yang terpenting adalah ketercukupan pangan dalam negeri tanpa ketergantungan impor, sesuai dengan arahan Presiden Prabowo.

Sinergi antara pusat dan daerah juga mendapat penguatan dari sektor penyimpanan dan distribusi pangan. Pimpinan Wilayah Perum Bulog Kanwil Papua dan Papua Barat, Ahmad Mustari, menyampaikan bahwa pihaknya terus berupaya mempercepat penyerapan hasil pertanian petani lokal, khususnya dari Merauke. Menurutnya, langkah ini tidak hanya mendukung ketahanan pangan, tetapi juga langsung berdampak terhadap kesejahteraan petani. Dengan sistem logistik yang lebih efisien, hasil panen tidak terbuang dan harga tetap stabil di pasar.

Ahmad juga menggarisbawahi bahwa Merauke kini bukan hanya simbol ketahanan pangan nasional, tetapi menjadi bukti nyata dari keberhasilan sinergi kebijakan pemerintah dalam membangun sektor pertanian. Dengan dukungan teknologi pertanian modern, pemetaan berbasis data, dan keterlibatan semua pihak dari hulu ke hilir, Indonesia diyakini akan segera mencapai kedaulatan pangan. Ia menambahkan bahwa ke depan, tantangan tidak hanya soal kuantitas pangan, tetapi juga soal kualitas, keberlanjutan, dan nilai tambah bagi petani.
Papua dengan segala potensi yang dimilikinya kini menjadi garda terdepan dalam mendorong tercapainya swasembada pangan dan energi. Kehadiran negara dalam bentuk kebijakan yang tepat sasaran dan berpihak kepada rakyat menunjukkan arah pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Upaya ini menandai babak baru dalam sejarah pembangunan Papua, bukan hanya sebagai daerah yang dibantu, tetapi sebagai motor penggerak kemandirian nasional.
Dengan semangat kolektif, sinergi antarpemangku kepentingan, serta kepemimpinan yang visioner, Indonesia melangkah semakin mantap menuju kedaulatan pangan dan energi. Dari Merauke, Indonesia membuktikan bahwa pembangunan yang berakar dari potensi lokal mampu menjadi pondasi bagi kemajuan nasional yang berkelanjutan.
Keberhasilan program swasembada pangan dan energi di Papua tidak hanya akan memperkuat ketahanan nasional, tetapi juga menjadi simbol kemajuan pembangunan yang merata hingga ke wilayah timur Indonesia. Ini adalah bukti nyata bahwa dengan kebijakan yang terarah dan pelaksanaan yang konsisten, seluruh elemen bangsa dapat bergerak bersama menuju masa depan yang mandiri, berdaulat, dan berkelanjutan. Papua, yang dulu kerap dipandang sebagai daerah tertinggal, kini bangkit menjadi tumpuan harapan dan kebanggaan nasional dalam mewujudkan cita-cita besar Indonesia.
)* Penulis adalah tim redaksi Pers Mahasiswa Papua

BGN Lakukan Mitigasi Perketat Pengawasan dan Terapkan Sistem Pendanaan Baru untuk Program MBG

Jakarta – Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) mengambil langkah tegas dalam memperbaiki sistem pengawasan dan pendanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Hal ini dilakukan menyusul kejadian yang terjadi di Kalibata, yang menjadi catatan penting dalam penguatan tata kelola kemitraan dan penyaluran dana program.

Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyatakan bahwa setiap peristiwa seperti ini menjadi masukan penting dalam menyempurnakan sistem.

“Setiap kali ada kejadian, itu akan memperbaiki pola pengawasan Badan Gizi Nasional,” ujarnya.

Sebagai langkah mitigasi, BGN kini mewajibkan seluruh yayasan yang mendaftar melalui platform mitra.bgn.go.id untuk mencantumkan secara jelas hubungan kemitraan dengan pemilik fasilitas. Langkah ini diambil untuk mencegah terjadinya konflik internal yang berpotensi mengganggu layanan kepada masyarakat.

“Kami berpikir tadinya pemilik fasilitas memiliki yayasan sendiri, tapi rupanya banyak juga yayasan yang kemudian bermitra dengan pemilik fasilitas,” jelas Dadan.

Tidak hanya itu, BGN juga mereformasi mekanisme pendanaan dengan menerapkan sistem virtual account (VA) mulai pekan ini. Pola baru ini dirancang untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Dadan mengungkapkan,

“Mulai minggu ini, tanggal 14 ini ke depan, Badan Gizi mengubah pola pendanaan. Jadi mitra itu tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk menjalani seluruh program. Tetapi Badan Gizi yang kirimkan uang untuk 10 hari ke depan.”

VA yang digunakan bersifat rekening bersama antara Kepala Satuan Pengelolaan Pelayanan Gizi (SPPG) dan pihak yayasan mitra. Sistem ini memastikan bahwa dana hanya dapat dicairkan jika telah diverifikasi oleh kedua belah pihak.

“Kalaupun ada uang masuk ke yayasan, kemudian kepala satuan tidak bisa mengverifikasi, uang itu tidak akan bisa diambil oleh yayasan,” tegas Dadan.

BGN juga telah menyelesaikan seluruh tagihan program MBG untuk periode sebelumnya antara tanggal 8 hingga 14 April sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap kewajiban pembayaran. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap program MBG serta meminimalisasi potensi penyalahgunaan dana.

Dengan perbaikan sistem pengawasan dan pendanaan ini, BGN menegaskan komitmennya dalam memastikan program pemenuhan gizi berjalan secara transparan, akuntabel, dan tepat sasaran. []

[edRW[

BGN Pastikan Isu Penyelewengan Dana MBG Tidak Benar, Hanya Kesalahpahaman

Jakarta — Badan Gizi Nasional (BGN) memastikan bahwa isu penyelewengan dana program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sempat mencuat di Kalibata, Jakarta Selatan, tidak benar. Kepala BGN, Dadan Hindayana, menegaskan bahwa permasalahan yang terjadi hanyalah kesalahpahaman internal antara mitra pelaksana dan yayasan.

Dalam pertemuan yang berlangsung pada Rabu (16/4/2025) bersama Yayasan Media Berkat Nusantara (MBN), mitra MBG, dan Kepala SPPG Pancoran, BGN langsung menindaklanjuti isu yang beredar

“BGN telah melakukan kewajiban pembayaran kepada SPPG Pancoran sesuai dengan aturan, yakni melalui transfer ke rekening Virtual Account Yayasan MBN,” ujar Dadan dalam keterangannya.

Pihak mitra juga telah menyampaikan bahwa persoalan ini bukan disebabkan oleh BGN, melainkan miskomunikasi antara mereka dengan yayasan.

“Tidak ada permasalahan dengan Badan Gizi Nasional karena hal tersebut murni kesalahpahaman antara mitra dengan yayasan,” terang pihak mitra dalam dialog tersebut.

Setelah proses mediasi bersama BGN, dapur MBG Kalibata dipastikan akan kembali beroperasi.

“Tadi kita sudah bicara panjang lebar dengan Pak Dadan, alhamdulillah ditemukan solusi yang cukup baik. Jadi dapur di Kalibata sudah mulai beroperasi kembali,” ujar kuasa hukum mitra, Danna Harly.

Danna juga menjelaskan bahwa kliennya tetap berkomitmen menyukseskan program MBG sebagai bagian dari program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Namun, mereka berharap adanya pembenahan manajemen dari pihak yayasan ke depan.

Dadan Hindayana menegaskan bahwa seluruh dana MBG telah disalurkan melalui sistem yang aman dan terverifikasi. Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya akan lebih selektif dalam memilih mitra kerja.

“Kami juga berkomitmen agar ke depannya dapat melakukan penguatan kembali kepada para mitra dan yayasan serta seluruh karyawan yang bertugas di SPPG, sehingga program MBG dapat terlaksana secara kredibel serta memberikan manfaat sebesar-besarnya,” pungkasnya

***

Pemerintah Jamin Akses Gizi Nasional Melalui Pembiayaan MBG yang Akuntabel

Oleh : Putri Anindya )*

Upaya pemerintah dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan gizi masyarakat, khususnya kelompok rentan dan pelajar, terus menunjukkan kemajuan nyata. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini digulirkan secara nasional telah menjadi bukti komitmen negara dalam menghadirkan keadilan sosial di bidang kesehatan dan pendidikan. Tidak hanya sekadar program bantuan pangan, MBG dirancang sebagai solusi strategis jangka panjang untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia Indonesia sejak usia dini.

Langkah pemerintah yang menempatkan MBG sebagai prioritas dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan bentuk keseriusan dalam membangun generasi masa depan yang sehat dan cerdas. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk MBG mencapai Rp171 triliun, dengan target penerima manfaat sebanyak 82,9 juta jiwa hingga Maret 2025. Sampai pertengahan Maret 2025, tercatat lebih dari dua juta orang telah merasakan manfaat langsung dari program ini.

Rincian data tersebut memperlihatkan distribusi penerima manfaat yang merata, mulai dari siswa pra-SD, SD, SMP, SMA, santri pondok pesantren, hingga ibu hamil dan menyusui. Angka ini mencerminkan sistem distribusi yang terencana dengan baik, serta membuktikan bahwa negara hadir untuk seluruh lapisan masyarakat, tanpa diskriminasi. MBG juga menjadi katalisator penguatan ekonomi lokal melalui pelibatan petani, nelayan, dan pelaku UMKM sebagai bagian dari rantai pasok bahan pangan.

Dalam implementasinya, pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) telah merancang sistem penyaluran dana yang akuntabel dan transparan. Skema pembiayaan MBG menggunakan rekening virtual (virtual account) dengan mekanisme kontrol yang ketat. Dana hanya dapat dicairkan apabila telah mendapat persetujuan dari pejabat berwenang, dalam hal ini Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Sistem ini memberikan jaminan keamanan bagi penggunaan anggaran, sekaligus melindungi program dari potensi penyalahgunaan.
Menanggapi dinamika yang muncul di lapangan terkait salah satu mitra MBG di Kalibata, Kepala BGN, Dadan Hindayana memberikan penjelasan yang menenangkan. Ia menyampaikan bahwa dana dari BGN tetap berada dalam kondisi aman dan belum dicairkan sepihak oleh pihak yayasan, karena masih berada dalam rekening virtual yang dikendalikan dengan sistem berlapis. Penegasan ini menjadi bukti bahwa sistem pengamanan yang dibangun pemerintah berjalan sesuai fungsinya.
Lebih lanjut, Dadan Hindayana menyampaikan bahwa evaluasi internal akan terus dilakukan guna menyempurnakan pelaksanaan program. BGN juga akan memperketat proses seleksi terhadap mitra, terutama mitra yang bekerja secara berpartner atau berbentuk konsorsium. Langkah ini sangat tepat untuk memastikan semua pelaksana di lapangan memiliki kapasitas dan integritas dalam menjalankan amanah negara.

Pendekatan BGN yang mengedepankan solusi tenang dan tidak reaktif patut diapresiasi. Dalam setiap program nasional berskala besar, wajar jika terdapat dinamika operasional di lapangan. Namun, yang terpenting adalah hadirnya komitmen lembaga untuk melakukan perbaikan sistem secara terus-menerus tanpa menimbulkan kegaduhan publik. Cara ini justru memperkuat kredibilitas program MBG di mata masyarakat luas.

Pemerintah juga berhasil menunjukkan bahwa pembiayaan MBG bukan hanya tentang distribusi makanan, tetapi juga pembangunan ekosistem gizi nasional yang berkelanjutan. Saat ini, sebanyak 726 dapur umum lokal atau SPPG telah beroperasi aktif di berbagai daerah. Ini menunjukkan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan komunitas lokal dalam menjaga kesinambungan program. Bahkan, secara tidak langsung MBG turut menciptakan lapangan kerja baru dan menghidupkan ekonomi daerah.

Dari sisi fiskal, penggunaan dana publik untuk MBG sepenuhnya mencerminkan prinsip anggaran berbasis hasil (result-based budgeting). Pemerintah tidak hanya fokus pada penyerapan anggaran, tetapi juga pada efektivitas manfaatnya terhadap perbaikan kualitas hidup masyarakat. Transparansi dalam penyaluran dan pelaporan juga menjadi bagian dari prinsip tata kelola yang baik dan patut dijadikan contoh bagi program-program lainnya.
MBG adalah representasi dari negara yang tidak hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga membangun fondasi kemanusiaan yang kuat. Dengan memastikan setiap anak dan ibu memiliki akses terhadap makanan bergizi, pemerintah sedang menanam investasi penting untuk masa depan bangsa. Masyarakat Indonesia yang sehat, produktif, dan tangguh lahir dari kebijakan yang tepat, terukur, dan konsisten seperti ini.
Langkah pemerintah dalam menjaga integritas program melalui mekanisme akuntabel, serta keterbukaan informasi kepada publik, menjadi refleksi tata kelola yang semakin matang. Ke depan, program ini akan terus menjadi pilar penting dalam strategi pembangunan manusia Indonesia. Oleh karena itu, dukungan dari seluruh pemangku kepentingan sangat dibutuhkan agar keberhasilan MBG tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang lebih luas dan inklusif.
Dengan komitmen yang kuat dari kementerian teknis dan lembaga pelaksana, serta sistem pengawasan yang ketat, pembiayaan MBG telah dikelola dengan kehati-hatian yang tinggi. Langkah ini merupakan contoh nyata bahwa negara tidak hanya hadir, tetapi juga bekerja secara cerdas dan terukur demi kesejahteraan masyarakat. MBG bukan hanya program, melainkan simbol hadirnya keadilan dan harapan di setiap piring makan anak Indonesia.
)* Pemerhati Isu Gizi dan Inklusi Sosial