Apresiasi Pelaksanaan dan Hasil Penghitungan Suara PSU

Oleh : Nover Saputra Herman )*

Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang sudah dilaksanakan di berbagai daerah pada April 2025 menunjukkan kematangan demokrasi bangsa. Di tengah tantangan teknis dan dinamika politik yang mengiringi proses ini, pelaksanaan PSU mampu berlangsung secara aman, damai, dan tertib, sehingga layak diapresiasi. Kualitas pelaksanaan dan hasil penghitungan suara PSU menjadi refleksi dari komitmen semua pihak dalam menjaga integritas demokrasi di tingkat lokal.

Di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, pelaksanaan PSU pada 19 April 2025 lalu berjalan dengan kondusif. Berdasarkan hasil quick count yang dilakukan oleh lembaga survei independen SCL Taktika, pasangan calon nomor urut 01, Aulia–Rendi, unggul sementara dengan perolehan 56,56 persen suara. Pasangan nomor urut 03, Dendi–Alif, berada di posisi kedua dengan 29,13 persen suara, diikuti oleh pasangan nomor urut 02, Ayl AZA, dengan 14,31 persen suara. Data yang dihimpun dari 400 enumerator yang tersebar di 20 kecamatan ini menunjukkan dominasi suara Aulia–Rendi dalam PSU tersebut.

Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Salehuddin, menyampaikan apresiasi atas pelaksanaan PSU di Kukar yang berjalan baik, damai, dan demokratis. Ia menilai bahwa pelaksanaan tersebut patut menjadi contoh, mengingat tantangan yang ada seperti kondisi banjir yang sempat menyebabkan relokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS). Meski demikian, proses pemungutan suara tetap berjalan lancar tanpa adanya insiden besar yang berpotensi mencederai demokrasi.

Partisipasi pemilih menjadi salah satu aspek penting yang disorot. Salehuddin mengungkapkan harapannya agar warga tetap menunjukkan antusiasme tinggi dalam menggunakan hak pilih, meskipun harus menghadapi kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Tingginya partisipasi pemilih menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan PSU, terlebih Kutai Kartanegara memiliki peran strategis dalam mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.

Menanggapi hasil quick count, Salehuddin mengajak seluruh kandidat dan pendukungnya untuk bersikap dewasa dalam menerima hasil resmi yang akan diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia menekankan bahwa menjaga persatuan dan stabilitas daerah lebih penting daripada sekadar memenangkan kontestasi politik. Menurutnya, demokrasi sejati bukan hanya tentang menang atau kalah, tetapi tentang komitmen bersama membangun daerah dan memperkuat kohesi sosial.

Tidak hanya di Kalimantan Timur, pelaksanaan PSU yang sukses juga terlihat di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Pada 21 April 2025, masyarakat Pasaman menunjukkan semangat demokrasi yang tinggi dengan memadati TPS sejak pagi hari. Tingginya partisipasi warga menjadi pemandangan yang membanggakan, mencerminkan kesadaran masyarakat akan pentingnya peran mereka dalam menentukan masa depan daerah.

Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Gatot Tri Suryanta, turut memantau langsung pelaksanaan PSU di beberapa lokasi di Pasaman. Ia mengapresiasi terhadap partisipasi aktif masyarakat serta sinergi yang solid antara penyelenggara pemilu, aparat keamanan, dan seluruh pihak terkait. Kapolda Sumbar menilai keberhasilan ini sebagai bukti bahwa demokrasi dapat berjalan seiring dengan terciptanya keamanan dan ketertiban.

Hingga proses penghitungan suara di tingkat TPS, situasi di seluruh wilayah Pasaman tetap aman dan terkendali. Pengamanan ketat oleh personel gabungan TNI-Polri, serta kedewasaan masyarakat dalam berpolitik, menjadi kunci utama kelancaran PSU. Atas keberhasilan tersebut, Polda Sumbar menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, termasuk KPU, Bawaslu, peserta pemilu, tokoh masyarakat, serta seluruh warga Kabupaten Pasaman.

Sementara itu, di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pelaksanaan PSU Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota juga berlangsung lancar pada 19 April 2025. Kapolda Kalimantan Selatan, Irjen Pol Rosyanto Yudha Hermawan, menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada semua pihak atas suksesnya penyelenggaraan PSU. Ia menggarisbawahi bahwa keberhasilan ini berkat sinergi kuat antara TNI, Polri, KPU, Bawaslu, pemerintah daerah, serta partisipasi aktif masyarakat.

Kapolda Kalsel memuji kesadaran masyarakat Banjarbaru dalam menjaga kedamaian selama tahapan PSU berlangsung. Partisipasi aktif dan komitmen untuk mematuhi aturan menjadi kunci utama keberhasilan pelaksanaan PSU. Dengan pengamanan ketat dari aparat, seluruh tahapan berjalan tertib tanpa gangguan yang berarti, mencerminkan kematangan demokrasi masyarakat Banjarbaru.

Tidak dapat disangkal bahwa suksesnya PSU di berbagai daerah merupakan buah dari kerja keras yang sistematis. KPU dan Bawaslu di masing-masing daerah telah menunjukkan profesionalisme yang tinggi dalam mengelola setiap tahapan, mulai dari persiapan logistik, sosialisasi kepada masyarakat, hingga pengawasan proses penghitungan suara. Aparat keamanan juga memainkan peran krusial dengan memastikan bahwa seluruh rangkaian kegiatan berjalan dengan aman, nyaman, dan tertib.

Momentum PSU ini sekaligus menjadi pengingat bahwa demokrasi bukan sekadar seremoni lima tahunan. Demokrasi adalah proses yang menuntut kedewasaan sikap, kesabaran dalam menghadapi perbedaan, dan komitmen dalam mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok. PSU yang berjalan damai mencerminkan kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya menjaga stabilitas sosial demi keberlanjutan pembangunan.

Dengan menjaga kedewasaan politik, menghormati setiap hasil pemilu, dan menolak segala bentuk provokasi, bangsa Indonesia akan mampu memperkokoh perjalanan demokrasinya. PSU yang sukses ini merupakan cermin dari harapan besar menuju demokrasi yang lebih matang, adil, dan berintegritas, demi kemajuan bangsa dan daerah.

)* Penulis adalah Pengamat Politik

Masyarakat Harus Terima Hasil PSU, Bentuk Kedewasaan Berpolitik

Oleh: Ratna Dwi Putranti )*

Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, Pemungutan Suara Ulang (PSU) menjadi salah satu mekanisme penting untuk memastikan bahwa setiap proses pemilu berlangsung jujur, adil, dan transparan. PSU bukanlah tanda kegagalan demokrasi, melainkan bukti komitmen bangsa ini untuk menjaga integritas pemilihan umum. Dalam konteks ini, sikap masyarakat dalam menerima hasil PSU menjadi cermin kedewasaan berpolitik yang patut diapresiasi dan terus diperkuat.

Seperti disampaikan oleh Anggota Komisi II DPRD Kota Banjarbaru, Emi Lasari, pelaksanaan PSU yang telah berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan harus dihormati oleh semua pihak. Emi menegaskan bahwa seluruh tahapan PSU telah dilakukan dengan prinsip kejujuran dan keadilan. Karena itu, diharapkan tidak ada lagi gugatan yang dapat memperkeruh suasana pasca-PSU. Pihaknya menekankan pentingnya masyarakat untuk bergandengan tangan, mengesampingkan perbedaan, dan kembali bersatu membangun negeri.

Menurutnya, PSU ini merupakan proses yang panjang dan cukup melelahkan. Hal ini menjadi pekerjaan rumah (PR) kita bersama untuk bisa bersatu kembali, demi Indonesia yang lebih maju. Pihaknya juga mengingatkan bahwa perbedaan yang terus dipelihara hanya akan menghambat pembangunan nasional. Oleh karenanya, sikap legawa dan penghormatan terhadap hasil PSU menjadi kunci utama dalam menciptakan suasana damai dan produktif.

Sikap serupa juga disampaikan oleh Sekretaris Kabupaten Kutai Kartanegara, Sunggono. Pihaknya mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk menerima hasil PSU dengan lapang dada dan tetap menjaga ketertiban. Menurutnya, sikap positif dalam menyikapi hasil pemilihan akan menjadi landasan kuat terciptanya suasana yang kondusif. Sunggono juga menegaskan bahwa rekapitulasi suara PSU harus berjalan secara transparan dan adil, sehingga masyarakat semakin percaya pada proses demokrasi yang tengah dibangun.

Apapun hasilnya, seluruh pihak harus menghormati keputusan yang dihasilkan demi kebaikan bersama. Pernyataan ini memperlihatkan pentingnya mengedepankan kepentingan nasional di atas ego dan ambisi pribadi atau kelompok. Kedewasaan dalam menerima hasil PSU adalah cerminan kualitas demokrasi yang matang, di mana semua pihak mampu mengedepankan persatuan dan keutuhan bangsa.

Dukungan terhadap sikap dewasa masyarakat dalam berdemokrasi juga datang dari Ketua KPU Sumatera Selatan, Andika Pranata Jaya. Pihaknya mengapresiasi kondisi kondusif saat pelaksanaan PSU di Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan. Tidak adanya isu gangguan keamanan seperti yang pernah terjadi di pilkada sebelumnya menjadi indikasi bahwa masyarakat semakin memahami makna sejati demokrasi.

Andika menilai bahwa sikap damai dan sejuk dalam menghadapi dinamika politik adalah sinyal positif yang perlu terus dijaga. Menurutnya, fenomena ini adalah contoh baik bagi kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Andika juga mengimbau masyarakat untuk meninggalkan perbedaan dan kembali membangun persatuan pasca-PSU. Pesan ini selaras dengan semangat demokrasi Pancasila yang mengutamakan musyawarah, persatuan, dan gotong royong.

Momen pasca-PSU ini menjadi kesempatan emas bagi bangsa Indonesia untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kedewasaan demokrasi kita semakin menguat. Pemerintah dan seluruh lembaga penyelenggara pemilu telah bekerja keras memastikan setiap tahap PSU berlangsung dengan adil dan transparan. Kini, tanggung jawab ada di pundak kita sebagai warga negara untuk menghormati hasil tersebut dan melangkah bersama ke depan.

Sebagai bangsa besar, kita harus memahami bahwa perbedaan pilihan politik adalah hal yang wajar dalam demokrasi. Namun, setelah semua proses dilalui dan keputusan ditetapkan, tidak ada lagi alasan untuk terus memperuncing perbedaan tersebut. Justru, di sinilah ujian sejati kedewasaan berpolitik, yaitu mampu bersatu kembali dalam semangat persaudaraan, mengutamakan kepentingan bangsa di atas segalanya.

Kehidupan demokrasi yang sehat tidak hanya diukur dari seberapa banyak pemilu yang diselenggarakan, tetapi juga dari bagaimana masyarakatnya merespons hasil tersebut. Menjaga ketertiban, menghormati keputusan bersama, dan aktif membangun kembali persatuan pasca-pemilu adalah tanda bahwa demokrasi kita semakin matang.

Menghormati hasil PSU bukan hanya bentuk penghormatan kepada hukum dan penyelenggara pemilu, tetapi juga bukti kedewasaan kita dalam memandang demokrasi sebagai sarana pengelolaan perbedaan secara damai. Demokrasi bukan sekadar soal menang dan kalah, melainkan soal komitmen bersama membangun masa depan bangsa yang lebih baik.

Momentum pasca-PSU ini harus menjadi titik balik bagi kita semua untuk menunjukkan kedewasaan berdemokrasi. Adalah tanggung jawab kita semua, dari elite politik hingga masyarakat biasa untuk menunjukkan bahwa bangsa ini telah matang dalam berdemokrasi. Bangsa yang dewasa adalah bangsa yang mampu menerima perbedaan, mengelola kekecewaan, serta kembali bersatu untuk mengejar tujuan bersama.

Pemerintah telah memberikan teladan dengan mendorong pelaksanaan PSU yang jujur, adil, dan sesuai hukum. Kini saatnya masyarakat menunjukkan sikap serupa. Jangan biarkan perbedaan pandangan politik memecah persatuan yang telah dibangun dengan susah payah. Pembangunan nasional menuntut stabilitas sosial dan politik yang hanya bisa tercapai jika semua pihak bersatu dan saling menghormati.

)* Penulis merupakan peneliti ekonomi dari Urban Catalyst Management

Mengecam Keras Tindakan Biadab OPM Terhadap Ketua Komnas HAM Papua

Papua Barat — Aksi penyerangan yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) terhadap Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey, menuai kecaman luas dari berbagai kalangan. Insiden tersebut dinilai sebagai bentuk kekerasan yang menciderai nilai-nilai hak asasi manusia dan prinsip kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi di Papua.

Penembakan terjadi pada Minggu (27/4/2025) pagi di kawasan Teluk Bintuni, saat Frits Ramandey bersama tim sedang melakukan pemantauan dalam operasi pencarian Iptu Tomi Samuel Marbun yang hilang. Saat berada di pinggir Sungai Rawara untuk keperluan MCK, rombongan tiba-tiba ditembaki dari arah seberang sungai. Berkat respons cepat dari anggota Brimob, seluruh rombongan berhasil diselamatkan dan dievakuasi ke Distrik Moskona.

“Saya datang ke sini atas undangan Polda Papua Barat untuk memantau dan memastikan upaya pencarian berjalan sesuai prinsip akuntabilitas dan penghormatan hak asasi manusia. Namun, kami justru diserang oleh kelompok sipil bersenjata,” ungkap Frits Ramandey.

Kondisi kesehatan seluruh anggota tim, termasuk Frits Ramandey, dipastikan dalam keadaan baik. Kapolda Papua Barat, Irjen Pol Jonny Edison Isir, menegaskan bahwa aparat keamanan akan terus menjamin keselamatan seluruh pihak yang menjalankan tugas kemanusiaan di lapangan.

“Puji Tuhan, Ketua Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, dalam keadaan sehat dan selamat. Aparat akan terus berupaya maksimal melindungi semua pihak yang bekerja untuk kemanusiaan,” tegas Irjen Pol Jonny Edison Isir.

Serangan terhadap petugas Komnas HAM ini menegaskan bahwa kelompok OPM telah melanggar batas dengan menyerang upaya-upaya damai. Kekerasan tersebut tidak hanya membahayakan keselamatan jiwa, tetapi juga mengancam stabilitas dan perdamaian di Papua.

Serangan ini memperlihatkan bahwa kelompok separatis lebih mengutamakan teror dibandingkan jalan dialog dan rekonsiliasi. Masyarakat luas diharapkan untuk terus mengutuk keras segala bentuk kekerasan yang dilakukan, khususnya terhadap misi-misi kemanusiaan.

Penegakan hukum terhadap kelompok OPM menjadi kebutuhan mendesak guna memastikan keamanan, perdamaian, dan kedaulatan di seluruh wilayah Papua tetap terjaga dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mengutuk Serangan OPM terhadap Ketua Komnas HAM Papua

Papua Barat – Insiden penembakan terhadap Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey, saat menjalankan tugas kemanusiaan di Teluk Bintuni, Papua Barat, mendapat kecaman luas.

Serangan yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) tersebut dinilai sebagai bentuk kekerasan yang tidak dapat ditoleransi, apalagi menyasar lembaga independen yang hadir untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia di Papua.

Peristiwa ini terjadi pada Minggu (27/4/2025) pagi, saat Frits Ramandey bersama rombongan sedang melaksanakan pemantauan dalam operasi pencarian terhadap Iptu Tomi Samuel Marbun yang hilang di Sungai Rawara. Ketika sedang berada di pinggiran sungai untuk keperluan MCK, mereka tiba-tiba ditembaki dari arah seberang sungai. Beruntung, dengan perlindungan cepat dari anggota Brimob yang berada di sekitar lokasi, Frits dan rombongan berhasil selamat dan segera dievakuasi ke wilayah aman di Distrik Moskona.

“Saya datang ke sini atas undangan Polda Papua Barat untuk memantau dan memastikan upaya pencarian terhadap Iptu Tomi Marbun dilakukan secara akuntabel, tanpa melanggar hak-hak warga sipil. Namun sangat disayangkan, kami justru ditembak oleh kelompok sipil bersenjata,” ungkap Frits Ramandey dalam keterangannya.

Kapolda Papua Barat, Irjen Pol Jonny Edison Isir, membenarkan insiden tersebut dan memastikan bahwa Frits Ramandey beserta seluruh rombongan dalam keadaan sehat dan selamat. Kapolda juga menegaskan bahwa aparat keamanan akan tetap berkomitmen menjaga keselamatan seluruh tim, termasuk para pekerja kemanusiaan yang bertugas di lapangan.

“Puji Tuhan, Ketua Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, dalam keadaan sehat dan selamat,” ujar Kapolda.

Penyerangan terhadap utusan Komnas HAM menunjukkan bahwa OPM di Papua tidak lagi menghormati prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia yang selama ini mereka klaim perjuangkan.

Tindakan brutal ini bukan hanya membahayakan upaya pencarian korban hilang, tetapi juga memperlihatkan sikap permusuhan terhadap setiap inisiatif damai yang bertujuan menegakkan hak kemanusiaan di Papua.

Penyerangan ini bukti nyata bahwa kelompok OPM tersebut tidak mengindahkan norma hukum, moral, maupun kemanusiaan. Mereka bahkan menyerang pihak-pihak yang berupaya menjaga hak dan keselamatan masyarakat Papua sendiri.

Pemerintah dan aparat keamanan diharapkan meningkatkan perlindungan terhadap semua elemen yang bekerja untuk kemanusiaan. Serangan terhadap Ketua Komnas HAM harus dikutuk keras oleh seluruh elemen bangsa sebagai bentuk kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.

Insiden ini juga memperkuat urgensi untuk mempercepat penegakan hukum terhadap kelompok OPM yang terus menyebar teror di Papua. Semua pihak harus bersatu dalam memastikan bahwa Papua tetap menjadi bagian damai dan berdaulat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat Papua Resah, Desak Tindakan Tegas Aparat terhadap Aksi Teror OPM

Oleh : Noera Pigai

Papua saat ini masih menghadapi tantangan besar terkait dengan masalah keamanan yang tak kunjung selesai. Salah satu isu yang paling mencolok adalah kehadiran Organisasi Papua Merdeka (OPM), kelompok separatis yang sejak lama berusaha melepaskan Papua dari Indonesia melalui aksi kekerasan dan teror.

Kelompok ini tidak hanya menyerang aparat keamanan, tetapi juga menargetkan masyarakat sipil yang dianggap mendukung pemerintahan Indonesia. Akibatnya, aksi teror yang semakin intens ini menimbulkan ketakutan yang mendalam di kalangan masyarakat Papua. Warga yang tinggal di wilayah rawan konflik hidup dalam ketidakpastian, tidak tahu kapan dan di mana serangan berikutnya akan terjadi. Hal ini menyebabkan keresahan yang meluas di kalangan masyarakat yang merasa terjebak di tengah konflik yang tak mereka pilih.

Simon Telenggen, Tokoh Adat Meepago, mengatakan bahwa masyarakat Papua sudah terlalu lama menjadi korban dalam konflik yang diciptakan oleh kelompok OPM. Langkah tegas aparat keamanan sangat penting untuk melindungi masyarakat sipil dari ancaman kekerasan yang terus berlangsung. Masyarakat Papua tidak mau lagi hidup dalam ketakutan, masyarakat ingin anak-anak sekolah dengan tenang, petani bisa berkebun tanpa dihantui rasa takut.

Keamanan yang terganggu akibat aksi teror ini berimbas langsung pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Banyak warga yang terpaksa mengungsi dari rumah mereka untuk menghindari serangan, sementara mereka yang bertahan harus hidup dalam rasa takut yang terus-menerus. Aktivitas ekonomi yang sebelumnya berjalan lancar kini terhambat, karena masyarakat tidak bisa menjalankan usaha mereka dengan tenang.

Para petani yang mengandalkan tanah mereka untuk bertahan hidup merasa cemas untuk pergi ke ladang mereka, khawatir jika mereka menjadi korban serangan. Begitu juga dengan sektor pariwisata yang sebelumnya menjanjikan pendapatan bagi warga setempat. Keamanan yang terganggu membuat wisatawan enggan datang, yang pada gilirannya merugikan perekonomian lokal. Selain itu, infrastruktur yang rusak akibat perusakan dan pembakaran fasilitas umum juga semakin memperburuk keadaan.

Tugas utama pemerintah dan aparat keamanan adalah melindungi dan memastikan keamanan serta kesejahteraan seluruh warga negara, termasuk mereka yang tinggal di Papua. Keamanan yang terjaga, ditambah dengan pemerataan pembangunan yang melibatkan masyarakat secara langsung, bisa menjadi fondasi bagi terciptanya perdamaian yang lebih abadi di Papua. Pemerintah juga harus dapat menanggapi tuntutan masyarakat dengan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap penyelesaian masalah Papua secara menyeluruh, bukan hanya dalam lingkup konflik semata.

Di tengah ketidakpastian ini, masyarakat Papua mulai menyuarakan tuntutan agar aparat keamanan bertindak lebih tegas. Mereka merasa bahwa serangan-seangan yang dilakukan oleh kelompok separatis semakin merusak kehidupan mereka dan mengancam masa depan mereka. Namun, selain meminta tindakan tegas, masyarakat juga menginginkan solusi yang lebih komprehensif.

Tokoh Masyarakat Papua, Martinus Kasuay mengatakan bahwa tindakan tegas dan keras menjadi penting agar OPM tidak semena-mena terhadap masyarakat Papua. Dia berharap, TNI-Polri dapat memberikan efek jera kepada OPM sehingga dapat terwujud kesejahteraan dan kedamaian masyarakat Papua.

Masyarakat berharap agar pemerintah tidak hanya mengandalkan operasi militer, tetapi juga melakukan pendekatan yang lebih humanis. Banyak warga Papua yang merasa bahwa mereka tidak diperlakukan secara adil, baik dalam hal pembangunan maupun dalam akses terhadap layanan dasar. Ketidakpuasan ini menjadi salah satu faktor utama yang memicu ketegangan dan memperburuk situasi yang ada.

Oleh karena itu, masyarakat Papua mendesak agar pemerintah tidak hanya fokus pada penindakan terhadap kelompok separatis, tetapi juga memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi di daerah tersebut. Mereka menginginkan pembangunan yang lebih merata, dengan perhatian khusus terhadap kebutuhan masyarakat Papua yang selama ini sering terabaikan.

Pendeta Lukas Wonda dari Gereja Kristen Injili di Papua (GKI Papua), mengatakan segala bentuk kekerasan bertentangan dengan nilai-nilai iman dan kemanusiaan yang diajarkan oleh agama.  Pihaknya mendukung pemerintah dan aparat keamanan untuk menegakkan hukum, OPM harus dihentikan agar masyarakat tidak terus-menerus menjadi korban.

Agar ketegangan ini dapat mereda, pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis dialog menjadi sangat penting. Dialog yang melibatkan semua pihak, baik pemerintah, aparat keamanan, maupun masyarakat Papua itu sendiri, perlu dilakukan untuk mencari solusi jangka panjang yang dapat mengakhiri konflik ini. Pemerintah juga perlu lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat Papua, dengan memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan benar-benar memberikan manfaat bagi mereka.

Selain itu, peningkatan kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan infrastruktur dasar juga sangat dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat setempat. Semua ini harus dilakukan dengan tujuan menciptakan perdamaian yang langgeng, di mana masyarakat Papua dapat merasakan kehidupan yang aman, sejahtera, dan penuh harapan.

Masyarakat Papua kini menginginkan kepastian. Mereka ingin merasakan kedamaian, kesejahteraan, dan kehidupan yang bebas dari ancaman terorisme dan kekerasan. Namun, untuk itu diperlukan langkah nyata dari pemerintah dan aparat keamanan untuk tidak hanya menanggulangi aksi teror dengan tegas, tetapi juga memastikan bahwa pembangunan yang inklusif dan merata menjadi prioritas utama. Dengan demikian, kedamaian di Papua bisa tercapai, dan masyarakat bisa menjalani hidup mereka tanpa rasa takut dan tanpa ketidakpastian yang menghantui.

)* Pengamat Kebijakan Publik

Serangan Terbaru OPM: Pemerintah Berkomitmen Lindungi Papua dari Pelanggaran HAM

Oleh : Ricky Rinaldi

Papua kembali dilanda kekerasan yang mengkhawatirkan setelah serangan brutal oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang menargetkan warga sipil dan fasilitas umum. Serangan ini memperjelas bahwa OPM telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serius, merusak ketertiban, dan menghambat upaya perdamaian di Papua. Pemerintah Indonesia tetap teguh menghadapi kekerasan ini demi melindungi rakyat dan menjaga keutuhan wilayah.

Insiden terbaru di pedalaman Papua menunjukkan peningkatan agresivitas kelompok separatis. Mereka tidak hanya menyerang aparat keamanan, tetapi juga membidik masyarakat sipil yang tidak terlibat dalam konflik. Pembakaran rumah penduduk, pembunuhan warga tak berdosa, hingga pengusiran paksa memperlihatkan bahwa perjuangan kelompok ini telah mengabaikan prinsip-prinsip dasar perlindungan sipil dalam konflik bersenjata.

Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, menyatakan bahwa hampir 70 persen penduduk Papua tinggal di wilayah rawan kekerasan. Ia menyoroti bahwa serangan kelompok separatis memaksa banyak warga meninggalkan tempat tinggal dan sumber penghidupan mereka, memperburuk kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Ia juga mengingatkan bahwa banyak kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan, dan hal ini membutuhkan perhatian serius dari negara.

Pemerintah Indonesia, melalui aparat keamanan, telah mengambil langkah tegas untuk menanggapi serangan-serangan tersebut. Tujuannya adalah menghentikan aksi kekerasan dan memastikan perlindungan terhadap warga sipil. Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, menegaskan bahwa TNI mengubah strategi tempurnya agar lebih efektif dalam menghadapi ancaman dari kelompok separatis. Ia menyatakan bahwa pasukan keamanan siap menghadapi dan menumpas setiap tindakan yang mengancam keamanan nasional.

Namun, perkembangan terakhir di lapangan menunjukkan bahwa tantangan semakin berat. Penembakan terhadap Ketua Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, menjadi bukti nyata bahwa situasi semakin membahayakan siapa pun yang terlibat dalam upaya perdamaian. Frits ditembak oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) saat hendak menyeberang Sungai Rawara. Saat itu, ia tengah menjalankan tugas pemantauan terhadap kondisi warga di daerah yang dilanda konflik.

Penembakan ini memperlihatkan bahwa kelompok separatis kini tidak segan menyerang pegiat HAM, yang sebenarnya berusaha melindungi hak-hak masyarakat Papua. Serangan terhadap tokoh kunci seperti Frits Ramandey menjadi indikasi bahwa ruang untuk dialog dan pemulihan HAM di Papua kian menyempit, akibat kekerasan yang membabi buta.

Pihak keamanan langsung melakukan evakuasi dan penanganan medis terhadap Frits Ramandey. Insiden tersebut menimbulkan keprihatinan luas, karena menegaskan bahwa siapa pun — bahkan yang datang membawa misi kemanusiaan — berisiko menjadi sasaran kekerasan. Situasi ini menunjukkan bahwa kelompok-kelompok bersenjata semakin tidak terkendali dalam melaksanakan aksinya.

Pemerintah mengecam keras penyerangan terhadap Ketua Komnas HAM Papua tersebut. Negara menilai bahwa tindakan KKB merupakan pelanggaran berat terhadap nilai-nilai HAM dan prinsip kemanusiaan. Komitmen untuk melindungi seluruh pegiat kemanusiaan pun ditegaskan, termasuk dengan meningkatkan pengamanan di wilayah rawan.

Kekerasan terhadap pegiat HAM juga memperkuat argumen bahwa pendekatan keamanan tetap diperlukan di Papua. Keberadaan kelompok-kelompok bersenjata yang brutal membahayakan stabilitas nasional dan keamanan masyarakat. Oleh karena itu, operasi keamanan tetap dijalankan dengan ketat, dengan tetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Dalam situasi ini, masyarakat sipil menjadi pihak yang paling dirugikan. Mereka terjebak dalam ketakutan, kehilangan tempat tinggal, dan terputus dari akses dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Banyak warga yang terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman, meninggalkan lahan pertanian dan mata pencaharian yang selama ini menjadi tumpuan hidup mereka.

Pemerintah daerah dan pusat terus berupaya menyediakan bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi. Namun di tengah situasi keamanan yang tidak stabil, distribusi bantuan pun menghadapi banyak tantangan. Kontrol yang dilakukan oleh kelompok separatis di beberapa daerah menyebabkan keterbatasan akses untuk lembaga-lembaga kemanusiaan.

Serangan terhadap Ketua Komnas HAM Papua juga mengirimkan pesan penting tentang urgensi untuk memperkuat perlindungan bagi semua pihak yang bekerja di wilayah konflik. Negara berkomitmen untuk mengambil langkah hukum terhadap pelaku penembakan, sekaligus memperketat pengawasan di daerah-daerah rawan, guna mencegah insiden serupa terulang.

Dalam menghadapi kekerasan ini, kolaborasi antara aparat keamanan, pemerintah daerah, tokoh adat, dan masyarakat sipil sangat penting. Hanya melalui kerja sama lintas sektor, stabilitas di Papua dapat dipulihkan. Mengandalkan aparat keamanan saja tidak cukup; perlu juga pendekatan yang membangun kepercayaan masyarakat terhadap negara.

Masyarakat Papua pada dasarnya mendambakan kedamaian dan kehidupan yang lebih baik. Mereka menolak kekerasan, baik yang datang dari kelompok separatis maupun dari ketidakadilan struktural. Oleh karena itu, upaya untuk menciptakan Papua yang aman dan damai harus terus berlanjut dengan langkah nyata di bidang keamanan, keadilan, dan pelayanan publik yang lebih adil.

Serangan terhadap Frits Ramandey menjadi pengingat bahwa tantangan di Papua jauh dari selesai. Negara tidak boleh membiarkan kekerasan menjadi norma. Melindungi warga, memastikan supremasi hukum, dan menjaga stabilitas nasional harus tetap menjadi prioritas utama. Keamanan di Papua bukan hanya soal operasi militer, melainkan juga tentang menjamin hak dasar semua orang untuk hidup bebas dari ketakutan.

Dengan tekad kuat dan kerja bersama, Papua diharapkan dapat kembali menjadi tanah damai, tempat di mana rakyatnya dapat hidup tanpa bayang-bayang kekerasan, serta membangun masa depan mereka dengan penuh harapan.

*)Pengamat Isu Strategis

Jelang Mayday, Waspada Provokasi dari Kelompok Kepentingan

Jakarta – Menjelang peringatan Hari Buruh Internasional atau Mayday pada 1 Mei, dinamika sosial di berbagai daerah mulai menunjukkan peningkatan aktivitas.

Momentum ini, sejatinya merupakan hari solidaritas bagi para pekerja, kerap menjadi sasaran kelompok-kelompok berkepentingan yang berusaha mengalihkan esensi perayaan menuju agenda-agenda lain yang tidak berhubungan dengan perjuangan buruh.

Dalam berbagai kesempatan sebelumnya, Mayday sering dimanfaatkan sebagai ajang untuk menyuarakan tuntutan-tuntutan di luar kepentingan buruh. Tidak jarang pula, terjadi penyusupan oleh kelompok tertentu yang memprovokasi massa untuk bertindak di luar batas hukum.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Paser, Rizky Noviar mengatakan tujuan utama peringatan Mayday kali ini adalah mempererat hubungan antar-pekerja dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

”Pemerintah mendorong agar peringatan Mayday kali ini lebih difokuskan pada kegiatan sosial dan kemasyarakatan krtimbang aksi demonstrasi.” Ujar Rizky.

Selain itu, banyaknya narasi yang dikemas sedemikian rupa untuk menggerakkan emosi kolektif, memanfaatkan kekecewaan atau ketidakpuasan yang ada di kalangan pekerja. Di sinilah pentingnya kecerdasan masyarakat dalam mencerna setiap informasi dan ajakan yang beredar.

Kelompok berkepentingan yang berusaha mengambil keuntungan dari situasi Mayday biasanya memiliki pola kerja yang terstruktur. Mereka menyebarkan propaganda di ruang-ruang diskusi publik, menyusup dalam organisasi buruh, dan berusaha mengarahkan massa untuk melakukan tindakan yang menguntungkan agenda tersembunyi mereka.

Pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan Mayday, baik serikat pekerja, organisasi masyarakat, maupun komunitas buruh independen, perlu berkomitmen untuk menjaga ketertiban dan kedamaian.

Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Aceh Selatan, Muhammad Dini menekankan pentingnya kolaborasi antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah untuk menghadapi tantangan ekonomi global jelang Hari Buruh Internasional.

”Kepada para pekerja, masyarakat dan mahasiswa, mari kita memperingati mayday dengan kegiatan positif, professional dan terlibat aktif untuk menjaga situasi kamtibmas di Aceh Selatan yang selama ini sangat kondusif.

Lebih lanjut, ketua SPSI Aceh Selatan ini juga mengajak agar seluruh pekerja dan masyarakat di Aceh Selatan untuk meningkatkan kolaborasi dengan TNI-Polri guna menjaga situasi yang aman dan kondusif dan menghindari upaya-upaya provokasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin merusak suasana kondusif di Aceh Selatan.

“Tetap semangat, saling berkolaborasi dan bersama-sama kita jaga Aceh Selatan yang kondusif aman dan nyaman,” tutupnya

Elemen Masyarakat Wajib Jaga Kondusivitas Saat Hari Buruh

Jakarta – Dalam menghadapi berbagai dinamika sosial yang terjadi saat ini, elemen masyarakat diharapkan untuk terus menjaga stabilitas keamanan serta kondusivitas dan meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi provokasi dalam aksi Hari Buruh atau Mayday.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Provinsi Gorontalo, Meiske Abdullah mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak berperilaku berlebihan dalam memperingati hari Buruh Internasional yang diperingati setiap tanggal 1 Mei.

Pihaknya mengajak masyarakat agar menyambut hari buruh dengan penuh kebahagiaan, serta menjaga keamanan dan ketertiban daerah.

“Mari tetap jaga stabilitas keamanan dan ketertiban di daerah. Karena Apapun yang menjadi keinginan kita bersama di hari Buruh pastinya akan berjalan dengan baik”, ujar Meiske.

Sementara itu, Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo menyampaikan pihaknya mengajak masyarakat untuk tetap menjaga kondusifitas dalam memperingati hari buruh 1 Mei 2025.

“Kita tahu bahwa di Indonesia banyak persoalan bisa diselesaikan dengan dialog yang damai. Oleh karena itu, saya mengajak kita semua bergandengan tangan dalam memperjuangkan hak dan kesejahteraan buruh tanpa menimbulkan ekses negatif”, ujar Ribut.

Kapolda juga berharap kegiatan penyampaian aspirasi dapat berlangsung secara kondusif, dan berpesan seluruh peserta dapat mengikuti kegiatan dengan tertib serta waspada jangan sampai penyampaian aspirasi ditumpangi pihak lain.

“Terkait kegiatan tanggal 1 Mei besok, saya berharap dapat berjalan aman, tanpa meninggalkan ekses yang negatif, oleh karena itu mari kita bersama wujudkan penyampaian aspirasi secara tertib dan kondusif”, ujar Kapolda.

Pemerintah, bersama dengan berbagai pihak terkait, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga kondusivitas situasi dan tidak mudah terprovokasi oleh oknum-oknum yang mungkin akan memanfaatkan aksi buruh untuk tujuan-tujuan yang tidak jelas.

Keberhasilan dalam menjaga stabilitas sosial adalah hasil kolaborasi dari semua pihak, baik dari kelompok buruh, masyarakat umum, maupun aparat keamanan yang memiliki peran penting dalam menciptakan suasana yang aman dan tertib.

Waspada Provokator Manfaatkan Gerakan Aksi Buruh

Oleh Satrio Yudhi Putra )*

Menjelang peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei, berbagai elemen masyarakat mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi provokasi dalam gerakan buruh. May Day yang seharusnya menjadi momentum untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan buruh, tidak boleh disalahgunakan oleh oknum-oknum yang ingin menciptakan instabilitas sosial. Kesadaran ini mendorong berbagai serikat pekerja untuk mengambil langkah-langkah preventif demi menjaga ketertiban dan keamanan, terutama di wilayah-wilayah strategis.

Ketua DPD Forum Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (FSP KEP) Kalimantan Timur, H. Hamka Thalib, menyatakan dengan tegas bahwa peringatan May Day tahun ini di Kaltim akan dilaksanakan tanpa aksi massa. Keputusan ini merupakan hasil kesepakatan antara serikat pekerja dengan pemerintah provinsi setelah melakukan komunikasi intensif dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur. Menurut H. Hamka, aksi massa rentan ditunggangi pihak-pihak yang memiliki agenda lain, yang pada akhirnya justru merugikan buruh itu sendiri dan menciptakan keresahan di tengah masyarakat.

Sebagai bentuk alternatif, berbagai kegiatan positif akan diadakan untuk memperingati May Day, seperti bakti sosial, donor darah, serta hiburan untuk para pekerja. Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah wajah peringatan Hari Buruh menjadi lebih produktif dan membahagiakan, tanpa menghilangkan esensi perjuangan buruh. H. Hamka menekankan bahwa diskusi dan musyawarah jauh lebih efektif dalam menyampaikan aspirasi dibandingkan dengan demonstrasi yang kerap kehilangan arah dan substansi. Dalam pengalamannya, dialog terbuka antara buruh, pemerintah, dan pengusaha menghasilkan solusi konkret yang lebih bermanfaat bagi semua pihak.

Senada dengan hal tersebut, Hendri Budaya Saputra, Ketua Serikat Pekerja Semen Andalas (SPSA), juga mengimbau agar May Day dijadikan momentum untuk mempererat solidaritas antarpekerja melalui pendekatan damai dan bermartabat. Ia berharap peringatan May Day 2025 menjadi tonggak untuk memperkuat persatuan pekerja di semua sektor dan menegaskan pentingnya perlindungan hak-hak buruh secara berkelanjutan. Dalam pandangannya, keberhasilan perjuangan buruh tidak diukur dari seberapa besar massa yang turun ke jalan, tetapi dari seberapa efektif aspirasi mereka didengar dan diwujudkan.

Di sisi lain, Pengamat Politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Nurmadi Harsa Sumarta, mengingatkan bahwa demonstrasi yang berujung pada penutupan pabrik justru berpotensi menimbulkan kerugian besar, bukan hanya bagi pemilik usaha, tetapi juga terhadap para pekerja itu sendiri. Menurut Dr. Nurmadi, aksi demonstrasi yang tidak terkelola dengan bijak dapat memicu efek domino negatif, mulai dari kerugian ekonomi, terganggunya iklim investasi, hingga hengkangnya para investor yang mencari daerah atau negara yang lebih stabil.

Dalam situasi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih, Dr. Nurmadi menilai penting bagi buruh untuk menahan diri dan mengutamakan jalur dialog ketimbang konfrontasi. Ia mengingatkan bahwa banyak industri nasional masih berjuang untuk meningkatkan daya saing, baik dari sisi teknologi maupun kualitas sumber daya manusia. Jika aksi massa dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi riil perusahaan, maka risiko penutupan usaha menjadi sangat besar, yang pada akhirnya justru mengorbankan nasib para pekerja itu sendiri.

Sebagai solusi, Dr. Nurmadi mendorong pendekatan tripartit yang melibatkan pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Ketiga pihak ini harus duduk bersama, saling memahami tantangan masing-masing, dan mencari solusi terbaik. Ia juga menekankan pentingnya tanggung jawab sosial dari dunia usaha, dengan memperbaiki kondisi kerja dan memberikan jaminan kesejahteraan yang layak bagi pekerja. Upaya ini bukan hanya penting untuk menekan potensi gejolak sosial, tetapi juga untuk memperkuat fondasi industri nasional yang kompetitif dan berkelanjutan.

Selain itu, organisasi buruh dan asosiasi industri diharapkan dapat mengambil peran aktif dalam menjaga stabilitas sosial. May Day, menurut Dr. Nurmadi, seharusnya dijadikan sebagai refleksi bersama untuk memperkuat ketahanan industri dan memperjuangkan kesejahteraan pekerja secara berkelanjutan. Semangat kolaboratif harus dihidupkan, bukan semangat konfrontatif yang pada akhirnya justru menghancurkan apa yang telah dibangun dengan susah payah.

Masyarakat juga harus diberi pemahaman bahwa tidak semua ajakan turun ke jalan dalam momentum May Day bertujuan murni untuk memperjuangkan hak buruh. Ada pihak-pihak tertentu yang justru sengaja memanfaatkan keramaian untuk memancing kerusuhan atau sekadar menciptakan instabilitas politik. Oleh karena itu, penting bagi para pekerja untuk tetap kritis dan tidak mudah terprovokasi oleh ajakan-ajakan yang tidak bertanggung jawab.

Momentum May Day harus menjadi kesempatan untuk menunjukkan kedewasaan dalam menyuarakan aspirasi, memperkuat solidaritas, dan membangun optimisme bersama. Buruh, pengusaha, dan pemerintah memiliki peran yang sama penting dalam menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang adil dan berkelanjutan. May Day seharusnya menjadi simbol persatuan dan kemajuan, bukan perpecahan dan kemunduran.

Dengan menjaga ketertiban, memperkuat dialog, serta menumbuhkan semangat kerja sama, maka May Day dapat benar-benar menjadi hari kemenangan bagi pekerja. Sebaliknya, bila momentum ini dibiarkan menjadi ajang provokasi dan kekacauan, maka yang dirugikan bukan hanya buruh, melainkan seluruh sendi kehidupan ekonomi dan sosial bangsa. Karena itu, kewaspadaan terhadap provokator harus menjadi komitmen bersama, demi menjaga makna luhur perjuangan buruh dan masa depan dunia usaha di Indonesia.

)* penulis merupakan analis kebijakan publik

Jaga Stabilitas Sosial, Seluruh Elemen Masyarakat Waspada Narasi Hoaks dan Provokatif dalam Aksi Buruh

Oleh: Anggi Kusumawardhani*

Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 harus dimaknai sebagai momentum memperkuat solidaritas, memperjuangkan hak secara bermartabat, dan merawat stabilitas sosial nasional. Seluruh elemen masyarakat, khususnya kaum buruh, perlu mewaspadai narasi provokatif dan hoaks yang kerap menyusup dalam dinamika aksi massa. Dalam konteks ini, ajakan kepada buruh untuk tetap menjaga suasana damai dan produktif dalam perayaan May Day menjadi sangat relevan, sekaligus krusial untuk menghindari jebakan pihak-pihak yang berkepentingan memperkeruh situasi.

May Day 2025 harus dimaknai sebagai ajang konsolidasi kekuatan buruh yang berorientasi pada perubahan struktural, bukan sekadar demonstrasi jalanan yang emosional. Momentum ini harus diisi dengan dialog yang produktif, membangun aliansi strategis, serta memperkuat jaringan solidaritas lintas sektor. Buruh Indonesia harus tampil sebagai pelopor perubahan sosial yang progresif dan beradab, bukan terjebak dalam pola-pola usang yang hanya menghasilkan siklus konflik tanpa ujung.

Ketua Umum Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK), Habib Syakur Ali Mahdi, menegaskan bahwa May Day seharusnya dirayakan dengan suka cita dan semangat positif. Ia menekankan pentingnya penyampaian aspirasi yang damai, santun, dan produktif tanpa terprovokasi oleh kelompok-kelompok yang ingin mengganggu ketertiban umum. Menurutnya, buruh harus waspada terhadap potensi infiltrasi oknum-oknum yang berniat mencemarkan esensi perjuangan buruh dengan tindakan anarkis atau kekerasan. Habib Syakur mengajak para buruh untuk berfokus pada orasi kreatif, dialog membangun dengan pemerintah, serta berbagai kegiatan positif lainnya yang mencerminkan perjuangan yang cerdas dan bermartabat. Dengan demikian, May Day akan menjadi wujud nyata perjuangan buruh Indonesia yang beradab, bukan ajang kekerasan yang justru merusak solidaritas dan perjuangan itu sendiri.

Sejalan dengan itu, Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Rudi HB Damman, juga memberikan klarifikasi tegas bahwa buruh bukanlah pembuat kekacauan dalam aksi demonstrasi. Menurutnya, stigma bahwa buruh kerap membuat rusuh adalah keliru dan tidak berdasar. Ia menjelaskan bahwa jika terjadi gesekan dalam aksi buruh, biasanya justru akibat provokasi pihak luar yang tidak menginginkan perjuangan buruh berjalan mulus. Rudi menyoroti bahwa aksi buruh bertujuan memperjuangkan hak dan keadilan sosial, bukan menciptakan kerusuhan. Ia menegaskan bahwa May Day adalah momentum penting yang harus digunakan untuk menyuarakan aspirasi secara tegas, damai, dan bermartabat. Sebab, buruh sejatinya adalah pilar penting dalam pembangunan bangsa yang kontribusinya sering kali tidak sebanding dengan perlindungan yang mereka terima.

Pernyataan serupa juga disampaikan Hendri Budaya Saputra, Ketua Serikat Pekerja Semen Andalas (SPSA). Hendri mengimbau agar May Day dijadikan ajang mempererat solidaritas antarpekerja, bukan memperkeruh suasana. Ia menekankan bahwa keberhasilan perjuangan buruh tidak diukur dari seberapa besar massa yang turun ke jalan, melainkan dari seberapa efektif aspirasi tersebut didengar dan ditindaklanjuti oleh pihak terkait. Dengan pendekatan damai dan bermartabat, buruh tidak hanya memperjuangkan hak-haknya, tetapi juga menunjukkan kedewasaan dalam berdemokrasi serta kepedulian terhadap stabilitas nasional yang lebih luas.

Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Nurmadi Harsa Sumarta, mengingatkan akan bahaya aksi demonstrasi yang tidak terkelola dengan baik. Menurutnya, demonstrasi yang berujung pada penutupan pabrik justru akan merugikan buruh sendiri, karena berdampak pada terganggunya iklim investasi, kerugian ekonomi, dan bahkan hengkangnya investor dari Indonesia. Dalam situasi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih, ia menilai penting bagi buruh untuk mengutamakan jalur dialog ketimbang konfrontasi. Penutupan usaha akibat demonstrasi yang anarkis tidak hanya memperlemah daya saing nasional, tetapi juga menambah beban pengangguran, yang ujungnya kembali menghantam buruh itu sendiri.

Sebagai jalan keluar, Dr. Nurmadi mendorong pendekatan yang melibatkan pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Ketiga pihak ini harus duduk bersama untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan. Dunia usaha pun harus menunjukkan tanggung jawab sosialnya dengan memperbaiki kondisi kerja dan menjamin kesejahteraan buruh. Dalam pandangan Dr. Nurmadi, semangat kolaboratif jauh lebih penting dibanding semangat konfrontatif yang hanya akan menghancurkan apa yang telah dibangun bersama dengan susah payah.

Dengan demikian, menjaga stabilitas sosial dalam peringatan May Day 2025 menjadi tanggung jawab bersama. Seluruh pihak, baik buruh, pengusaha, pemerintah, maupun masyarakat umum, harus menyadari pentingnya membangun suasana aman dan kondusif. Buruh perlu tetap berjuang dengan cerdas, damai, dan bermartabat, tanpa terprovokasi narasi hoaks dan agitasi yang bertujuan destruktif. Pemerintah dan aparat keamanan juga wajib memberikan pengawalan yang profesional, menjamin ruang demokrasi terbuka sambil memastikan ketertiban tetap terjaga.

Momentum May Day seharusnya menjadi ajang refleksi bersama untuk memperkuat komitmen terhadap kesejahteraan pekerja, meningkatkan daya saing nasional, dan mempererat persatuan bangsa. Sudah saatnya semua elemen masyarakat bersama-sama meneguhkan bahwa perjuangan buruh adalah perjuangan mulia yang hanya bisa berhasil jika dijalankan dengan semangat damai, solidaritas, dan tanggung jawab sosial yang tinggi.

*Penulis merupakan Pemerhati Isu Perburuhan