Program MBG Dorong Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja

Oleh: Andi Mahesa )*

Pemerintah terus menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kebijakan strategis. Salah satu program unggulan yang kini terbukti berdampak positif adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan asupan gizi masyarakat, tetapi juga berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Dengan adanya MBG, angka kemiskinan dapat ditekan, sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi nasional.

 

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menegaskan bahwa MBG telah memberikan dampak besar bagi perekonomian Indonesia. Program ini berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja serta menurunkan angka kemiskinan. Menurutnya, keberhasilan program ini terlihat dari dampaknya yang luas, mulai dari peningkatan pertumbuhan ekonomi, perluasan ekosistem industri pangan, hingga penguatan kesejahteraan masyarakat.

 

MBG bukan sekadar program sosial, tetapi juga instrumen kebijakan yang mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Dengan memberikan makanan bergizi kepada masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah, kualitas hidup mereka meningkat, yang pada akhirnya berdampak pada produktivitas tenaga kerja.

 

Anggota Dewan Ekonomi Nasional, Arief Anshory Yusuf, menyampaikan bahwa MBG telah berhasil menciptakan 1,9 juta lapangan kerja baru serta menurunkan angka kemiskinan hingga 5,8 persen. Ini merupakan pencapaian yang menunjukkan bahwa kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah tidak hanya tepat sasaran, tetapi juga mampu memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional secara luas.

 

Program ini menciptakan berbagai peluang kerja di berbagai sektor, mulai dari tenaga produksi bahan pangan, distribusi makanan, hingga usaha kecil dan menengah yang mendukung penyediaan kebutuhan MBG. Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya membantu masyarakat dalam memperoleh makanan bergizi, tetapi juga meningkatkan daya beli mereka melalui penciptaan pekerjaan yang stabil dan berkelanjutan.

 

Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menuturkan bahwa manfaat MBG tidak hanya dirasakan oleh anak-anak sekolah yang menjadi penerima utama, tetapi juga oleh para petani, peternak, dan nelayan yang terlibat dalam rantai pasok program ini. MBG melibatkan sekitar 50 ribu tenaga kerja, mencakup berbagai sektor mulai dari peternakan ayam, pertanian beras, hingga nelayan yang memasok ikan langsung dari pelabuhan.

 

Keberhasilan ini menunjukkan bahwa MBG memiliki efek domino dalam meningkatkan ekonomi lokal. Dengan adanya program ini, berbagai sektor industri kecil menengah juga mendapatkan keuntungan, sehingga terjadi pemerataan ekonomi yang lebih baik. Program ini secara tidak langsung juga mendorong ketahanan pangan nasional, karena memperkuat sektor produksi dalam negeri.

 

Secara lebih luas, MBG merupakan cerminan dari kebijakan pemerintah yang berpihak pada rakyat. Makanan bergizi adalah hak dasar setiap warga negara, dan melalui program ini, pemerintah memastikan bahwa setiap anak sekolah dari keluarga kurang mampu mendapatkan akses terhadap makanan sehat. Dengan asupan gizi yang baik, daya pikir dan konsentrasi mereka meningkat, yang berkontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan nasional.

 

Selain berdampak pada sektor kesehatan dan pendidikan, MBG juga mendukung visi pemerintah dalam membangun sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing. Generasi yang lebih sehat dan produktif akan berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

 

Salah satu tantangan utama dalam perekonomian Indonesia adalah tingginya angka pengangguran. Melalui MBG, pemerintah telah membuka hampir 2 juta lapangan kerja baru, yang menjadi solusi nyata dalam mengurangi pengangguran. Program ini memberikan kesempatan bagi pekerja yang terdampak oleh berbagai dinamika ekonomi global untuk kembali bekerja, baik di sektor UMKM, pertanian, peternakan, maupun distribusi pangan.

 

Lebih dari sekadar penyediaan lapangan kerja, MBG juga meningkatkan keterampilan tenaga kerja di berbagai sektor. Dengan adanya program ini, banyak pekerja yang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan keahlian mereka di bidang produksi pangan dan rantai pasok distribusi, yang pada akhirnya meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia.

 

Selain membantu meningkatkan ketahanan pangan, MBG juga berperan dalam mengurangi kesenjangan ekonomi. Program ini memberikan akses lebih luas kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk menikmati makanan bergizi, sehingga dapat menekan beban ekonomi yang mereka hadapi. Dengan adanya MBG, keluarga miskin tidak perlu lagi khawatir terhadap biaya tambahan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehat bagi anak-anak mereka.

 

Dengan kebijakan yang terintegrasi dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat, MBG menjadi salah satu contoh sukses bagaimana program pemerintah dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Kesetaraan dalam akses pangan yang lebih baik akan mendorong pemerataan kesejahteraan di seluruh wilayah Indonesia.

 

Melihat berbagai dampak positif yang telah dirasakan, sudah saatnya seluruh elemen masyarakat mendukung Program MBG agar dapat terus berlanjut dan berkembang. Dukungan ini tidak hanya datang dari pemerintah, tetapi juga dari dunia usaha, akademisi, dan masyarakat luas yang bersama-sama dapat memperkuat implementasi kebijakan ini.

 

Program ini telah terbukti menjadi solusi nyata dalam pemulihan ekonomi nasional, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dengan mendukung MBG, setiap individu juga ikut berperan dalam menciptakan Indonesia yang lebih sejahtera, inklusif, dan berdaya saing di masa depan.

 

)* Penulis merupakan mahasiswa yang tinggal di Jakarta.

Bersatu Berantas Judi Daring, Selamatkan Daya Beli Masyarakat

Oleh : Aldia Putra )*

Di tengah berbagai tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat Indonesia, judi daring (judol) kini menjadi ancaman serius yang melemahkan daya beli rakyat. Aktivitas ilegal ini bukan hanya merugikan individu secara finansial, tetapi juga berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional. Ketika uang masyarakat yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan pokok dan produktif justru mengalir ke platform judol, maka tak heran jika daya beli ikut tergerus.

Menteri Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), jumlah uang yang digelontorkan masyarakat ke praktik judol mencapai Rp 900 triliun per tahun. Angka ini sungguh mencengangkan, dan mencerminkan seberapa dalam candu judol telah menjalar di masyarakat.

Maman mencontohkan bagaimana uang sebesar Rp 2 juta yang dikirimkan orang tua kepada anaknya bisa langsung menyusut drastis karena digunakan untuk berjudi. Bahkan jika hanya separuh dari uang tersebut yang habis untuk judol, daya beli anak muda itu sudah terganggu. Ia menegaskan bahwa masyarakat yang menjadikan judol sebagai pelarian atau hiburan justru sedang menggali lubang ekonomi pribadi. Oleh karena itu, ia mendukung langkah tegas pemerintah untuk menekan aktivitas ini agar daya beli masyarakat kembali membaik.

Fenomena ini juga dapat dibaca melalui indikator ekonomi yang ada. Pada awal 2025, Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,1 persen secara tahunan—angka terendah sejak Januari 2000. Menurut survei Bank Indonesia, melemahnya daya beli ini dipengaruhi oleh menurunnya keyakinan konsumen, terutama terkait kondisi ketenagakerjaan. Artinya, masyarakat semakin enggan membelanjakan uangnya karena merasa masa depan tidak menentu. Judi online, yang menyedot dana rumah tangga secara signifikan, memperparah kondisi ini.

Namun begitu, harapan masih terbuka. Maman mencatat bahwa tren pengguna judol mulai menurun sejak pemerintah memperketat penindakan. Ia berharap, dengan menurunnya pengguna, daya beli masyarakat akan berangsur membaik karena penghasilan mereka tidak lagi habis untuk aktivitas konsumtif dan spekulatif seperti judol.

Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) juga tidak tinggal diam. Menteri Komdigi, Meutya Hafid, menyampaikan bahwa pihaknya telah memblokir lebih dari 1 juta situs judi online. Namun ia mengakui bahwa pemblokiran teknis saja belum cukup menyelesaikan persoalan. Ia menyebutkan bahwa judol telah menjelma menjadi krisis sosial yang memerlukan pendekatan menyeluruh, melibatkan berbagai sektor dan elemen masyarakat.

Meutya menyatakan bahwa pemerintah punya kewenangan untuk melakukan pemblokiran situs, tetapi menurutnya hal yang lebih penting adalah menciptakan ekosistem yang bersih dan sadar akan bahaya judi daring. Ia pun mengapresiasi inisiatif berbagai pihak, seperti platform digital dan stakeholder yang tergabung dalam Aliansi Judi Pasti Rugi, yang aktif membantu upaya pemberantasan judol.

Yang menarik, Meutya juga menekankan peran keluarga dan masyarakat akar rumput dalam menanggulangi masalah ini. Ia mengajak para mitra pengemudi Gojek—yang dikenal memiliki kedekatan dengan komunitas—untuk menjadi agen perubahan. Menurutnya, perubahan perilaku masyarakat terhadap judi daring bisa dimulai dari edukasi lingkungan terdekat, termasuk rumah dan tempat kerja.

Langkah-langkah pemerintah dan kolaborasi lintas sektor ini patut diapresiasi. Sebab, dampak judol bukan sekadar finansial, tetapi juga menyangkut masa depan generasi muda, stabilitas keluarga, dan efektivitas kebijakan ekonomi nasional. Jika masyarakat terus terjerumus dalam jebakan digital ini, maka segala upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis konsumsi dan UMKM akan menemui jalan buntu.

Selain itu, kita perlu menyadari bahwa pemulihan daya beli masyarakat tidak bisa hanya mengandalkan intervensi pemerintah semata. Partisipasi aktif dari masyarakat menjadi kunci utama. Orang tua perlu lebih cermat dalam mendampingi anak-anaknya, tokoh masyarakat bisa ikut menyuarakan bahaya judi daring di ruang publik, dan anak muda harus lebih kritis dalam menggunakan teknologi.

Masalah judol juga harus dilihat sebagai tantangan literasi digital. Banyak masyarakat yang belum menyadari bahwa layanan judi kini terselubung dalam bentuk aplikasi gim, media sosial, hingga iklan tersamar. Oleh karena itu, literasi digital harus terus ditingkatkan agar masyarakat tidak terjebak pada praktik yang secara hukum dilarang dan secara sosial merusak.

Dari sisi ekonomi, setiap rupiah yang keluar dari saku masyarakat untuk judi daring adalah potensi konsumsi yang hilang dari sektor riil. Padahal, konsumsi rumah tangga merupakan pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Maka, semakin besar masyarakat yang terjebak dalam siklus judol, semakin besar pula tekanan terhadap target-target pemulihan ekonomi nasional.

Kini saatnya semua pihak bergerak bersama. Pemerintah, swasta, media, keluarga, hingga komunitas-komunitas anak muda harus menyatukan langkah untuk membendung arus judol yang menggerus kesejahteraan rakyat. Jika Indonesia ingin menjadi bangsa yang kuat secara ekonomi, maka penyakit sosial seperti judi daring harus segera diberantas tuntas.

Mari kita lawan bersama ancaman ini. Katakan tidak pada judi online. Jaga dompet, jaga masa depan. Gunakan uang dan waktu kita untuk hal-hal yang produktif, bukan untuk aktivitas yang hanya membawa penyesalan. Indonesia akan semakin sejahtera jika masyarakatnya cerdas dalam mengambil keputusan finansial. Jangan biarkan judi daring merampas masa depan kita.

 

)* Penulis adalah pengamat sosial ekonomi

Narasi ‘Indonesia Gelap’ Tak Sesuai Realita, Pemerintah Terus Bergerak Maju

Jakarta – Narasi provokatif seperti “Indonesia Gelap” dinilai tidak mencerminkan realita dan tidak mewakili aspirasi mayoritas masyarakat. Sebaliknya, bangsa ini tengah bergerak maju dengan semangat optimisme dan berbagai upaya perbaikan.

Rektor IPB University, Arif Satria, mengungkapkan Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan bersama para rektor sempat menyinggung soal anggapan bahwa Indonesia sedang berada dalam situasi kelam. Namun, Prabowo justru memberikan pesan yang penuh harapan dan semangat.

“Ya, tidak menyinggung secara eksplisit tidak ada. Jadi beliau cuma menyampaikan bahwa ya emang ada orang yang mengatakan bahwa ini Indonesia Gelap dan sebagainya. Beliau tahu ada gerakan itu,” ujar Arif.

Namun, lanjutnya, Presiden menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia harus tetap optimis karena kondisi negara ini sebenarnya jauh lebih baik dibandingkan beberapa negara maju.

“Beliau menyampaikan bahwa kita harus optimis untuk mengatasi perbaikan persoalan di Indonesia. Bahwa sebenarnya Indonesia itu situasinya lebih baik daripada situasi yang ada di Amerika, situasi yang ada di Jepang,” jelas Arif.

Bahkan, kondisi di Jepang yang tengah mengalami krisis pangan seperti penurunan pasokan beras menjadi cermin betapa Indonesia masih dalam situasi stabil.

“Jadi kita ini bersyukur berada di Indonesia karena dengan berbagai kekayaan yang ada,” tambahnya.

Sementara itu, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, menjelaskan salah satu pemicu munculnya gerakan “Indonesia Gelap” adalah kesalahpahaman terhadap kebijakan efisiensi anggaran.

“Rp 100 triliun dari realokasi anggaran, yang tadi disebut penghematan, pemangkasan, yang menimbulkan salah arti, sehingga mahasiswa turun ke jalan, teriak-teriak Indonesia Gelap. Tapi sebetulnya tidak mengerti dan mungkin harus diberikan penjelasan,” ungkap Hashim.

Senada, Ketua Dewan Energi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, juga menegaskan bahwa narasi kelam tentang Indonesia tidak sesuai fakta.

“Kalau ada yang bilang itu Indonesia gelap, yang gelap kau, bukan Indonesia. Jadi kita jangan terus mengeklaim sana-sini,” tegas Luhut.

Alih-alih terjebak dalam pesimisme, kini saatnya seluruh elemen bangsa bersatu, memperkuat harapan, dan terus membangun Indonesia yang lebih baik.

Revisi UU Penyiaran: Komitmen Pemerintah Menghadapi Transformasi Digital

Oleh : Ricky Rinaldi )*

 

 

Perkembangan teknologi digital telah mengubah industri penyiaran secara drastis. Kehadiran platform digital seperti video on demand, media sosial, dan layanan streaming lainnya memberikan tantangan sekaligus peluang besar bagi Indonesia. Pemerintah, melalui revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran, berkomitmen untuk menghadirkan regulasi yang adaptif dan relevan agar industri penyiaran nasional tetap kompetitif dan mampu melindungi kepentingan masyarakat dari dampak negatif era digital.

 

 

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menegaskan bahwa revisi UU Penyiaran merupakan langkah visioner untuk memastikan regulasi dapat bertahan dalam jangka panjang, minimal 20 hingga 50 tahun ke depan. Ia menyoroti bahwa aturan yang ada saat ini masih berbasis sistem analog, sementara industri penyiaran telah berkembang ke arah digital dengan berbagai inovasi teknologi. Menurutnya, revisi ini bukan sekadar penyempurnaan teknis, tetapi juga merupakan bentuk tanggung jawab negara dalam melindungi masyarakat, khususnya generasi muda, dari konten yang berpotensi merugikan. Regulasi yang dirancang harus mampu menyeimbangkan perlindungan publik dengan kebebasan industri kreatif untuk terus berkembang dan berinovasi.

 

 

Sejalan dengan itu, Anggota Komisi I DPR RI, Nurul Arifin, menegaskan bahwa revisi UU Penyiaran sama sekali tidak bertujuan membatasi kebebasan pers. Justru, langkah ini bertujuan untuk menciptakan regulasi yang lebih relevan dengan perkembangan zaman dan memastikan kebebasan pers tetap terjaga dalam ekosistem penyiaran digital yang sehat. Ia menegaskan bahwa pembahasan revisi ini masih terbuka untuk masukan dari berbagai pihak guna menciptakan aturan yang lebih inklusif dan berkeadilan. Pemerintah memastikan bahwa regulasi ini tidak akan digunakan untuk membungkam media, melainkan untuk menjaga kualitas informasi dan mencegah penyalahgunaan platform digital.

 

 

Revisi UU Penyiaran diharapkan dapat menjawab tantangan utama dalam ekosistem penyiaran digital. Beberapa poin penting yang menjadi perhatian dalam regulasi ini mencakup transparansi dalam aturan sensor, kepatuhan platform digital seperti Netflix dan YouTube terhadap kebijakan penyiaran nasional, serta perlindungan terhadap masyarakat dari konten yang tidak sesuai dengan nilai dan budaya Indonesia. Selain itu, pemerintah juga ingin memastikan industri kreatif lokal mendapatkan dukungan optimal agar lebih kompetitif dalam memproduksi konten berkualitas.

 

 

Dalam implementasinya, pemerintah berkomitmen agar regulasi ini tidak menghambat inovasi dan pertumbuhan ekonomi digital. Penyusunan kebijakan dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara regulasi yang ketat dan fleksibilitas bagi industri untuk berkembang. Pemerintah juga menegaskan pentingnya sinergi antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat guna memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan dapat berjalan efektif tanpa menambah beban birokrasi yang berlebihan.

 

 

Selain itu, revisi ini juga mengatur bagaimana platform digital dapat berkontribusi terhadap pembangunan industri penyiaran nasional. Pemerintah berencana untuk memperkuat regulasi yang mengharuskan platform asing ikut serta dalam mendukung konten lokal, baik dari segi produksi maupun distribusi. Dengan cara ini, kreator lokal akan mendapatkan ruang yang lebih luas untuk berkembang di tengah dominasi konten asing yang semakin marak.

 

 

Pentingnya revisi ini juga tercermin dari kebutuhan untuk menghadapi tantangan disinformasi dan hoaks yang menyebar dengan cepat melalui platform digital. Dalam era di mana informasi dapat menyebar secara instan, regulasi yang kuat sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa masyarakat mendapatkan berita yang akurat dan terpercaya. Pemerintah berkomitmen untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat dengan menetapkan aturan yang jelas terkait verifikasi informasi dan tanggung jawab platform digital dalam menangkal hoaks.

 

 

Dari sisi ekonomi, revisi UU Penyiaran diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha di industri digital. Dengan adanya aturan yang lebih jelas mengenai perizinan dan pajak bagi layanan penyiaran berbasis internet, negara juga akan mendapatkan manfaat lebih dalam bentuk pendapatan pajak dari perusahaan digital besar yang selama ini beroperasi tanpa regulasi yang ketat. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam menciptakan lingkungan bisnis yang adil dan mendukung pertumbuhan ekonomi digital nasional.

 

 

Lebih lanjut, revisi ini juga menyoroti perlindungan terhadap hak-hak konsumen. Pemerintah berusaha memastikan bahwa pengguna layanan digital mendapatkan perlindungan yang layak, termasuk hak untuk mengakses konten yang aman dan sesuai dengan nilai budaya Indonesia. Oleh karena itu, regulasi baru ini juga akan mencakup pengawasan terhadap iklan digital, keamanan data pengguna, serta kebijakan yang memastikan bahwa konten berbayar memiliki standar yang jelas dan tidak merugikan konsumen.

 

Pemerintah juga menggandeng berbagai pihak untuk memastikan implementasi regulasi ini berjalan efektif. Dalam hal ini, Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia, Meutya Viada Hafid menekankan pentingnya kolaborasi dengan platform digital, penyedia layanan internet, serta masyarakat untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat. Ia menegaskan bahwa regulasi yang diterapkan tidak hanya bersifat mengawasi, tetapi juga mendukung inovasi dalam industri digital dan penyiaran nasional.

 

Dengan adanya revisi UU Penyiaran, Indonesia semakin siap menghadapi tantangan di era digital. Pemerintah memastikan bahwa regulasi yang dibuat tidak hanya mengisi kekosongan hukum, tetapi juga melindungi masyarakat dari dampak negatif serta mendorong pertumbuhan industri penyiaran nasional. Dave Laksono dan Nurul Arifin menegaskan komitmen mereka dalam memastikan kebijakan ini tetap proaktif dalam menjawab tantangan zaman tanpa mengorbankan kebebasan pers. Dengan pendekatan yang inklusif dan adaptif, revisi UU Penyiaran diharapkan mampu menciptakan sistem penyiaran yang lebih sehat, kompetitif, dan berorientasi pada kepentingan publik serta kemajuan industri penyiaran Indonesia.

 

*)Pengamat Isu Strategis

 

 

 

Revisi UU Penyiaran Mampu Jaga Kebebasan Pers

Jakarta – Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran memberikan angin segar bagi kebebasan pers di Indonesia. Dengan melibatkan berbagai pihak dalam proses pembahasan, RUU ini berfokus pada penguatan peran media penyiaran yang independen, profesional, dan bertanggung jawab, sekaligus memastikan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat.

 

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, tidak akan mengganggu kebebasan pers.

 

“Mengenai kebebasan pers, hukumnya sudah baku ya, karena undang-undangnya terpisah,” kata Dave.

 

Dave juga mengatakan banyak hal yang perlu dibahas dalam revisi UU Penyiaran. Sebab, banyak perkembangan di sektor penyiaran.

 

“Penyiaran ini kan berubah terus ya dulu itu kan hanya analog switchoff, sekarang ini kan menjadi pembahasan akan over the top (OTT) dan digital platform ya. Apakah kita masukan dalam undang-undang atau perlu kita buat undang-undang terpisah, nah ini yang formulasinya sedang kita godok,” ucap Dave.

 

Komisi I disebut terus belanja masalah terkait muatan dalam revisi UU Penyiaran. Sehingga, nantinya revisi UU Penyiaran sudah mencakup semua elemen untuk jangka panjang.

 

“Jadi kita terus belanja masalah sembari kita buat satu formulasi yang bisa diterima dan bermanfaat. Karena kita ingin jangan sebentar-sebentar direvisi lagi direvisi lagi, jadi undang-undang ini bisa bermanfaat untuk jangka panjang,” kata Dave.

 

Sementara itu, Direktur Utama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Akhmad Munir, mengusulkan arah transformasi revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran harus menjamin kebebasan pers, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

 

“Revisi juga harus menjamin hak kebebasan berekspresi dan kemerdekaan berpendapat,” kata Munir.

 

Munir juga meminta agar platform digital global diwajibkan tunduk regulasi penyiaran yang ada, misalnya melakukan verifikasi sumber berita dan bekerja sama dengan kantor berita negara.

 

“Kami juga mendorong inovasi jurnalisme berbasis kecerdasan buatan dan otomatisasi penyiaran agar media nasional dapat makin bersaing,” kata dia.

 

RUU Penyiaran ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk terus berkembang menjadi negara yang menjunjung tinggi kebebasan pers, sekaligus mendorong media untuk semakin profesional dalam menjalankan tugasnya.

 

 

 

 

[edRW]

Revisi UU Penyiaran Bahas Penggunaan AI dalam Jurnalisme

Jakarta – Komisi I DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait Revisi Undang-Undang tentang Penyiaran. Sejumlah lembaga penyiaran mengusulkan RUU penyiaran memasukkan aturan mengenai artificial intelligence (AI) dan tetap mengedepankan kebebasan pers.

 

RUU perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ini telah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional Prioritas yang diusulkan oleh Komisi I DPR RI. Hal ini menunjukkan komitmen legislatif untuk menghadirkan undang-undang yang relevan dengan tantangan zaman, terutama terkait dengan kemajuan teknologi digital yang memengaruhi industri penyiaran.

 

“Perlu kami sampaikan terkait dengan AI. Jadi penting di sini untuk dalam RUU ini untuk bisa memasukkan mengenai AI. Bagaimana kita menyikapi bagaimana kita menghadapi fenomena ini. Contoh yang sudah kami lakukan di TVRI jadi kami diminta untuk melakukan presentasi terhadap dialog presiden dengan petani, saya dengan mudah membuatnya dengan AI,” ujar Direktur Utama TVRI, Iman Brotoseno.

 

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Perum LKBN Antara, Akhmad Munir, menegaskan pentingnya agar revisi Undang-Undang Penyiaran tetap mengedepankan kebebasan pers. Ia juga berharap RUU penyiaran dapat mengatur model bisnis yang adil dalam persaingan di pasar digital dan global.

 

“Revisi Undang-Undang Penyiaran harus tetap menjamin penyelenggaraan kebebasan pers sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999,” kata Akhmad.

 

Akhmad menambahkan bahwa Revisi UU Penyiaran diyakini mampu mengatur bisnis yang lebih berkeadilan.

 

“Undang-Undang Penyiaran nanti diharapkan bisa mengatur model bisnis yang berkeadilan dalam persaingan platform digital global untuk memastikan keberlanjutan industri penyiaran nasional.” ungkapnya

 

Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya regulasi terkait penyebaran konten berita produksi asing, terutama yang dapat mempengaruhi stabilitas politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia.

 

Ia mengharapkan undang-undang ini dapat mendorong inovasi jurnalisme berbasis kecerdasan buatan (AI).

 

 

 

 

[edRW]

DPR Pastikan RUU Penyiaran Jamin Hak Berekspresi dan Kebebasan Pers

Oleh: Simon Edon (*

 

Di tengah arus deras informasi digital yang serba cepat dan meluas, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengatur penyiaran yang bertanggung jawab namun tetap menjunjung tinggi hak kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang saat ini tengah dibahas oleh DPR RI, memunculkan diskursus publik yang cukup dinamis, terutama dari kalangan jurnalis, akademisi, dan masyarakat sipil.

 

Kekhawatiran sebagian pihak muncul karena ada anggapan bahwa regulasi baru ini bisa berpotensi membatasi ruang gerak jurnalisme investigatif, penyiaran konten digital, serta peran media dalam mengkritisi kekuasaan. Namun, penting untuk menelaah lebih dalam bahwa semangat penyusunan RUU ini bukan untuk mengekang, melainkan untuk merespons kebutuhan zaman, memperkuat perlindungan hukum di dunia penyiaran, dan menjaga kedaulatan informasi nasional.

 

Salah satu tokoh yang menyuarakan pentingnya menjaga keseimbangan dalam revisi ini adalah Direktur Utama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Akhmad Munir. Ia menegaskan bahwa kebebasan pers adalah amanat konstitusi dan telah dijamin secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Oleh sebab itu, menurut Munir, revisi RUU Penyiaran harus tetap menjamin penyelenggaraan kebebasan pers, hak berekspresi, serta kemerdekaan berpendapat.

 

Penting dicatat, Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-108 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers 2023 versi Reporters Without Borders (RSF). Meski lebih baik dibanding beberapa negara tetangga, posisi ini menunjukkan bahwa masih banyak ruang perbaikan, khususnya dalam aspek regulasi yang mendukung independensi jurnalis dan perlindungan terhadap kerja jurnalistik yang kritis namun bertanggung jawab. Revisi UU Penyiaran diharapkan tidak menjadi langkah mundur, tetapi justru menjadi momentum untuk memperkuat peran media di era digital.

 

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen memastikan kebebasan pers tetap terjaga. DPR memahami bahwa salah satu kekhawatiran terbesar insan pers adalah potensi kriminalisasi atas karya jurnalistik, atau adanya pasal-pasal multitafsir yang dapat digunakan untuk membatasi ruang gerak media. Oleh karena itu, Dave menyampaikan bahwa pembahasan RUU Penyiaran dilakukan secara terbuka dan hati-hati, serta mengedepankan konsultasi publik bersama para pemangku kepentingan, termasuk Dewan Pers.

 

Dalam RUU Penyiaran yang beredar di ruang publik, memang terdapat sejumlah pasal yang menjadi sorotan. Salah satunya adalah ketentuan mengenai pelarangan penayangan jurnalisme investigasi, serta pelibatan aparat negara dalam proses perizinan penyiaran. Namun, melalui proses penyempurnaan, pasal-pasal tersebut akan ditinjau kembali secara komprehensif agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar pers dan demokrasi.

 

Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan klarifikasi terkait kekhawatiran adanya intervensi terhadap kebebasan media asing. Menurutnya, RUU Penyiaran tidak dimaksudkan untuk membatasi kerja jurnalistik, tetapi lebih kepada memberikan perlindungan terhadap warga negara asing (WNA), termasuk jurnalis asing, yang bekerja di wilayah Indonesia, terutama di daerah yang rawan konflik atau bencana. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 huruf a dalam draft RUU, yang menyebutkan tujuan regulasi adalah untuk “mencegah dan menanggulangi ancaman terhadap keamanan dan keselamatan orang asing.”

 

Pendekatan ini bukanlah bentuk represi, melainkan bagian dari tanggung jawab negara dalam melindungi seluruh entitas yang berada di wilayah yurisdiksinya. Dalam praktik internasional, pengawasan dan perlindungan terhadap jurnalis asing juga dilakukan di banyak negara, termasuk negara-negara demokrasi maju. Kuncinya adalah memastikan koordinasi yang baik antara lembaga negara dan tidak menjadikan regulasi sebagai alat pembungkaman.

 

Di sisi lain, revisi RUU Penyiaran juga mencoba menjawab tantangan baru dari era digital. Lahirnya berbagai platform Over-The-Top (OTT) seperti YouTube, Netflix, dan TikTok telah menggeser pola konsumsi media masyarakat. Di sinilah pentingnya regulasi baru yang tidak hanya mengatur media konvensional, tetapi juga memberi kepastian hukum terhadap konten digital, terutama dalam hal tanggung jawab penyiaran, sensor, perlindungan anak, serta disinformasi.

 

Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pada 2023, pengguna internet di Indonesia mencapai lebih dari 215 juta orang, atau sekitar 78,19% dari total populasi. Mayoritas dari mereka mengakses informasi dari media sosial dan platform digital. Tanpa regulasi yang adaptif, ruang digital bisa dengan mudah dipenuhi oleh hoaks, ujaran kebencian, hingga konten provokatif yang tidak terverifikasi.

 

Maka dari itu, kehadiran RUU Penyiaran yang baru seharusnya tidak hanya dipandang dari kacamata kekhawatiran, tetapi juga sebagai peluang untuk memperkuat sistem penyiaran nasional yang lebih bertanggung jawab, seimbang, dan inklusif.

 

Demokrasi tidak akan tumbuh tanpa kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers. Namun, kebebasan yang tidak diiringi tanggung jawab juga dapat menimbulkan disinformasi yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, mari kita dukung proses legislasi ini dengan semangat kritis namun konstruktif.

 

Negara melalui DPR RI dan pemerintah memiliki itikad baik untuk menghadirkan regulasi yang adil dan visioner. RUU Penyiaran bukan untuk membungkam, tetapi untuk melindungi, membimbing, dan memperkuat peran media sebagai mitra strategis dalam pembangunan bangsa. Bersama, kita bisa ciptakan ekosistem penyiaran yang sehat, profesional, dan demokratis.

 

(* Penulis merupakan pemerhati lingkungan Urban Catalyst Institute

 

 

[edRW]

Pemerintah Antisipasi Faktor Eksternal Pemicu Fenomena Pelemahan Rupiah

JAKARTA – Pemerintah terus mengambil langkah antisipatif untuk meredam dampak negatif pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan tren menurun. Tekanan terhadap rupiah disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan internal, di mana dominasi kebijakan perdagangan proteksionis AS menjadi salah satu pemicu utama.

 

Direktur Laba Forexindo dan pengamat mata uang, Ibrahim Assuabi, mengatakan perang dagang yang kembali digencarkan oleh Amerika Serikat berdampak langsung terhadap nilai tukar rupiah. Menurutnya, pengumuman Presiden AS Donald Trump terkait kenaikan tarif impor hingga 32 persen terhadap barang-barang asal Indonesia memperkuat tekanan terhadap kurs domestik.

 

“Ada kemungkinan besar rupiah menembus level psikologis Rp17.000 per dolar AS. Ini perlu diwaspadai,” ujar Ibrahim

 

Sebagai bentuk respons, Ibrahim menyarankan pemerintah Indonesia melakukan tindakan seimbang, yakni dengan menerapkan tarif impor serupa terhadap produk dari AS serta memperluas pasar ekspor ke negara-negara anggota BRICS.

 

“Bank Indonesia (BI) didorong agar terus melakukan intervensi melalui mekanisme Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) guna menjaga stabilitas rupiah di tengah ketidakpastian global,” katanya.

 

Senada, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pelemahan rupiah sebagian besar dipicu oleh kebijakan ekonomi dan moneter yang ditempuh oleh AS. Meski begitu, pemerintah menilai bahwa fondasi ekonomi nasional masih cukup kuat untuk menahan guncangan eksternal tersebut.

 

“Pelemahan nilai tukar rupiah juga diiringi oleh penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang sempat menyentuh level terendah sejak pandemi Covid-19. Namun demikian, kondisi ini tidak mencerminkan krisis seperti tahun 1998,” jelasnya.

 

Sementara itu, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Solikin M. Juhro, menekankan bahwa pelemahan saat ini berlangsung secara bertahap dan masih dalam batas yang terkendali.

 

“Kondisi saat ini masih jauh dari 1998. Cadangan devisa kita per Februari 2025 sebesar 154,5 miliar dolar AS, jauh lebih kuat dibandingkan era krisis yang hanya sekitar 20 miliar dolar AS,” ujar Solikin.

 

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan optimisme pemerintah bahwa nilai tukar rupiah akan kembali stabil. Fundamental ekonomi Indonesia tetap solid, dengan didukung oleh cadangan devisa yang kuat, peningkatan nilai ekspor, dan surplus neraca perdagangan.

 

“Rupiah memang berfluktuasi, tetapi kita punya instrumen kebijakan yang bisa memperkuat posisi. Penempatan devisa hasil ekspor 100 persen di dalam negeri juga memperkuat ketahanan ekonomi kita,” tutur Airlangga.

 

Dengan sinergi kebijakan fiskal dan moneter, serta langkah antisipatif terhadap dinamika global, pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung ketahanan ekonomi nasional.

 

Optimisme Pemerintah Pastikan Indonesia Keluar Dari Tren Pelemahan Rupiah

Jakarta, Pemerintah Indonesia optimis bahwa tren pelemahan nilai tukar rupiah dapat diatasi melalui berbagai langkah strategis dan koordinasi kebijakan yang efektif. Ketua MPR, Ahmad Muzani, yakin nilai tukar rupiah akan semakin menguat setelah libur lebaran.

 

“mudah mudahan setelah libur lebaran ini nilai tukar rupiah kembali menguat. Harapan ini sejalan dengan berbagai langkah pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi, termasuk menarik banyak investasi dan menjaga fundamental ekonomi nasional tetap kuat,” katanya.

 

Selain itu, Ahmad Muzani menyoroti fundamental ekonomi Indonesia yang kuat, ditandai dengan neraca perdagangan yang positif dan cadangan devisa yang memadai.

 

“Fundamental kita bagus. Plus kita kan sudah melaksanakan yang namanya devisa hasil ekspor. Jadi kita tidak ter-corner ke depan,” tambahnya.

 

Bank Indonesia (BI) juga berkomitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valuta asing. Direktur Eksekutif Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menyatakan bahwa Bank Indonesia selalu memantau pasar dan siap mengambil langkah yang diperlukan untuk mendukung rupiah. Pihaknya juga menyampaikan optimisme terkait penguatan rupiah di tahun 2025, didukung oleh komitmen tinggi BI dan fundamental ekonomi yang baik.

 

“Kami selalu memantau pasar dan siap untuk mendukung rupiah,” ujarnya.

 

Sementara itu, Ekonomi Bank Permata, Josua Pardede menambahkan bahwa penguatan rupiah didorong oleh optimisme pasar keuangan Asia terhadap kebijakan pelonggaran ekonomi di Tiongkok.

 

“Penguatan mata uang Asia tersebut disebabkan oleh optimisme pasar keuangan Asia terhadap pernyataan pemerintah Tiongkok yang mendukung pelonggaran kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.

 

Dengan koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia, serta dukungan dari faktor eksternal yang positif, diharapkan nilai tukar rupiah dapat kembali menguat dan stabil, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

 

Pemerintah Indonesia menunjukkan optimisme tinggi dalam menghadapi tren pelemahan rupiah dengan mengedepankan berbagai kebijakan strategis. Koordinasi lintas sektor, mulai dari deregulasi ekspor-impor, penguatan cadangan devisa, hingga optimalisasi devisa hasil ekspor menjadi kunci utama dalam menstabilkan nilai tukar.

 

Di sisi lain, Bank Indonesia turut memainkan peran penting dalam menjaga kestabilan nilai tukar melalui langkah-langkah intervensi pasar dan kebijakan moneter yang hati-hati.

 

Pemerintah Pastikan Fundamental Ekonomi Tetap Kuat di Tengah Pelemahan Rupiah

Oleh: Bara Winatha*)

 

Pemerintah telah menegaskan bahwa kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir masih berada dalam batas yang wajar dan tidak mencerminkan adanya gangguan terhadap fundamental ekonomi nasional. Penegasan ini muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran publik terkait depresiasi rupiah yang menembus level Rp16.660 per dolar AS pada akhir Maret 2025. Kondisi ini dipandang masih dalam koridor yang wajar mengingat pasar telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada hari-hari berikutnya.

 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, telah menyatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini hanya merupakan bagian dari dinamika pasar yang terjadi secara harian. Dijelaskan bahwa sentimen global yang kurang menguntungkan menjadi faktor utama yang memengaruhi pergerakan nilai tukar dan pasar saham, bukan karena lemahnya kondisi ekonomi domestik.

 

Dalam penilaian yang diberikan, ditegaskan bahwa faktor eksternal seperti kebijakan moneter ketat dari Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve), serta ketidakpastian ekonomi global, memiliki pengaruh signifikan terhadap volatilitas pasar keuangan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Namun, dari sisi domestik, fundamental perekonomian Indonesia dianggap tetap kuat, dengan indikator-indikator makroekonomi yang masih menunjukkan arah yang stabil dan prospektif.

 

Pemerintah juga telah menegaskan bahwa Indonesia saat ini tidak sedang menghadapi krisis ekonomi seperti yang pernah dialami pada tahun 1998. Hal ini dikemukakan oleh pengamat ekonomi dari Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P. Sasmita, yang menyampaikan bahwa meskipun terdapat pelemahan nilai tukar rupiah, situasinya sangat berbeda dengan krisis moneter tahun 1998. Pada masa krisis 1998, pelemahan rupiah terjadi secara drastis dan dalam waktu yang sangat singkat, sehingga menyebabkan cadangan devisa negara terkuras habis.

 

Cadangan devisa Indonesia saat ini cukup untuk menutupi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri selama lebih dari enam bulan, jauh melampaui standar minimum yang ditetapkan oleh IMF sebesar tiga bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih memiliki ruang yang cukup untuk menjaga stabilitas eksternal, termasuk untuk melakukan intervensi apabila diperlukan.

 

Ditegaskan oleh Ronny bahwa pelemahan rupiah yang berlangsung secara bertahap selama beberapa tahun terakhir telah dilakukan secara terkendali sebagai bagian dari strategi ekonomi jangka menengah. Nilai tukar rupiah memang mengalami pelemahan secara gradual, dari sekitar Rp11.000 per dolar AS menjadi lebih dari Rp16.000 saat ini. Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekspor dan mendorong investasi asing langsung.

 

Ronny menjelaskan bahwa nilai tukar yang lebih rendah membuat harga barang ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar global. Selain itu, keuntungan dari ekspor juga meningkat, sehingga berpotensi mendongkrak penerimaan pajak dari sektor ekspor. Pelemahan rupiah inilah yang membuat biaya investasi di Indonesia menjadi lebih murah bagi investor asing, baik dari sisi harga saham maupun biaya tenaga kerja.

 

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, juga telah menyampaikan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah masih sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi nasional dan mekanisme pasar. Bank Indonesia terus melakukan langkah-langkah stabilisasi yang diperlukan untuk menjaga nilai tukar agar tetap terkendali, termasuk melalui intervensi di pasar valuta asing dan penyesuaian suku bunga kebijakan. Upaya tersebut dilakukan secara hati-hati dengan tetap memperhatikan stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

 

Stabilitas sektor perbankan di Indonesia saat ini jauh lebih baik dibandingkan tahun 1998. Tidak adanya tekanan likuiditas yang berarti dan kuatnya pengawasan terhadap sistem keuangan menjadi faktor penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Berbagai kebijakan fiskal dan moneter telah dilakukan secara terkoordinasi untuk memperkuat daya tahan ekonomi nasional terhadap gejolak eksternal.

 

Pemerintah, melalui koordinasi lintas sektor dan dukungan kebijakan dari Bank Indonesia, terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi nasional. Fokus diarahkan pada penguatan sektor riil, percepatan investasi, serta optimalisasi ekspor sebagai upaya menjaga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Kesiapan pemerintah dalam menghadapi tekanan eksternal dibuktikan melalui cadangan devisa yang kuat, kebijakan fiskal yang disiplin, serta koordinasi yang erat antara otoritas moneter dan fiskal.

 

Melalui kombinasi antara pengelolaan makroekonomi yang disiplin dan dukungan dari berbagai sektor, pemerintah pastikan bahwa fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat meskipun terjadi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Masyarakat diimbau untuk tidak panik terhadap fluktuasi nilai tukar yang bersifat sementara dan lebih mencerminkan dinamika global. Pemerintah menegaskan bahwa arah kebijakan ekonomi tetap pada jalur yang benar dan ditujukan untuk menjaga kestabilan, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

 

Mendasari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelemahan rupiah saat ini tidak menandakan krisis ekonomi. Sebaliknya, kondisi tersebut justru memperlihatkan bagaimana pemerintah dan otoritas moneter telah belajar dari pengalaman masa lalu dan kini memiliki sistem ekonomi yang lebih tangguh dan responsif terhadap tantangan global. Oleh karena itu, keyakinan terhadap kekuatan fundamental ekonomi nasional perlu terus dipupuk agar tidak mudah terpengaruh oleh gejolak sesaat yang bersifat eksternal.

 

*)Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan.