UU TNI Tegaskan Batasan Peran Prajurit di Ranah Sipil, Cegah Kembalinya Dwifungsi Militer

Jakarta – Pemerintah bersama DPR RI resmi menetapkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang menegaskan batasan peran prajurit aktif dalam jabatan sipil. Aturan baru ini dinilai sebagai langkah strategis untuk memastikan profesionalisme TNI dalam ranah pertahanan, sekaligus menjaga supremasi sipil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menjelaskan bahwa revisi UU TNI ini dilakukan guna memperjelas mekanisme dan syarat bagi prajurit TNI yang akan menjalankan tugas di luar fungsi militer. Ia menegaskan bahwa prajurit aktif hanya bisa mengisi jabatan sipil tertentu setelah melalui mekanisme yang ketat.

“Perubahan ini bukan untuk memperluas peran TNI dalam ranah sipil, tetapi justru memperjelas dan mempertegas batasannya. Prajurit harus terlebih dahulu meninggalkan dinas aktif atau memasuki masa pensiun sebelum menjalankan tugas-tugas di luar militer,” ujar Sjafrie.

Menurutnya, TNI saat ini sedang berada dalam fase transformasi sebagai kekuatan pertahanan modern yang tidak hanya siap menghadapi ancaman konvensional, tetapi juga nonkonvensional, seperti terorisme, bencana alam, dan disinformasi.

“TNI bertransformasi untuk mendukung kepentingan geostrategis negara,” tambahnya.

Senada dengan itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak membuka ruang bagi kembalinya praktik dwifungsi militer sebagaimana terjadi pada era Orde Baru. Menurutnya, pembatasan peran TNI dalam jabatan sipil sudah diatur secara spesifik dan selektif.

“Dengan aturan baru ini, hanya ada 14 jabatan sipil tertentu yang bisa diisi oleh prajurit aktif. Itu pun hanya di lembaga-lembaga yang memang berkaitan langsung dengan fungsi pertahanan dan keamanan negara, seperti BNPB, BNPT, dan BNPP,” kata Dave.

Ia menambahkan, jika seorang prajurit TNI ingin menduduki jabatan di luar 14 posisi yang telah ditentukan, maka ia wajib mengundurkan diri dari dinas aktif atau memasuki masa pensiun. Hal ini menurutnya menunjukkan komitmen DPR dan pemerintah untuk memastikan bahwa fungsi militer tidak bercampur dengan ranah sipil.

Dari sisi pemerintah, Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi di Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO), Noudhy Valdryno, menegaskan bahwa revisi UU TNI ini telah disusun dengan sangat hati-hati agar tidak membuka ruang bagi pengembalian dwifungsi TNI.

“Pemerintah berkomitmen menjaga supremasi sipil. Aturan ini justru memperkuat demokrasi karena memberi batasan jelas terhadap prajurit TNI aktif. Tidak seperti UU Nomor 2 Tahun 1988 tentang ABRI yang dulu memberikan keleluasaan bagi militer untuk duduk di posisi legislatif maupun eksekutif,” ujar Noudhy.

Ia menjelaskan bahwa penunjukan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil hanya berlaku pada lembaga yang berkaitan dengan tugas pokok TNI, seperti penanganan krisis, bencana, atau penanggulangan terorisme.

“Itu pun tetap dengan pertimbangan khusus, bukan sesuatu yang bersifat umum atau terbuka lebar,” tegasnya.

Dengan revisi UU TNI ini, Indonesia dinilai telah melangkah maju dalam memperkuat prinsip demokrasi sipil-militer. Pembatasan peran militer di ranah sipil merupakan bentuk adaptasi atas tantangan zaman tanpa mengorbankan nilai-nilai reformasi dan profesionalisme angkatan bersenjata. [^]

Pentingnya Mendukung Revisi UU TNI Pastikan Militer Hormati Supremasi Sipil

*) Oleh : Vina G.

 

Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru-baru ini diajukan dan disetujui oleh DPR RI memiliki makna yang sangat penting dalam konteks pemantapan sistem pemerintahan yang demokratis dan menghormati hak asasi manusia (HAM). Tidak hanya menjadi agenda untuk meningkatkan kualitas profesionalisme Tentara Nasional Indonesia (TNI), namun revisi ini juga berfungsi untuk memastikan bahwa supremasi sipil tetap terjaga. Dalam kerangka demokrasi yang sehat, pengawasan sipil atas militer menjadi suatu keharusan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mendukung kebijakan ini yang dirancang dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM.

 

Ketua DPR RI, Puan Maharani, dalam pernyataannya menekankan bahwa UU TNI yang baru jelas menempatkan supremasi sipil sebagai prinsip utama dalam sistem pemerintahan. Hal ini menjadi landasan utama dalam penyusunan undang-undang tersebut. Puan menyatakan bahwa DPR RI bersama dengan pemerintah telah bekerja keras untuk memastikan bahwa UU ini disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia yang berlaku, baik di Indonesia maupun dalam tataran internasional. Meskipun UU ini penting untuk peningkatan kualitas TNI, supremasi sipil dan hak-hak demokrasi serta HAM tetap dijunjung tinggi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pentingnya pengaturan yang jelas tentang hubungan antara militer dan sipil menjadi titik fokus dalam revisi ini. UU TNI yang baru tidak hanya bertujuan untuk memperkuat struktur dan kemampuan TNI dalam menjaga kedaulatan negara, tetapi juga menegaskan posisi TNI dalam sistem pemerintahan yang berlandaskan pada prinsip demokrasi. Dalam hal ini, militer diatur untuk tetap tidak terlibat dalam politik atau pemerintahan sipil. Hal ini menjadi landasan yang kuat agar TNI bisa tetap fokus pada tugas utama mereka, yakni menjaga keutuhan dan kedaulatan negara tanpa mencampuri urusan politik dalam pemerintahan sipil.

 

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, juga menegaskan bahwa tujuan dari revisi ini adalah untuk memastikan bahwa TNI tetap berfokus pada tugas utamanya, yaitu menjaga kedaulatan negara. Menurutnya, dengan revisi UU TNI, militer akan tetap pada jalur profesionalisme, serta tidak terlibat dalam politik atau pemerintahan sipil. Hal ini penting karena dalam sistem pemerintahan yang demokratis, ruang politik harus dipisahkan dengan tegas antara peran sipil dan militer. Ketegasan ini bertujuan untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat merusak tatanan negara demokrasi.

 

Revisi UU TNI ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara peran militer dalam mempertahankan negara dengan supremasi sipil sebagai pengatur utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Sementara itu, Kepala Hukum (Kakum) Koharmatau, Letkol Kum Anwar Musyadad, S.H., M.H., mengatakan bahwa UU ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme prajurit TNI sekaligus memastikan bahwa supremasi sipil tetap terjaga dalam kehidupan bermasyarakat. Menurutnya, UU TNI yang baru ini tidak hanya memperhatikan aspek kekuatan militer, tetapi juga sejalan dengan prinsip untuk menjaga keseimbangan antara peran militer dan otoritas sipil.

 

Penting untuk dicatat bahwa komitmen untuk menjaga supremasi sipil ini sejalan dengan arahan Panglima TNI yang selalu mengedepankan supremasi sipil dalam setiap kebijakan dan langkah militer. Sebagai bagian dari institusi yang berfungsi untuk mempertahankan negara, TNI diharapkan dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga sipil lainnya dalam rangka menjaga stabilitas negara, dan bukan sebaliknya, terlibat dalam pengambilan keputusan politik atau pemerintahan yang menjadi domain otoritas sipil.

 

UU TNI ini sebetulnya merupakan langkah maju dalam memastikan bahwa militer bekerja sesuai dengan garis profesionalisme yang tinggi, serta memastikan adanya kontrol sipil yang tegas. Dengan adanya UU ini, masyarakat akan melihat militer yang lebih fokus pada tugas utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara, dan pada saat yang sama, memastikan bahwa hak-hak sipil dan demokrasi tetap terjaga dengan baik.

 

Penting untuk diingat bahwa pengesahan UU TNI ini bukanlah akhir dari sebuah perjalanan, melainkan bagian dari sebuah proses yang lebih besar. Pada titik ini, masyarakat juga perlu menyadari pentingnya dukungan terhadap kebijakan ini. Sebagai negara demokrasi, masyarakat harus mendukung setiap langkah yang memperkuat supremasi sipil dalam setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Menjaga agar militer tidak terlibat dalam politik adalah salah satu cara untuk memastikan agar negara tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang sudah menjadi dasar negara. Oleh karena itu, sudah saatnya bagi masyarakat untuk mendukung penuh revisi UU TNI yang menempatkan supremasi sipil sebagai pijakan utama dalam sistem pemerintahan.

 

Masyarakat juga perlu menyikapi perubahan ini dengan rasional dan objektif. Dalam menghadapi kebijakan baru, termasuk pengesahan UU TNI, sudah seharusnya memberikan dukungan berdasarkan fakta dan bukti yang ada, bukan berdasarkan ketakutan atau prasangka semata. Semua pihak memiliki peran dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Dukungan terhadap UU TNI yang telah disahkan adalah salah satu bentuk kontribusi seluruh elemen masyarakat dalam memajukan negara dan membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

 

 

*) Penulis merupakan Mahasiswa Pascasarjana.

UU TNI Tingkatkan Kualitas Prajurit yang Lebih Profesional

Oleh: Farhan Farisan )*

TNI kembali menjadi sorotan publik usai DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pada Kamis, 20 Maret 2025. Perubahan tersebut memuat sejumlah penyesuaian terhadap tantangan zaman dan kebutuhan reformasi pertahanan nasional.

 

Penambahan tugas dan kewenangan yang diatur dalam UU TNI yang baru ditujukan untuk memperjelas batasan peran TNI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. TNI tetap berada dalam kerangka sistem demokrasi dan supremasi sipil sebagai prinsip utama.

 

Sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara, TNI tetap memegang peran strategis dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Fungsi dan peran TNI tidak hanya sebatas perang, melainkan juga mencakup operasi selain perang yang tetap bertumpu pada kepentingan pertahanan nasional.

 

Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, mengatakan bahwa revisi UU ini bukanlah bentuk dari perluasan kekuasaan militer. Ia memastikan TNI tetap menghormati dan mendukung supremasi sipil dalam sistem demokrasi yang dianut Indonesia saat ini.

 

Menurut Kristomei, saran dan kritik yang datang dari masyarakat menjadi bagian penting dalam proses reformasi sektor keamanan. Hal itu diperlukan sebagai kontrol publik terhadap institusi militer yang harus adaptif terhadap tuntutan zaman.

 

Penegasan Kristomei disampaikan untuk membantah kekhawatiran sejumlah kelompok masyarakat sipil yang menilai revisi UU TNI berpotensi menghidupkan kembali konsep dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru. Pihaknya memastikan bahwa hal tersebut tidak akan terjadi.

 

Pihaknya menambahkan bahwa sebagian besar generasi TNI saat ini bahkan tidak memiliki pengalaman ataupun romantisme terhadap masa-masa dwifungsi ABRI. Oleh karena itu, keinginan untuk kembali ke masa lalu dinilai tidak beralasan dan tidak relevan.

 

Kristomei menyebut bahwa seluruh revisi dalam UU ini justru ditujukan untuk memperkuat profesionalitas TNI. Untuk itu, TNI perlu dilengkapi dengan persenjataan modern dan sistem pertahanan yang sesuai dengan perkembangan teknologi global.

 

Di sisi lain, peningkatan kesejahteraan prajurit juga menjadi perhatian utama. Anggaran pertahanan yang memadai menjadi kunci dalam memastikan prajurit TNI mendapatkan pelatihan, peralatan, dan perlindungan yang optimal dalam menjalankan tugasnya.

 

Penolakan terhadap revisi UU TNI muncul dari sejumlah kalangan, termasuk mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil. Mereka menyuarakan kekhawatiran atas potensi pelanggaran hak-hak sipil dan dominasi militer dalam birokrasi sipil.

 

Namun, Ketua Umum DPP Perhimpunan Gerakan Nusantara Raya (PGNR), Oktaria Saputra, mengatakan bahwa masyarakat untuk menganalisis isi UU secara menyeluruh dan tidak semata-mata mengikuti opini yang berkembang di media sosial.

 

Menurut Oktaria, opini-opini yang menuding revisi UU TNI sebagai upaya merebut posisi sipil oleh militer adalah bentuk kekhawatiran yang tidak berdasar. Pihaknya menyatakan bahwa proses legislasi UU ini telah melibatkan partisipasi publik dan memenuhi kaidah prosedural.

 

Oktaria menegaskan bahwa pembahasan RUU ini sudah berlangsung sejak periodesasi 2019-2024 dan baru disepakati pada akhir masa jabatan DPR. Delapan partai politik di Senayan telah menyetujui RUU ini secara konstitusional.

 

Lebih lanjut, Oktaria menilai langkah DPR sebagai upaya strategis membuka ruang pengabdian baru bagi TNI dalam mendukung ketahanan nasional. Penambahan enam institusi baru untuk ruang penugasan TNI disebut sebagai bentuk adaptasi terhadap dinamika keamanan nasional dan global.

 

Oktaria juga mengajak masyarakat untuk tidak serta-merta menolak setiap kebijakan yang diambil negara. Menurutnya, berpendapat boleh, namun sebaiknya dilakukan setelah melalui kajian dan pemahaman yang komprehensif.

 

Sinergi antara TNI dan masyarakat menjadi hal penting yang harus dijaga. TNI tidak berdiri sendiri, tetapi lahir dari rakyat dan untuk rakyat. Dalam sejarahnya, TNI selalu berada di sisi masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan nasional.

 

Dengan adanya UU TNI yang baru, harapannya TNI semakin profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai penjaga keutuhan NKRI. Profesionalitas ini mencakup kesiapan personel, kecanggihan alutsista, dan integritas dalam setiap misi.

 

Pergeseran paradigma ini menjadi bagian dari upaya modernisasi institusi militer yang tetap setia pada prinsip demokrasi. TNI bukan hanya alat pertahanan negara, tetapi juga simbol pengabdian terhadap bangsa dan rakyat.

 

Ke depan, dengan landasan hukum yang diperbaharui, TNI diharapkan mampu meningkatkan kapabilitasnya dalam menjaga keamanan nasional, sekaligus tetap menjadi bagian dari masyarakat Indonesia yang demokratis, damai, dan berdaulat.

 

Selain memberikan kejelasan terhadap ruang gerak TNI, UU TNI juga memuat aturan mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas-tugas TNI. Hal ini menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa setiap kegiatan TNI tetap berada dalam koridor hukum dan dapat diawasi secara publik maupun institusional. Revisi UU TNI ini sekaligus menjadi penegasan bahwa modernisasi pertahanan harus berjalan seiring dengan komitmen terhadap prinsip-prinsip negara hukum dan demokrasi.

 

Dengan berbagai penyesuaian yang dilakukan melalui revisi UU TNI ini, diharapkan ke depan lahir prajurit-prajurit TNI yang tidak hanya tangguh secara fisik, tetapi juga cakap secara intelektual dan berintegritas tinggi. Revisi ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan panjang reformasi militer Indonesia yang menjunjung tinggi demokrasi, hak asasi manusia, dan profesionalisme.

 

)* Penulis adalah mahasiswa Bandung tinggal di Jakarta

Inovasi Kunci Keberlanjutan Program Makan Bergizi Gratis

Oleh: Eleine Pramesti *)

 

Program makan bergizi gratis telah menjadi solusi konkret dalam upaya menanggulangi permasalahan gizi di berbagai negara. Keberlanjutan program ini tidak hanya bergantung pada ketersediaan dana dan dukungan kebijakan, tetapi juga pada inovasi dalam implementasinya. Dengan inovasi, program makan bergizi gratis dapat tetap relevan, efisien, dan berdampak luas bagi kesejahteraan masyarakat.

Salah satu bentuk inovasi dalam program ini adalah penggunaan teknologi digital untuk manajemen distribusi makanan. Sistem berbasis aplikasi dapat membantu dalam pendataan penerima manfaat, pengelolaan stok bahan makanan, serta monitoring kualitas makanan yang disalurkan. Melalui sistem ini, transparansi dalam penyaluran bantuan juga lebih terjaga, mengurangi potensi penyalahgunaan dan memastikan bahwa makanan yang diberikan tepat sasaran.

Selain itu, pengembangan menu berbasis kearifan lokal menjadi inovasi penting dalam menjaga keberlanjutan program makan bergizi gratis. Menggunakan bahan-bahan pangan yang tersedia secara lokal tidak hanya menekan biaya operasional, tetapi juga membantu meningkatkan perekonomian petani dan produsen pangan setempat. Dengan demikian, program ini tidak hanya berkontribusi pada kesehatan masyarakat, tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal.

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika mendorong inovasi dan keberlanjutan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pasalnya, Ombudsman mencatat layanan program MBG bukan hanya berupa penyediaan makanan bergizi untuk siswa, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita saja, melainkan memiliki snowbolling effect (tindakan kecil dapat menyebabkan tindakan yang lebih besar dan menghasilkan dampak besar) terhadap peningkatan kesejahteraan petani di lingkungan terdekat Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Maka dari itu sebagai lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman berkomitmen untuk terus mengawal dan mendorong penyempurnaan program MBG.

Ombudsman, kata dia, ingin memastikan setiap tantangan mendapatkan solusi nyata agar program MBG semakin baik ke depannya. Ia juga berharap program MBG dapat berjalan semakin optimal dan berdampak positif bagi anak-anak Indonesia.

Salah satu pengawalan yang dilakukan Ombudsman terhadap program MBG gratis dilakukan melalui kunjungan bersama Badan Gizi Nasional (BGN) ke Kecamatan Warungkiara, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dari hasil pemantauan tersebut, Yeka menyampaikan beberapa masukan kepada BGN, termasuk optimalisasi administrasi, penyempurnaan distribusi pangan, serta penguatan pengawasan.

Ombudsman melihat bahwa sistem distribusi makanan di tempat tersebut sudah tertata dengan baik dan berbasis data yang akurat. Dengan pengawasan yang lebih ketat, dia menilai kualitas dan ketepatan sasaran dapat terus terjaga. Sementara itu Kepala BGN Dadan Hindayana menjelaskan bahwa lokasi itu telah menjadi proyek percontohan sejak Januari 2024 dan memberikan manfaat, tidak hanya bagi anak-anak sekolah, tetapi juga bagi perekonomian masyarakat.

Strategi inovatif lainnya penerapan teknologi fingerprint (sidik jari) dalam pembagian MBG ideal untuk menjaga ketepatan distribusi. Selain inovasi di bidang teknologi dan pengolahan, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam memastikan program makan bergizi gratis tetap berkelanjutan. Kemitraan dengan perusahaan pangan dan restoran lokal memungkinkan diversifikasi menu serta peningkatan kualitas makanan.

Dalam upaya menjaga keberlanjutan program, penting pula untuk melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya gizi seimbang. Sosialisasi yang dilakukan melalui sekolah, pusat kesehatan masyarakat, dan media sosial dapat meningkatkan kesadaran akan manfaat makanan bergizi, sehingga masyarakat menjadi lebih proaktif dalam menjaga pola makan sehat.

Keberlanjutan program makan bergizi gratis bergantung pada berbagai faktor, termasuk inovasi dalam implementasi, manajemen distribusi, teknologi pangan, kolaborasi lintas sektor, dan pendanaan. Dengan pendekatan inovatif dan strategi yang tepat, program ini dapat terus berjalan dan memberikan manfaat jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif di masa depan.

Di sisi lain, keberlanjutan program makan bergizi gratis juga dapat diperkuat melalui regulasi yang mendukung. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang memastikan kesinambungan program ini, termasuk insentif bagi para pelaku usaha yang berkontribusi dalam penyediaan makanan sehat. Dengan adanya regulasi yang jelas, pihak swasta juga akan lebih terdorong untuk ikut serta dalam mendukung program ini. Penerapan konsep ekonomi sirkular dalam pengelolaan bahan makanan juga dapat menjadi inovasi yang mendukung keberlanjutan program.

Sebelumnya, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy mengatakan MBG merupakan inisiatif strategis yang relevan untuk mencapai Trisula Pembangunan Nasional 2029, yaitu pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, serta pengembangan SDM berkualitas. Selain itu,  langkah ini merupakan komitmen konkret mewujudkan ketahanan pangan dan meningkatkan kualitas gizi masyarakat Indonesia.

Program makan bergizi gratis tidak hanya berdampak pada peningkatan kesehatan masyarakat, tetapi juga memiliki implikasi luas dalam sektor pendidikan. Anak-anak yang mendapatkan asupan gizi yang cukup cenderung lebih fokus dalam belajar dan memiliki prestasi akademik yang lebih baik. Oleh karena itu, penguatan program ini harus menjadi prioritas dalam kebijakan pembangunan nasional.

Terakhir, keberhasilan program makan bergizi gratis juga membutuhkan peran aktif dari masyarakat sebagai penerima manfaat. Kesadaran akan pentingnya pola makan sehat harus terus dibangun agar program ini tidak hanya menjadi bantuan sementara, tetapi juga menciptakan kebiasaan konsumsi yang lebih baik bagi generasi mendatang.

 

)* Penulis adalah Jurnalis Energi di Greenpeace Resources Institute

Ayo Damai, Waspadai Agenda Tersembunyi di Balik Indonesia Gelap

Jakarta – Masyarakat perlu mewaspadai adanya agenda tersembunyi yang dapat merugikan bangsa dalam gelombang demonstrasi Indonesia Gelap. Analisa tersebut disampaikan oleh pengamat intelijen dan geopolitik, Amir Hamzah, yang menyebut bahwa pola gerakan dalam aksi-aksi Indonesia Gelap menunjukkan adanya desain sistematis dan terstruktur, jauh dari sekadar penyampaian aspirasi spontan masyarakat.

“Kita melihat ada pola gerakan yang tidak biasa, bukan sekadar aspirasi masyarakat, tetapi ada upaya untuk mendelegitimasi TNI sebagai institusi negara,” tegas Amir.

Ia menjelaskan bahwa penyusupan melalui propaganda anti-militerisme dan penyebaran narasi di berbagai media sosial merupakan pola klasik yang digunakan untuk melemahkan pilar pertahanan negara. Amir pun mendesak aparat intelijen dan keamanan bergerak cepat mengidentifikasi aktor-aktor yang diduga menjadi dalang gerakan ini.

“Bukan berarti kita mengabaikan aspirasi masyarakat yang sah dalam sistem demokrasi, tetapi kita harus bisa membedakan mana aksi yang murni menyuarakan kepentingan rakyat dan mana yang merupakan operasi terselubung untuk melemahkan negara,” lanjut Amir.

Dalam konteks menjaga ketertiban dan stabilitas nasional, pemerintah menyerukan kepada masyarakat untuk tetap waspada dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang memecah belah. Masyarakat diminta menggunakan hak demokrasinya dengan damai dan bertanggung jawab.

Sayangnya, dalam aksi unjuk rasa pada Kamis (27/3/2025) lalu, terjadi vandalisme terhadap Tugu Kujang di Kota Bogor. Tugu bersejarah itu dipenuhi stiker dan coretan dengan pesan-pesan anti UU TNI. Tokoh masyarakat Bogor, Harlan Bengardi, menyayangkan tindakan tersebut.

“Setiap tahun kami merawat area Tugu Kujang. Dirapikan, dipasang keramik, diperbaiki plakatnya, dan meminta dinas untuk penghijauan. Karena setiap Agustus Tugu Kujang kami pakai untuk menggelar Festival Merah Putih (FMP),” kata Harlan.

Ia menegaskan bahwa menyampaikan pendapat yang benar harus dilakukan dengan cara yang benar pula.

“Ketika menyampaikan kebenaran harus benar dan baik, rendah hati, sabar, keikhlasan. Kalau kemarin sudah di luar koridor yang harusnya dilakukan dengan baik dan benar,” tambahnya.

Pemerintah, melalui koordinasi antarlembaga, menegaskan komitmennya untuk menjaga demokrasi yang sehat sekaligus mengamankan stabilitas nasional dari ancaman tersembunyi yang berpotensi merusak persatuan bangsa.

Kebijakan Tarif Trump Jadi Momentum Indonesia Bersatu Untuk Ekonomi Nasional

Jakarta – Kebijakan tarif resiprokal terbaru yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, dinilai bukan semata-mata sebagai tekanan, melainkan momentum untuk memperkuat persatuan dan kemandirian ekonomi nasional. Mulai 2 April 2025, AS akan memberlakukan tarif dasar 10 persen ditambah tambahan 32 persen terhadap produk-produk asal Indonesia. Di tengah tantangan perdagangan global, kebijakan ini justru dipandang sebagai peluang strategis bagi Indonesia untuk bersatu dalam memperkuat daya saing dan memperluas pasar di sektor-sektor unggulan dalam negeri.

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), menyatakan bahwa kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Trump tidak akan berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri pabrik.

JK menyebutkan bahwa kebijakan tarif impor Trump, dengan pengenaan tarif sebesar 32 persen, hanya akan memengaruhi industri pabrik sebesar 10 persen dari harga jual.

“Jadi hanya kurang lebih 10 persen dari harga. Pabrik sepatu atau baju cuma kena 10 persen, toh gaji buruh juga enggak naik, jadi kira-kira yang kena PHK siapa?”

Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sebaiknya tidak buru-buru mengambil langkah balasan terhadap kebijakan tersebut. “Negosiasi bilateral antar negara terkait perdagangan adalah hal yang selanjutnya akan dilakukan,” ujar Fakhrul dalam keterangan resmi yang dikutip pada Minggu, 6 April 2025.

Menurutnya, kebijakan tarif ini adalah bagian dari pendekatan “carrot and stick” yang kerap digunakan oleh pemerintahan Trump. Artinya, tarif hanyalah pembuka jalan untuk memulai negosiasi perdagangan yang lebih intensif. Ia juga menyoroti bahwa dunia kini mulai bergeser dari sistem multilateral menuju pendekatan bilateral dalam kerja sama ekonomi antarnegara.

Fakhrul menilai bahwa di balik tekanan, terdapat kesempatan khusus bagi Indonesia untuk memperkuat ekspor di sektor-sektor seperti tekstil, alas kaki, furniture, komponen otomotif, dan nikel. “Tantangan perang dagang ini justru bisa membuka pasar-pasar baru di AS yang sebelumnya sulit ditembus,” katanya.

Namun, ia mengingatkan bahwa tidak ada lagi kesepakatan dagang yang murni berbasis aturan (rule-based) dengan AS. Maka dari itu, dibutuhkan diplomasi ekonomi yang lebih cermat dan aktif. “Para diplomat ekonomi Indonesia harus lihai dalam bernegosiasi. Peran Kementerian Luar Negeri akan semakin krusial,” tegas Fakhrul.

Menutup pernyataannya, Fakhrul menanggapi dampak kebijakan ini terhadap pasar modal. Ia mengatakan penurunan indeks saham beberapa waktu terakhir adalah reaksi wajar. “Para investor tidak perlu takut. Karena 80 persen dari situasi ini sudah ‘priced in’ di pasar. Sekarang justru saat yang baik untuk mulai melirik peluang dari pasar saham yang telah terkoreksi,” pungkasnya.

Gempur Proteksionisme AS, Prabowo Siapkan Strategi Total Lawan Tarif

Jakarta – Pemerintah Indonesia menunjukkan kesiapannya dalam merespons kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kebijakan yang mulai berlaku secara bertahap pada 5 dan 9 April 2025 itu dinilai dapat berdampak pada berbagai sektor ekspor nasional, terutama industri padat karya seperti apparel dan alas kaki.

Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno menyatakan keyakinannya terhadap kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam menghadapi tekanan proteksionisme global.

“Kebijakan Presiden Prabowo yang mencakup perluasan jaringan mitra dagang, peningkatan daya saing produk lokal, serta diversifikasi pasar ekspor merupakan strategi yang tepat,” ujar Eddy.

Ia juga menekankan pentingnya percepatan hilirisasi sebagai strategi menghadapi tekanan eksternal.

“Hal ini agar Indonesia tidak hanya menghasilkan produk turunan pertama atau antara, namun mampu menghasilkan produk jadi, seperti baterai, solar cell, kawat tembaga, perabotan rumah tangga dari aluminium, dan lain-lain,” tegas Eddy.

Di sisi lain, Pemerintah menyiapkan langkah diplomasi aktif sebagai respons atas tarif dari AS. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa Indonesia tetap memilih jalur diplomasi dan negosiasi untuk mencari solusi saling menguntungkan.

“Indonesia menyiapkan rencana aksi dengan memperhatikan beberapa hal, termasuk impor dan investasi dari Amerika Serikat,” kata Airlangga dalam Rapat Koordinasi Terbatas.

Pemerintah juga memperhatikan sektor-sektor industri rentan terhadap fluktuasi pasar global, dan menjanjikan dukungan melalui insentif untuk menjaga daya saing.

“Seluruh industri (sektor tersebut) diundang untuk mendapatkan masukan terkait ekspor mereka dan juga terkait dengan hal-hal yang perlu kita jaga terutama sektor padat karya,” lanjut Airlangga.

Tak hanya itu, pemerintah juga membuka peluang besar di pasar Eropa yang disebut Airlangga sebagai “pasar terbesar kedua setelah China dan Amerika Serikat”. Hal ini dilakukan agar Indonesia tidak tergantung pada pasar tunggal dan memiliki alternatif ekspor yang lebih kuat.

Menjelang tenggat diplomatik 9 April 2025, Presiden Prabowo telah meminta seluruh jajaran terkait agar merespons cepat dan terukur melalui skema deregulasi serta koordinasi lintas sektor.

“Bapak Presiden minta kita bersurat sebelum tanggal 9 April. Namun teknisnya, tim terus bekerja,” kata Airlangga.

Dengan strategi yang inklusif dan koordinatif, Indonesia optimis mampu bertahan bahkan tumbuh di tengah guncangan perang dagang global.

Indonesia Solid dan Siapkan Taktik Khusus Hadapi Tarif Impor Era Trump

Oleh : Astrid Widia )*

 

Kenaikan tarif impor yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump beberapa waktu lalu menimbulkan dinamika baru dalam peta perdagangan global. Namun, Indonesia justru memandang ini sebagai peluang strategis untuk memperkuat ekonomi nasional dan mengakselerasi transformasi struktural yang telah digagas Presiden Prabowo Subianto sejak awal masa pemerintahannya.

Respons cepat dan terukur dari pemerintah Indonesia menunjukkan kesiapan dalam membaca arah angin geopolitik global. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon menegaskan bahwa kebijakan strategis Presiden Prabowo merupakan langkah jangka panjang untuk membangun kemandirian ekonomi bangsa. Pemerintah tidak memilih bersikap reaktif terhadap tekanan global, melainkan memanfaatkan momentum ini untuk memperluas jangkauan perdagangan dan memperkuat fondasi ekonomi dalam negeri.

Salah satu langkah utama adalah diversifikasi mitra dagang. Fadli menyebut strategi Presiden Prabowo dalam memperluas kemitraan dengan BRICS, ASEAN, dan negara-negara Global South sebagai bentuk antisipasi atas proteksionisme dagang yang semakin agresif. Dengan menjadi bagian dari RCEP, yang mencakup 27 persen perdagangan dunia, serta mendorong aksesi ke OECD, Indonesia memperkuat pijakan dalam rantai pasok global yang lebih beragam dan stabil. Tak hanya itu, Indonesia juga terus mengupayakan penyelesaian berbagai perjanjian dagang komprehensif seperti IEU-CEPA, I-EAEU CEPA, dan CP-TPP.

Sebagai tokoh yang lama aktif di dunia parlemen, Fadli Zon telah mendorong negosiasi perjanjian dagang dengan Uni Eropa dan entitas regional lainnya. Dalam pandangannya, perluasan pasar adalah instrumen vital untuk menjamin keberlangsungan pertumbuhan ekspor Indonesia, khususnya saat pasar tradisional seperti AS mulai mengunci diri dengan tarif tinggi.

Langkah kedua yang tak kalah penting adalah percepatan hilirisasi sumber daya alam. Pemerintah kini fokus membangun nilai tambah domestik melalui industrialisasi mineral, perkebunan, hingga sektor kelautan. Fadli melihat pendirian Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam memastikan hilirisasi berjalan dengan tata kelola yang baik dan berpihak pada kesejahteraan rakyat.

Pentingnya hilirisasi bukan hanya terletak pada potensi peningkatan nilai ekspor, tetapi juga pada dampaknya terhadap penciptaan lapangan kerja dan pengurangan ketergantungan pada bahan mentah. Dalam kerangka ekonomi jangka panjang, strategi ini akan membentuk basis industri nasional yang tangguh dan kompetitif di tengah ketidakpastian global.

Strategi ketiga Presiden Prabowo adalah meningkatkan konsumsi dalam negeri melalui penguatan daya beli masyarakat. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menyasar 82 juta penerima manfaat hingga akhir 2025 merupakan langkah konkret untuk mendongkrak permintaan domestik. Fadli menyebut kebijakan ini sebagai fondasi baru bagi ketahanan ekonomi nasional, karena mendorong perputaran ekonomi dari bawah dan mengurangi tekanan terhadap sektor ekspor saat pasar global sedang tidak menentu.

Di sektor pedesaan, rencana pendirian 80.000 Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) juga menjadi tumpuan baru. Melalui koperasi ini, desa-desa akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lokal yang mandiri, dengan multiplier effect terhadap serapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan yang lebih merata. Fadli meyakini bahwa penguatan desa adalah prasyarat utama dalam membangun daya tahan ekonomi nasional.

Dari sisi dukungan legislatif, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan Pemerintah dala menghadapi tarif resiprokal dari AS. Ia juga mendorong agar strategi pemerintah mencakup deregulasi kebijakan yang menghambat investasi, serta peningkatan daya saing nasional melalui penciptaan iklim investasi yang ramah. Menurutnya, hal ini menjadi sangat penting agar Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi justru unggul dalam kompetisi regional dan global.

Senada, Ketua Kadin Kota Surabaya, Ali Affandi, melihat kebijakan tarif Presiden Trump sebagai sinyal perubahan peta produksi global. Perusahaan-perusahaan multinasional dari AS dan Eropa kemungkinan akan mencari lokasi produksi baru yang lebih netral dan efisien. Indonesia, dengan populasi besar, posisi strategis, dan sumber daya melimpah, memiliki peluang besar untuk menjadi basis manufaktur baru di kawasan.

Andhi juga menyoroti peluang ekspor non-AS yang akan meningkat, terutama ke Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara. Dengan catatan, Indonesia harus sigap dalam mengoptimalkan insentif investasi, meningkatkan efisiensi logistik, serta menjamin ketersediaan tenaga kerja terampil. Jika ini bisa dijawab, Indonesia bukan hanya selamat dari proteksionisme global, tetapi juga menjadi pemain utama baru dalam rantai pasok internasional.

Kebijakan tarif Trump memang mengganggu stabilitas perdagangan global, namun di balik tantangan itu tersimpan peluang besar bagi negara-negara yang mampu beradaptasi dan bergerak cepat. Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, menunjukkan bahwa negara ini tidak hanya siap menghadapi tantangan, tetapi juga mampu mengubahnya menjadi momentum kebangkitan ekonomi nasional.

Sinergi lintas sektor—dari diplomasi perdagangan, hilirisasi, penguatan konsumsi domestik, hingga reformasi kebijakan investasi—merupakan strategi komprehensif yang tak hanya menjawab dinamika jangka pendek, tapi juga meletakkan dasar bagi kedaulatan ekonomi jangka panjang.

Kini saatnya publik memberikan dukungan dan apresiasi atas langkah strategis pemerintah. Indonesia punya semua prasyarat untuk unggul dalam lanskap ekonomi global yang baru ini. Mari kita optimis dan percaya bahwa badai perdagangan ini justru akan mengantar Indonesia menuju masa depan yang lebih kuat dan mandiri.

 

)* Penulis adalah pengamat ekonomi

Indonesia Hadapi Trump dengan Strategi dan Ketegasan Diplomasi

Oleh : Tari Nurhaliza )*

 

Dunia tengah menghadapi babak baru dalam dinamika perdagangan internasional. Donald Trump, yang kembali mencuat ke panggung politik Amerika Serikat, menggaungkan kebijakan tarif resiprokal (timbal balik) yang berpotensi berdampak pada banyak negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Namun, di tengah ketidakpastian itu, Indonesia menunjukkan sikap yang tenang, rasional, dan dewasa. Alih-alih melawan dengan emosi, Indonesia memilih jalan dialog dan kerja sama sebagai cerminan karakter bangsa yang matang dan menjunjung tinggi persatuan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan pemerintah tetap fokus pada diplomasi dan negosiasi sebagai fondasi utama merespons tekanan tersebut. Pilihan ini bukan hanya soal kebijakan ekonomi, melainkan bentuk komitmen Indonesia dalam menjaga relasi jangka panjang yang sehat dan berimbang. Menghindari gesekan yang tidak perlu justru membuka peluang untuk memperkuat stabilitas ekonomi nasional secara menyeluruh.

Bukan tanpa persiapan, respons Indonesia dijalankan dengan kerja terkoordinasi lintas kementerian dan lembaga. Airlangga menekankan pentingnya suara pelaku usaha dalam penyusunan strategi nasional. Di sinilah semangat gotong royong muncul dalam bentuk kebijakan: pemerintah dan dunia usaha duduk bersama untuk memastikan bahwa langkah yang diambil benar-benar menjawab kebutuhan nyata, khususnya bagi sektor padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.

Sebagai bagian dari transparansi dan keterbukaan, forum-forum sosialisasi tengah dipersiapkan agar pelaku industri ekspor dapat menyampaikan pandangannya. Airlangga memastikan bahwa semua proses berjalan sesuai tenggat yang ditetapkan, sehingga respons Indonesia tidak hanya tepat sasaran tetapi juga tepat waktu. Pendekatan inklusif seperti ini memperkuat rasa memiliki dari seluruh pemangku kepentingan terhadap arah kebijakan nasional.

Lebih dari itu, pemerintah juga melihat peluang di balik tantangan. Menurut Airlangga, perluasan pasar ekspor ke kawasan Eropa dan negara-negara mitra baru menjadi bagian dari strategi besar membangun posisi Indonesia di kancah global. Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh lebih luas dan kuat melalui diversifikasi yang bijak dan terukur.

Di sisi lain, Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan, Noudhy Valdryno, menyampaikan Indonesia tidak akan terbawa arus polarisasi geopolitik. Prinsip non-blok dan diplomasi aktif tetap menjadi pegangan utama. Melalui forum-forum internasional, baik bilateral maupun multilateral, Indonesia terus membawa semangat dialog yang menyatukan, bukan memecah.

Menurut Noudhy, tekanan global seperti ini justru mendorong pembaruan dari dalam. Reformasi struktural dipercepat, penggunaan produk lokal ditingkatkan, dan pasar domestik diperkuat. Dalam setiap tantangan selalu ada peluang untuk memperbaiki, dan Indonesia telah membuktikan mampu mengubah tekanan menjadi pemicu transformasi ekonomi yang lebih tangguh.

Yang tidak kalah penting adalah kerja sama antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Persatuan bangsa tidak hanya lahir dari semangat kebangsaan, tetapi juga dari kerja nyata yang saling mendukung dan menguatkan. Inilah yang membuat Indonesia tetap kokoh sebagai jangkar stabilitas di kawasan, meski dunia tengah menghadapi ketidakpastian.

Akademisi dari Universitas Indonesia Dr. Diding S. Anwar melihat langkah Indonesia sebagai bukti kedewasaan diplomasi. Tidak banyak negara yang mampu menahan diri dalam situasi seperti ini. Keputusan untuk tidak bersikap konfrontatif justru menunjukkan jati diri Indonesia sebagai negara yang besar dalam berpikir dan bijaksana dalam bertindak.

Lebih jauh, Diding menilai langkah diversifikasi ekspor ke kawasan Asia, Timur Tengah, dan Afrika sebagai manuver cerdas yang memperluas jangkauan Indonesia di dunia perdagangan global. Strategi ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya bergantung pada satu arah, tetapi membuka banyak pintu baru untuk tumbuh bersama mitra dagang yang beragam.

Menurutnya, sikap menahan diri dalam menghadapi provokasi ekonomi internasional merupakan wujud dari arah pembangunan yang konsisten dan berkelanjutan. Di balik itu ada visi besar: membangun negeri dengan stabilitas, martabat, dan daya saing yang kuat.

Sementara itu, dari sisi moneter, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menegaskan Bank Indonesia terus siaga dalam menjaga stabilitas rupiah dan kondisi keuangan nasional. Ketika pasar global bergejolak, respons cepat dan terukur melalui langkah triple intervention menjadi bentuk komitmen nyata terhadap kestabilan makroekonomi.

Ramdan menjelaskan bahwa stabilitas sistem keuangan tetap menjadi prioritas utama. Ketika fundamental ekonomi dijaga dengan baik, maka kepercayaan publik dan pelaku usaha pun terjaga. Hal ini menciptakan iklim investasi dan pertumbuhan yang positif, bahkan di tengah tekanan global.

Sebagai penutup, Ramdan menegaskan bahwa seluruh kebijakan moneter yang diambil sejalan dengan arah kebijakan pemerintah. Harmoni antara fiskal dan moneter menjadi kekuatan utama Indonesia dalam merespons dinamika perdagangan dunia. Ke depan, koordinasi yang solid ini akan terus menjadi fondasi dalam menjaga keberlanjutan pembangunan nasional.

Dalam banyak hal, tantangan global justru menjadi momen untuk menguatkan fondasi. Respons Indonesia terhadap kebijakan tarif dari Amerika Serikat adalah cerminan dari persatuan, keteguhan, dan arah kebijakan yang berpijak pada nilai kebangsaan. Di tengah guncangan, Indonesia tidak terombang-ambing. Justru semakin yakin melangkah, dalam semangat satu bangsa, satu tanah air, dan satu tujuan bersama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

)* Penulis merupakan Praktisi Isu Strategis

Fundamental Ekonomi Makin Kuat, Provokasi “Indonesia Gelap” Hanya Ilusi

Oleh : Laras Mulyani )*

Narasi kelam tentang kondisi ekonomi Indonesia yang disebut berada di ambang krisis kembali mencuat ke ruang publik. Sayangnya, narasi ini jauh dari kenyataan. Fakta-fakta objektif menunjukkan bahwa ekonomi nasional justru berada dalam posisi stabil dan prospektif. Segala upaya provokatif yang mencoba membingkai Indonesia sebagai negara yang terpuruk hanyalah ilusi yang tidak sejalan dengan indikator ekonomi yang terang benderang. Pemerintah justru berhasil menjaga momentum pertumbuhan, mengendalikan inflasi, dan memperkuat ketahanan nasional di tengah tekanan global.

Salah satu indikator utama yang membuktikan kekuatan ekonomi nasional adalah posisi cadangan devisa. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan cadangan devisa Indonesia mencapai lebih dari USD 156 miliar. Angka ini cukup untuk membiayai tujuh bulan impor dan membayar seluruh utang luar negeri jangka pendek. Selain itu, kebijakan pemerintah yang mewajibkan penyimpanan devisa hasil ekspor di dalam negeri terbukti efektif memperkuat nilai tukar rupiah dan menopang stabilitas moneter.

Lebih lanjut, Airlangga menekankan bahwa fluktuasi rupiah yang terjadi belakangan ini masih dalam batas wajar sebagai bagian dari dinamika pasar global. Pemerintah dan Bank Indonesia juga telah merespons secara tepat dengan intervensi yang terukur, sehingga fluktuasi tidak berdampak sistemik. Di tengah tekanan eksternal seperti suku bunga global yang tinggi dan gejolak geopolitik, Indonesia mampu menjaga stabilitas nilai tukar serta mempertahankan kepercayaan pelaku pasar internasional.

Narasi “Indonesia gelap” jelas tidak memiliki pijakan empirik. Provokasi semacam itu tidak hanya menyesatkan, tetapi juga berbahaya bagi stabilitas sosial dan psikologi publik. Airlangga mengingatkan bahwa masyarakat tidak perlu terpengaruh oleh opini yang tidak berbasis data. Pemerintah memiliki komitmen kuat dalam menjaga kestabilan ekonomi nasional, dan seluruh indikator utama membuktikan bahwa arah kebijakan selama ini sudah tepat.

Stabilitas inflasi menjadi prestasi lain yang patut diapresiasi. Selama awal 2024 hingga menjelang Lebaran 2025, inflasi tetap terjaga dalam kisaran target, bahkan sempat mencatatkan deflasi. Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyatakan bahwa capaian ini membuktikan efektivitas kebijakan fiskal dan moneter yang diambil oleh pemerintah serta sinergi yang kuat dengan otoritas moneter. Ini sekaligus menampik narasi yang menyebut daya beli masyarakat melemah, karena justru konsumsi domestik tetap menjadi motor pertumbuhan utama.

Di sektor keuangan, fondasi ekonomi Indonesia kian solid. Rasio kredit bermasalah (NPL) tetap rendah, berada pada angka 2,08%. Menurut Josua, hal ini menunjukkan bahwa sektor perbankan nasional berada dalam kondisi sangat sehat. Tidak ada tanda-tanda krisis likuiditas maupun gangguan sistemik yang bisa mengarah pada instabilitas ekonomi. Justru sebaliknya, kinerja perbankan terus tumbuh dengan penyaluran kredit yang ekspansif dan sehat.

Daya tahan ekonomi nasional juga tercermin dari penurunan rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (PDB). Ini menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengelola pembiayaan secara hati-hati dan berkelanjutan. Josua menegaskan bahwa dengan struktur utang yang didominasi jangka panjang dan berbunga rendah, Indonesia berada pada jalur fiskal yang aman dan terkendali.

Penting untuk memahami bahwa narasi pesimistis kerap dimunculkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seringkali dengan tujuan politik atau kepentingan tertentu. Namun, publik sudah semakin cerdas dalam memilah informasi. Fakta-fakta objektif dan transparansi data dari pemerintah menjadi benteng utama melawan disinformasi dan agitasi.

Kekuatan ekonomi Indonesia juga tercermin dalam terus meningkatnya arus investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Reformasi struktural yang dilakukan dalam bentuk hilirisasi industri, digitalisasi, dan pembangunan infrastruktur berhasil meningkatkan daya saing nasional. Kepercayaan investor internasional terhadap Indonesia bahkan terus tumbuh, terlihat dari peringkat utang yang stabil dalam kategori layak investasi oleh lembaga pemeringkat global.

Kondisi ini membuktikan bahwa pemerintah tidak hanya mampu menjaga stabilitas, tetapi juga terus melakukan transformasi ekonomi secara berkelanjutan. Pembangunan kawasan industri berbasis energi hijau, dukungan terhadap UMKM, serta peningkatan konektivitas antarwilayah menjadi tulang punggung pertumbuhan jangka panjang yang inklusif. Semua ini mempertegas bahwa Indonesia sedang bergerak maju, bukan menuju kegelapan.

Oleh karena itu, narasi “Indonesia gelap” sudah selayaknya disingkirkan dari ruang publik. Bukan hanya karena tidak berdasar, tetapi karena bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya. Indonesia saat ini justru menjadi contoh negara berkembang yang berhasil mempertahankan kestabilan di tengah tantangan global yang berat. Ketika dunia dilanda ketidakpastian, Indonesia mampu berdiri tegak dengan pijakan ekonomi yang solid.

Fakta-fakta tersebut seharusnya menjadi bahan refleksi bersama. Alih-alih menyebar provokasi, sudah saatnya seluruh elemen masyarakat mendukung kerja keras pemerintah dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Indonesia tidak sedang gelap. Indonesia justru terang dan bergerak maju menuju masa depan yang lebih sejahtera dan berdaya saing.

 

)* Penulis merupakan Praktisi Ekonomi-Politik