DPR Pastikan Pembahasan RUU Polri Tunggu Surpres

Ketua DPR RI menegaskan, jika ada surpres yang beredar di publik, bukan surpres resmi yang dikeluarkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Puan juga memastikan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Polri yang beredar saat ini bukan draf resmi karena pimpinan DPR belum menerima surpres RUU tersebut.

“Jadi, kalau sudah ada DIM yang beredar, itu bukan DIM resmi,” kata Puan.

Senada, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad juga menyebutkan revisi UU Polri belum akan dibahas dalam waktu dekat. Dasco mengklaim belum ada supres ihwal RUU Polri.

“DPR belum berencana melakukan revisi UU Polri,” tutur Dasco.

Untuk diketahui, RUU Polri termasuk dalam rancangan undang-undang inisiatif DPR. Pembahasannya sudah dilakukan sejak 2024. Sejumlah pasal diusulkan dilakukan perubahan berdasarkan draf RUU Polri.

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan memastikan pembahasan RUU Polri akan dibahas setelah parlemen menerima surat presiden.

“Apakah akan dibahas di tempat tertentu? Tentu saja kami biasanya di sini, di parlemen,” ungkap Hinca.

Hinca mengatakan Komisi III akan mengundang banyak ahli yang memiliki kapasitas memberi masukan tentang aturan kepolisian Indonesia. Keterbukaan menjadi tolok ukur komisinya untuk membahas RUU Polri.

“Lihatlah kalau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) saja kami bikin belum kami mulai, panjanya itu sudah kami sangat terbuka, bahkan kami bikin power point-nya. Kami jelaskan substansinya. Kami undang banyak orang datang,” ujarnya.

Dia menegaskan Komisi III DPR, yang membidangi penegakan hukum, selalu terbuka dengan pembahasan apapun. Hinca pun memastikan, jika RUU Polri dibahas di Komisi III, maka pembahasannya akan dilakukan secara terbuka seperti yang dilakukan saat membahas RUU KUHAP.

Waspada Keterlibatan Kekuatan Eksternal dalam Penolakan UU TNI

Arwani menyebut isu yang berkembang saat ini tidak hanya berkaitan dengan dinamika politik domestik, tetapi juga berpotensi terkait dengan konflik geopolitik di kawasan Pasifik.

“Kita tidak bisa menutup mata bahwa Indonesia sebagai negara besar memiliki peran strategis, dan ada pihak-pihak yang tidak menginginkan Indonesia semakin kuat, baik secara militer maupun ekonomi,” ujar Arwani.

Arwani menekankan bahwa posisi Indonesia di tengah rivalitas global semakin signifikan, terutama setelah masuknya Indonesia dalam BRICS. Blok ekonomi ini beranggotakan negara-negara besar seperti China, Rusia, Brasil, India, dan Afrika Selatan, yang selama ini dianggap sebagai kekuatan penyeimbang dominasi Barat.

“Kita harus sadar, masuknya Indonesia ke BRICS bukan sekadar langkah ekonomi, tetapi juga mencerminkan keberpihakan pada multipolaritas dunia. Ini tentu tidak diinginkan oleh negara-negara yang selama ini ingin mempertahankan hegemoni mereka,” ungkapnya.

Keberadaan Indonesia dalam BRICS dan revisi UU TNI, imbuhnya, akan memberikan dampak signifikan bagi ketahanan nasional, termasuk dalam bidang pertahanan.

“Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS dan Revisi UU TNI justru menjadi bagian dari upaya meningkatkan profesionalisme dan kesiapan militer Indonesia dalam menghadapi ancaman global. Penolakan yang tidak berdasar ini harus kita curigai apakah ada intervensi dari pihak asing,” jelas Arwani.

Lebih lanjut, Arwani menekankan bahwa narasi yang dibangun dalam menolak revisi UU TNI sering kali tidak berdasarkan fakta yang akurat, melainkan lebih banyak didorong oleh opini yang menggiring persepsi negatif terhadap militer.

“Kalau kita telaah, banyak argumen yang digunakan untuk menolak UU ini lebih bersifat emosional dibandingkan substansial. Ini pola klasik yang sering digunakan untuk melemahkan institusi pertahanan negara,” tambahnya.

Ia pun berharap seluruh masyarakat dapat lebih memahami konteks besar dari revisi UU TNI ini.

Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, telah menegaskan bahwa semangat di balik revisi UU TNI adalah penguatan profesionalisme militer yang tetap dalam koridor reformasi.

Menurutnya, penyesuaian usia pensiun perwira tinggi misalnya, bukan dimaksudkan untuk memperpanjang kekuasaan personal, melainkan untuk menjamin kesinambungan kepemimpinan strategis di tubuh TNI.

“Kebijakan ini justru merupakan langkah preventif agar stabilitas komando tidak mudah terganggu oleh faktor administratif. Seluruh proses yang dijalankan tetap menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan tidak membuka ruang kembalinya peran militer dalam ranah sipil,” tutur Menhan.

Sjafrie menilai bahwa tuduhan tentang kebangkitan dwifungsi militer adalah kekeliruan yang tidak mencerminkan isi dari regulasi yang tengah dibahas.

Sejalan dengan Prinsip Supremasi Sipil, Tak Ada Isu Dwifungsi dalam Revisi UU TNI

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Budisatrio Djiwandono memastikan revisi tersebut tidak bertentangan dengan demokrasi, melainkan bertujuan menyesuaikan tugas TNI dengan kebutuhan strategis pertahanan nasional.

“Revisi ini bukan langkah mundur dalam reformasi TNI, tetapi merupakan bentuk adaptasi terhadap dinamika pertahanan modern. Kami memastikan supremasi sipil tetap terjaga dan tidak ada upaya untuk mendominasi ranah sipil dan politik dengan militer,” ujar Budisatrio.

Selain itu, imbuhnya, DPR tetap melaksanakan fungsi pengawasan sesuai dengan kewenangannya. Dia mengharapkan masyarakat juga dapat memahami substansi utama dari revisi UU tersebut.

Menurut Budisatrio, substansi revisi UU tersebut jauh dari apa yang dikhawatirkan masyarakat. Dia pun menyayangkan disinformasi yang beredar seperti isu mengenai dwifungsi TNI.

Senada, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Muhammad Sarmuji mengatakan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tidak akan mengembalikan dwifungsi ABRI. Sarmuji mengatakan revisi UU TNI memberi batasan anggota TNI masuk ke jabatan sipil.

“Dwifungsi TNI tidak mungkin kembali, justru RUU TNI memberi limitasi anggota TNI masuk dalam jabatan sipil. Posisi yang bisa diduduki TNI aktif hanya berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI, di luar itu TNI harus pensiun jika memang masuk jabatan sipil,” jelas Sarmuji.

Dalam revisi UU TNI, dibatasi hanya 14 posisi jabatan publik yang dapat diisi prajurit aktif. Selain itu, Sarmuji menegaskan seorang prajurit harus mengundurkan diri.

Presiden Prabowo Subianto turut merespons alasan di balik revisi UU TNI yang menuai polemik hingga terkesan terburu-buru. Menurut Prabowo, revisi UU TNI digulirkan karena ada suatu fenomena di institusi militer yang perlu cepat disikapi pemerintah.

Kepala Negara mengatakan fenomena masa pensiun perwira TNI yang terlalu cepat, menyebabkan jabatan-jabatan tinggi mengalami perubahan yang cepat pula. Oleh karenanya diperlukan revisi UU TNI sehingga organisasi bisa lebih optimal.

“Panglima TNI satu tahun ganti, KSAD satu tahun ganti. Karena usianya habis. Waktu dia untuk kariernya, begitu mau dipakai, usia habis. Di mana kita bisa punya suatu organisasi yang pemimpinnya ganti tiap tahun,” kata Presiden.

Presiden Prabowo menegaskan inti daripada revisi UU TNI ini sebetulnya hanya memperpanjang usia pensiun beberapa perwira tinggi.

“Nggak ada niat TNI mau dwifungsi lagi, come on. Nonsense itu saya katakan,” tegasnya.

Prabowo kembali menegaskan tidak ada motif menghidupkan dwifungsi TNI lewat revisi UU TNI. Ia bahkan mengklaim sebagai salah satu tokoh pemimpin TNI di era reformasi lainnya yang mendorong agar tentara kembali ke barak dan tunduk pada supremasi rakyat.

Waspada Provokasi, Revisi UU TNI Banjir Dukungan dari Berbagai Kalangan

Dukungan itu disampaikan dalam bentuk pernyataan sikap di Koramil 1807-02/ Inanwatan, saat kegiatan komunikasi sosial di Koramil 1807/Inanwatan.

Danramil 1807-02/ Inanwatan, Kapten Inf. Nimbrod Duwith menegaskan, para tokoh bersama Pemerintah Distrik Inanwatan dan 9 Kepala Kampung, menyatakan sikap dukungan atas revisi UU TNI yang telah disahkan pada tanggal 20 Maret 2025.

“Kegiatan komunikasi sosial tadi terpusat di Koramil 1807-02/Inanwatan yang dihadiri 9 Kepala Kampung dan para tokoh. Dalam kegiatan komsos ini, mereka juga menyatakan sikap dukungan atas revisi UU TNI yang telah disahkan,” ungkap Danramil Kapten Nimbrod.

Menurutnya, dukungan itu bisa terjadi karena TNI selalu hadir di tengah masyarakat, serta memberikan dukungan dalam setiap program pemerintah maupun program kemasyarakatan.

Sementara itu, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) turut mendukung pengesahan revisi UU TNI.

Ketua Umum HMI UNJ, Muhammad Falah Musyafa, menilai pengesahan revisi UU TNI sebagai langkah strategis dalam memperkuat sistem pertahanan nasional.

Falah berharap pengesahan revisi UU ini tidak dijadikan sebagai alat provokasi yang justru menghambat pembangunan sektor pertahanan. Menurutnya, revisi ini diperlukan agar Indonesia mampu menghadapi berbagai dinamika global yang terus berkembang.

“Dalam langkah memperkuat itu sendiri, kenapa? Karena dengan adanya revisi ini, menjadi langkah strategis yang sangat bagus. Dengan adanya kompleks permasalahan global, ini harus juga ada kemajuan dari berbagai sektor,” ujar Falah.

Senada, sekelompok warga yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Aman dan Kondusif (Gerrak) Kebumen, Jawa Tengah, juga menyuarakan dukungan terhadap pengesahan revisi UU TNI.

Ketua Aliansi Gerrak Kebumen, Fathul Amin Hasbullah, menekankan pentingnya memperkuat peran TNI sebagai benteng terakhir pertahanan negara. Iapun menyoroti urgensi revisi UU TNI sebagai langkah strategis menghadapi ancaman multidimensional.

“TNI tidak boleh dikerdilkan! Upaya pelemahan terhadap institusi ini harus kita lawan. Revisi UU TNI adalah kebutuhan mendesak untuk memastikan pertahanan nasional tetap kokoh di tengah situasi geopolitik yang semakin kompleks,” seru Fathul.

Lebih lanjut, ia menyoroti potensi propaganda yang dapat mengurangi peran strategis TNI dan mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak dalam narasi yang melemahkan kedaulatan bangsa.

“Sejarah telah membuktikan bahwa tanpa TNI yang solid, NKRI tidak akan bertahan hingga hari ini. Kita tidak boleh kehilangan identitas pertahanan hanya karena kepentingan pragmatis atau tekanan asing,” pungkasnya.

Berbagai Pihak Yakini Tak Ada Potensi Dwifungsi ABRI dalam Revisi UU TNI

“Ketakutan terhadap dwifungsi ABRI perlu ditinjau ulang, perlu dibaca pasal itu secara keseluruhan, bahwa ini bukan seperti Orde Baru. Orde Baru tentara punya parlemen, sekarang tidak. Saya kira kan kalau diatur lebih baik,” jelasnya.

Addin menjelaskan bahwa GP Ansor mendukung revisi UU TNI. Menurutnya, sikap itu disampaikan jauh hari, tepatnya sehari sebelum disahkan oleh DPR.

“Ya memang satu hari sebelum keputusan sidang DPR, kita menyatakan sikap mendukung revisi Undang-Undang TNI,” tutur Addin.

Pihaknya pun tidak mempermasalahkan jika sampai sekarang masih ada demo penolakan terhadap RUU TNI. Karena aksi demonstrasi itu juga merupakan hak warga negara. Terpenting, Ansor tetap bersikap mendukung RUU TNI.

Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, turut menekankan bahwa revisi ini bukan produk legislasi yang gegabah. Menurutnya, DPR tidak menutup mata terhadap aspirasi publik yang menginginkan TNI tetap profesional dan tidak kembali ke era dwifungsi.

“Ini tentu bukan bentuk mengembalikan semangat dwifungsi atau politisasi militer, tetapi merupakan refleksi dari kebutuhan riil di lapangan,” tegas Adies.

Ia menambahkan, tantangan pertahanan dan keamanan saat ini menuntut kesiapan maksimal dari semua elemen bangsa, termasuk institusi militer.

Senada, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga menilai revisi UU TNI yang baru disahkan DPR tidak akan membawa Indonesia menuju era dwifungsi ABRI layaknya Orde Baru.

“Tidak benar kalau kemudian ini akan mengembalikan ke masa orde baru dwifungsi ABRI. Memang simpang siur narasi yang beredar di masyarakat luas dan sebetulnya kita harus bisa melihat dengan sabar dan detail apa saja yang menjadi perbedaan dari UU sebelumnya,” kata AHY.

Di satu sisi, AHY memahami masih banyak orang yang salah persepsi dalam mengartikan seluruh pasal dalam UU TNI. Karenanya, dia berharap UU TNI ini dapat disosialisasikan dengan maksimal sehingga masyarakat tahu tujuan utama dari UU tersebut.

Revisi UU TNI Selaraskan Sistem Pertahanan Nasional dan Semangat Reformasi

Adies Kadir menyebut bahwa pengesahan RUU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI merupakan langkah adaptif yang mutlak dibutuhkan. Menurutnya, perubahan regulasi ini bukan sekadar merespons kebutuhan internal saja.

“Revisi ini tidak dapat dilepaskan dari konteks perubahan zaman yang terlampau cepat. Dunia sedang memasuki era ketidakpastian, ketika bentuk ancaman terhadap kedaulatan tidak lagi terbatas pada invasi fisik semata, melainkan dapat berupa ancaman siber, disinformasi, ideologi transnasional, krisis energi, maupun bencana ekologis,” ujar Adies.

Wakil Ketua DPR RI itu berpendapat bahwa saat ini konstelasi global tengah memasuki fase rawan. Ketegangan geopolitik, krisis energi, hingga perang dagang yang dipicu Presiden Amerika Serikat Donald Trump menambah daftar panjang tantangan yang dihadapi Indonesia.

“Peran TNI sebagai alat pertahanan negara juga perlu dimodernisasi. Revisi UU ini, dengan segala dinamikanya, merupakan langkah adaptif bertujuan menyelaraskan sistem pertahanan Indonesia dengan kebutuhan zaman,” jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR, Budisatrio Djiwandono menegaskan revisi UU TNI tetap sejalan dengan prinsip supremasi sipil dan semangat reformasi. Pihaknya memastikan revisi tersebut tidak bertentangan dengan demokrasi, melainkan bertujuan menyesuaikan tugas TNI dengan kebutuhan strategis pertahanan nasional.

“Revisi ini bukan langkah mundur dalam reformasi TNI, tetapi merupakan bentuk adaptasi terhadap dinamika pertahanan modern. Kami memastikan supremasi sipil tetap terjaga dan tidak ada upaya untuk mendominasi ranah sipil dan politik dengan militer,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR itu.

Menurutnya, substansi RUU tersebut jauh dari apa yang dikhawatirkan masyarakat. Dia pun menyayangkan disinformasi yang beredar seperti isu mengenai dwifungsi TNI.

“Tidak ada upaya mengembalikan dwifungsi TNI dalam revisi UU TNI. Fraksi Gerindra menjamin revisi UU ini sejalan dengan semangat reformasi,” pungkasnya.

Elemen Masyarakat Dukung Perubahan UU TNI

Ketua GM FKPPI Kabupaten Malang, Idhinningrum, mengatakan pihaknya mendukung sepenuhnya perubahan UU TNI dan akan berada di garda terdepan mendukung berbagai kegiatan TNI demi NKRI.

“Di sini, kami semua menyatakan sikap mendukung sepenuhnya (Revisi UU TNI), dan berada di garda terdepan mendukung kegiatan-kegiatan TNI demi NKRI. GM FKPPI Solid, Kuat, Militan!,”ujar Idhinningrum.

Idhinningrum juga menyebut bahwa GM FKPPI mengajak semua pihak untuk tetap menjaga persatuan, serta tidak mudah terpancing isu-isu. provokatif yang bisa merugikan dan memecah anak bangsa.

“Kita dukung sepenuhnya Revisi UU TNI. Jangan anarkis. Ayo bersama-sama bersatu untuk negara kita, menjaga keutuhan NKRI. Sekali lagi, GM FKPPI mendukung, dan siap di garda terdepan unruk menjaga persatuan NKRI,” tegasnya.

Di Pamekasan, Gerakan Masyarakat Pamekasan (LSM GEMPA) juga mendukung pengesahan revisi UU TNI.

Melalui posternya, LSM GEMPA memberikan dukungannya dan menolak segala bentuk aksi provokatif dan adu domba yang menentang UU TNI.

“Kami dukung UU TNI, Lawan aksi provokatif dan adu domba, Masyarakat Kota Pamekasan mendukung disahkannya UU TNI demi tegaknya NKRI, UU TNI bukan Dwi Fungsi ABRI, TNI Bersama Rakyat, Lawan aksi provokasi dan adu domba,” tulis LSM GEMPA dalam posternya.

Pada kesempatan berbeda, Mantan Anggota TKN Prabowo-Gibran, David Herson, mengatakan bahwa dalam revisi UU TNI tidak memiliki indikasi membuka peluang-peluang seperti yang sudah disebarkan di berita-berita hoaks, yang menggiring opini tentang dwifungsi TNI di jabatan-jabatan sipil.

Sebaliknya, lanjutnya, revisi UU TNI memperjelas batas-batas sejauh mana TNI dapat menempati jabatan publik.

“Sekarang ada penegasan kembali bahwa anggota TNI yang mau masuk ke jabatan sipil itu harus mengundurkan diri atau pensiun dini,” kata David.

Bahkan dia menyayangkan adanya peredaran narasi provokatif terkait revisi UU TNI yang menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat.

“Sangat disayangkan adanya narasi pecah belah dan adu domba antara aparat dan sipil yang digoreng dan ditunggangi oleh beberapa orang, tanpa publik mengerti betul poin-poin RUU TNI yang disahkan,” pungkasnya.

Seruan Tegas Tolak Provokasi OPM: Stabilitas Papua Harus Dijaga

Jakarta – Rentetan kekerasan yang dilakukan kelompok separatis bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), termasuk pembantaian terhadap 11 pendulang emas di Yahukimo, kembali mengundang keprihatinan luas. Para tokoh dari lembaga negara hingga pengamat menegaskan pentingnya menolak segala bentuk provokasi OPM demi menjaga stabilitas dan keamanan Papua.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi menanggapi klaim OPM bahwa korban pembunuhan adalah anggota militer.

“Dia (OPM) berpura-pura bahwa itu (korban) militer. Kenapa dia bilang itu militer? Supaya dia (OPM) terlepas dari tuduhan bahwa dia sebagai pelanggar HAM,” ujar Kristomei.

Penegasan serupa juga disampaikan oleh Komandan Kodim 1715/Yahukimo Letkol Inf Tommy Yudistyo, yang menyebut bahwa korban bukanlah anggota TNI.

“Korban dipastikan bukan anggota TNI sehingga apa yang dinyatakan OPM adalah berita hoaks, bohong, atau tidak benar,” tegas Tommy.

Ketua DPR Puan Maharani menyampaikan kecaman keras atas kekerasan yang terus dilakukan terhadap warga sipil.

“Kita tidak bisa lagi menormalisasi kekerasan di Papua yang terus terjadi. Akhiri kekerasan di Papua,” tegas Puan.

Ia juga menekankan bahwa pendekatan damai dan dialog inklusif harus menjadi prioritas untuk menyelesaikan persoalan Papua. Pendekatan militeristik semata dinilai belum menyentuh akar masalah.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menilai serangan tersebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apa pun.

“Komnas HAM mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok sipil bersenjata terhadap warga sipil,” tutur Atnike.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR Amelia Anggraini menyebut tindakan KKB telah melewati batas kemanusiaan.

“Fakta bahwa korban adalah warga sipil mempertegas bahwa KKB telah melewati batas kemanusiaan,” ucap Amelia.

Analis intelijen Ngasiman Djoyonegoro menegaskan bahwa KKB telah melanggar HAM berat.

“Sudah saatnya KKB menghentikan semua kekerasan dan pelanggaran HAM. Dukung pembangunan di Papua dengan baik,” pungkas Simon.

Seluruh elemen bangsa harus bersatu menolak kekerasan dan propaganda yang hanya memperkeruh suasana. Papua layak mendapatkan kedamaian dan keadilan secara berkelanjutan.

Mengakhiri Teror Separatis demi Papua yang Damai

Oleh : Maretha Wanimbo)*

Peristiwa pembantaian terhadap belasan pendulang emas di Yahukimo, Papua Pegunungan, kembali menunjukkan kekejaman yang tidak dapat dibenarkan oleh kelompok separatis bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Aksi terencana yang menghilangkan nyawa warga sipil ini merupakan pelanggaran berat terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia. Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tidak ada ruang bagi kekerasan dan tindakan teror atas nama ideologi separatisme.

Langkah pemerintah melalui pendekatan keamanan dan pembangunan di Papua telah berlangsung secara simultan, mencerminkan kehadiran negara dalam melindungi segenap warganya. Kekejaman TPNPB-OPM terhadap masyarakat yang mencari nafkah dengan cara damai harus dikutuk sebagai tindakan biadab yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadaban dan perikemanusiaan. Narasi yang dibangun oleh kelompok ini untuk membenarkan kekerasan, seperti tuduhan bahwa korban adalah anggota militer, telah dibantah secara tegas.

Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen TNI Kristomei Sianturi, menjelaskan bahwa kelompok separatis bersenjata dengan sengaja menyebarkan hoaks untuk menutupi pelanggaran HAM yang mereka lakukan. Ia menegaskan bahwa korban pembunuhan adalah masyarakat sipil, bukan prajurit yang menyamar. Pernyataan ini didukung pula oleh Komandan Kodim 1715/Yahukimo, Letkol Inf Tommy Yudistyo, yang menyatakan bahwa tidak ada anggota TNI di antara korban. Klarifikasi ini penting agar tidak terjadi disinformasi yang memperkeruh situasi keamanan di Papua.

Komitmen pemerintah untuk menjaga keselamatan rakyat terus ditunjukkan secara konkret. Melalui penegakan hukum dan penguatan pengamanan di daerah rawan, negara memastikan bahwa seluruh aktivitas warga Papua, termasuk kegiatan ekonomi masyarakat seperti mendulang emas, dapat berlangsung dengan aman. Negara hadir untuk menjamin kehidupan yang damai dan bermartabat bagi setiap warga.

Sikap tegas juga datang dari parlemen. Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan bahwa kekerasan oleh kelompok separatis tidak dapat lagi dinormalisasi. Pernyataannya menegaskan bahwa negara tidak boleh tinggal diam menghadapi kejahatan kemanusiaan yang berulang. Serangan terhadap warga sipil bukan hanya mencederai rasa aman, tetapi juga memperlihatkan bahwa kelompok separatis bersenjata telah kehilangan arah perjuangan.

Pendekatan yang diambil pemerintah tidak semata-mata menggunakan kekuatan militer, tetapi juga menyertakan elemen sosial dan budaya. Pemerintah melibatkan tokoh adat, agama, akademisi, dan masyarakat sipil dalam menyusun strategi menyeluruh demi menciptakan kedamaian di Papua. Upaya ini mencerminkan komitmen Indonesia dalam mengedepankan solusi dialogis, adil, dan manusiawi, yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, turut menyuarakan bahwa serangan terhadap warga sipil tidak dapat dibenarkan dalam alasan apa pun. Komnas HAM juga mendorong penegakan hukum secara efektif kepada pelaku dan meminta pemerintah untuk menjamin perlindungan terhadap aktivitas sosial ekonomi warga. Pernyataan ini sejalan dengan semangat pemerintah dalam menjunjung tinggi HAM dalam setiap kebijakan dan langkah keamanan.

Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, memperkuat suara bahwa pelanggaran terhadap warga sipil tidak bisa ditoleransi. Dalam negara hukum, segala tindakan brutal harus dipertanggungjawabkan melalui mekanisme yang adil dan transparan. Pemerintah pun terus menunjukkan keseriusan dalam memastikan proses hukum berjalan sesuai prinsip-prinsip keadilan.

Sementara itu, dari sisi legislatif, Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, menilai tindakan KKB di Yahukimo sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Ia menyoroti pentingnya optimalisasi penggunaan teknologi dalam operasi pengamanan agar tetap melindungi warga sipil. Usulan ini mencerminkan sinergi antara teknologi dan perlindungan HAM yang menjadi bagian dari pendekatan modern dalam kebijakan pertahanan nasional.

Pemerintah pun terus mengembangkan strategi antisipatif melalui penyekatan logistik dan pengawasan di wilayah-wilayah strategis guna memutus rantai pasok kelompok bersenjata. Penegakan hukum dilakukan secara selektif dan terukur, menjamin bahwa langkah-langkah yang diambil tidak mengorbankan masyarakat sipil.

Analis Intelijen dan Keamanan, Ngasiman Djoyonegoro, menilai bahwa pembunuhan warga sipil oleh TPNPB-OPM adalah bentuk pelanggaran HAM berat. Ia mengingatkan bahwa aktor non-negara pun berkewajiban menghormati hak asasi manusia. Tindakan kekerasan yang berulang hanya memperlihatkan bahwa kelompok separatis tidak memiliki komitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Pemerintah Indonesia, sebaliknya, terus memperlihatkan komitmennya dalam membangun Papua secara menyeluruh dan damai.

Program-program pembangunan yang telah dijalankan sejak diberlakukannya otonomi khusus menjadi bukti nyata bahwa negara terus berupaya menjawab aspirasi masyarakat Papua. Pemekaran wilayah, peningkatan infrastruktur, penguatan layanan kesehatan, serta pendidikan adalah langkah konkret yang menggambarkan keseriusan pemerintah dalam membangun keadilan sosial di Tanah Papua.

Tragedi di Yahukimo semestinya menjadi momentum untuk kembali menegaskan posisi seluruh elemen bangsa terhadap kekerasan separatisme. Tidak ada perjuangan yang sah jika dibangun di atas darah dan nyawa orang-orang tak berdosa. TPNPB-OPM harus menghentikan semua bentuk teror, karena kekerasan bukanlah jalan menuju keadilan, melainkan kejatuhan moral.

Melalui langkah-langkah komprehensif yang menggabungkan pendekatan keamanan, pembangunan, dan dialog, perdamaian sejati bukanlah mimpi. Dukungan dari seluruh elemen bangsa terhadap upaya negara dalam menjaga Papua tetap dalam pelukan Indonesia menjadi syarat mutlak untuk mengakhiri kekejaman yang mengoyak kemanusiaan.

)* Peneliti Sosial dan Budaya Papua

Penerima Manfaat Cek Kesehatan Gratis Terus Bertambah

Jakarta – Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia pada Februari 2025 terus menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Hingga awal April 2025, lebih dari 50 juta warga telah memanfaatkan layanan ini, menunjukkan bahwa program ini semakin diterima oleh masyarakat luas. Melalui CKG, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemeriksaan kesehatan preventif secara terjangkau dan mudah diakses.

Program ini terbagi dalam tiga skema utama: CKG Ulang Tahun, CKG Sekolah, dan CKG Khusus untuk Ibu Hamil dan Balita. CKG Ulang Tahun memberikan pemeriksaan kepada individu berusia 0–6 tahun dan 18 tahun ke atas, yang dilaksanakan di Puskesmas pada hari ulang tahun atau dalam satu bulan setelahnya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa program ini merupakan prioritas pemerintah di sektor kesehatan dan tidak akan terpengaruh oleh pemangkasan anggaran.
”Pemerintah menargetkan sebanyak 100 juta peserta akan mendapatkan manfaat dari CKG pada tahun 2025. Untuk tahap awal, prioritas akan diberikan kepada 50 persen dari total target tersebut”, Ungkapnya.

Saat ini, upaya utama Kemenkes adalah mengaktifkan program ini secara lebih luas, terutama di luar Pulau Jawa, agar manfaatnya dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat di seluruh Indonesia. Budi Gunadi Sadikin juga menegaskan bahwa ia akan terus mengunjungi puskesmas dan fasilitas kesehatan di berbagai daerah guna memastikan implementasi program berjalan sesuai rencana.

Sementara itu, Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafi’i mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk memanfaatkan Cek Kesehatan Gratis. Program ini sebagai realisasi janji Presiden Prabowo yang bertujuan memberikan layanan kesehatan gratis kepada seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali, dari bayi yang baru lahir hingga lanjut usia.
“Mari ramai-ramai manfaatkan kesempatan ini. Mengapa? Supaya biaya perawatan kesehatan kita menjadi lebih murah. Jangan tunggu sakit dulu baru berobat, karena berobat biasanya mahal”, Jelasnya.

Dengan anggaran sebesar Rp 4,7 triliun, diharapkan program ini dapat menjangkau lebih banyak warga, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan ini tanpa hambatan
Program ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memastikan seluruh rakyat Indonesia dapat mengakses pemeriksaan kesehatan secara gratis, tanpa terkecuali. Oleh karena itu, pemerintah mendorong masyarakat untuk segera memanfaatkan layanan ini demi menjaga kesehatan dan kualitas hidup yang lebih baik di masa depan.