Presiden Prabowo Tingkatkan Kesejahteraan Buruh, Hadirkan Perlindungan Bagi Kelompok Pekerja

Oleh: Arman Panggabean*

Presiden Prabowo Subianto menegaskan langkah konkret dalam memperjuangkan kesejahteraan para buruh di seluruh penjuru Tanah Air melalui berbagai kebijakan strategis pemerintah, yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan serta upaya untuk menghadirkan perlindungan yang lebih baik kepada para pekerja tersebut.

Dengan pendekatan yang mengutamakan hak-hak pekerja, pemerintah terus berupaya membangun fondasi ketenagakerjaan yang jauh lebih kuat dan berkeadilan di Indonesia. Upaya ini semakin diperkuat dengan adanya penguatan perlindungan buruh dan peningkatan jaminan sosial yang bertujuan untuk memberikan rasa aman dan masa depan yang lebih baik bagi para pekerja.

Melalui pidato di hadapan ribuan buruh di Jakarta, Presiden RI kedelapan tersebut menekankan bahwa para pekerja (buruh), sejatinya merupakan tulang punggung bagi negara. Maka dari itu, pemerintah terus berkomitmen penuh untuk mampu meningkatkan kesejahteraan mereka dengan menaikkan upah minimum, memperbaiki sistem jaminan sosial, serta menghadirkan perlindungan ketenagakerjaan yang lebih komprehensif.

Tidak hanya itu, namun Presiden Prabowo juga memiliki kritik terhadap sistem kerja kontrak yang dinilai selama ini justru merugikan bagi para pekerja, yang mana hal tersebut juga menjadi bagian dari fokus reformasi ketenagakerjaan yang dicanangkan pemerintah.

Dalam pengumuman terbarunya, Presiden Prabowo menetapkan kenaikan rata-rata Upah Minimum Nasional (UMN) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025. Langkah ini diambil setelah diskusi mendalam bersama Menteri Ketenagakerjaan dan pimpinan serikat buruh.

Kepala Negara menilai bahwa kenaikan tersebut tidak hanya bisa meningkatkan daya beli para buruh saja, tetapi juga mampu turut menjaga keseimbangan dengan daya saing usaha nasional. Penetapan upah minimum sektoral selanjutnya akan diserahkan kepada dewan pengupahan di tingkat provinsi, kota, dan kabupaten, yang akan diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.

Tak hanya berhenti pada soal penghasilan, Presiden Prabowo juga meluncurkan program tambahan kesejahteraan berupa pemberian makanan bergizi bagi anak-anak dan ibu hamil dari keluarga buruh berpenghasilan rendah.

Dengan target indeks sebesar Rp10.000 per anak dan ibu hamil per hari, pemerintah ingin memastikan generasi mendatang memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Program ini diproyeksikan dapat membantu meningkatkan kesehatan keluarga buruh dan menjadi pelengkap terhadap bantuan sosial lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH).

Selain memperjuangkan kesejahteraan buruh dalam negeri, pemerintah juga memperluas perlindungan kepada pekerja migran Indonesia (PMI). Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), H. Abdul Kadir Karding, menegaskan komitmen untuk memperkuat jalur resmi penempatan PMI.

Perluasan perlindungan bagi para pekerja migran Indonesia tersebut, yakni dengan memperketat pengawasan dan kolaborasi lintas instansi, pemerintah bertekad mencegah praktik penempatan ilegal yang kerap menjebak pekerja dalam tindak pidana perdagangan orang.

Melalui deklarasi bersama Polda Kepri dan Forkopimda, Menteri Abdul Kadir mendorong langkah konkret dalam memberantas sindikat PMI nonprosedural yang memanfaatkan jalur ilegal dengan modus wisata.

Ia menyebutkan bahwa Batam menjadi salah satu pusat transit utama pekerja migran ilegal, sehingga pengawasan ketat di pelabuhan dan bandara menjadi prioritas utama. Menteri P2MI menilai kolaborasi erat antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan sektor swasta akan memperkuat upaya perlindungan pekerja migran, serta membuka akses pelatihan dan legalisasi dokumen bagi mereka yang belum terdaftar secara resmi.

Di sisi lain, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, menyoroti pentingnya memperluas jangkauan perlindungan sosial kepada pekerja informal, termasuk buruh sektor perkebunan sawit.

Ia menggarisbawahi bahwa perhatian negara tidak boleh hanya terfokus pada pekerja formal, tetapi juga harus meluas kepada seluruh elemen tenaga kerja di berbagai sektor. Pemerintah pusat dan daerah bersinergi untuk memastikan bahwa literasi ketenagakerjaan dan pentingnya jaminan sosial tersampaikan dengan baik ke lapisan masyarakat bawah.

Langkah strategis yang ditempuh antara lain berupa penyuluhan langsung ke lapangan, kampanye literasi tentang hak-hak pekerja, serta kemitraan dengan perusahaan untuk memastikan pendaftaran pekerja dalam sistem jaminan sosial nasional.

Immanuel Ebenezer meyakini bahwa kesadaran kolektif tentang pentingnya perlindungan tenaga kerja akan menjadi landasan kuat dalam membangun Indonesia yang lebih adil dan sejahtera.

Kebijakan-kebijakan yang dijalankan menunjukkan bahwa pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo tidak hanya mengandalkan pendekatan retorika, melainkan mengambil langkah nyata untuk memperbaiki kualitas hidup buruh Indonesia.

Dengan reformasi ketenagakerjaan yang holistik, perhatian pada sektor informal, serta pemberantasan praktik pengiriman pekerja ilegal, negara berupaya menjadikan kesejahteraan buruh sebagai prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional.

Masyarakat pekerja kini memiliki harapan lebih besar atas masa depan yang lebih baik, dengan adanya kebijakan yang memperhatikan keadilan upah, perlindungan sosial, serta keamanan kerja, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Agenda besar Presiden Prabowo untuk membangun kekuatan ekonomi nasional pun menempatkan buruh sebagai pilar utama, mencerminkan tekad kuat pemerintah dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Peningkatan kesejahteraan buruh melalui kebijakan yang konkret ini diharapkan tidak hanya memperbaiki kondisi ketenagakerjaan, tetapi juga mempercepat laju pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan memperkuat hak-hak pekerja, Indonesia bergerak lebih mantap menuju bangsa yang adil, sejahtera, dan berdaulat di tengah kompetisi global. (*)

*) Pengamat Kebijakan Sosial – Lembaga Sosial Madani Institute

[edRW]

Mengapresiasi Komitmen Kuat Pemerintah Jamin Kesejahteraan Buruh

Oleh: Cahyo Widjaya*

Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus menunjukkan komitmen yang sangat luar biasa dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh di seluruh penjuru negeri.

Melalui berbagai program nyata yang menitikberatkan pada perlindungan hak-hak pekerja, negara memberikan bukti nyata bahwa buruh bukan hanya menjadi bagian penting dalam pembangunan nasional saja, melainkan juga fondasi yang harus terus dijaga martabat dan kesejahteraannya.

Oleh karena itu, pemerintah menegaskan bagaimana langkah tegasnya untuk terus memperbaiki taraf hidup para pekerja, tidak sekadar dalam retorika semata, melainkan diwujudkan melalui berbagai macam kebijakan konkret yang mengedepankan keberpihakan pada buruh.

Presiden Prabowo Subianto memperlihatkan bagaimana sikap konsisten dalam memperjuangkan hak-hak buruh melalui berbagai kebijakan progresif. Dalam pidatonya di hadapan ribuan buruh di Jakarta, Presiden Prabowo menegaskan betapa pentingnya peningkatan upah minimum dan penguatan jaminan sosial pekerja.

Kepala Negara menilai bahwa sejatinya para buruh memiliki peranan sangat penting, yakni sebagai tulang punggung negara, yang wajib mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan layak.

Komitmen tersebut diwujudkan dalam pengumuman kenaikan rata-rata upah minimum nasional (UMN) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025, keputusan yang diambil setelah diskusi mendalam bersama Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dan pimpinan serikat buruh.

Presiden Prabowo juga menyampaikan kritik terhadap sistem kerja kontrak yang dinilai merugikan pekerja karena menghilangkan kepastian dan perlindungan jangka panjang. Ia mendorong perubahan kebijakan ketenagakerjaan agar lebih berpihak kepada pekerja, serta berjanji untuk mencegah praktik eksploitasi yang dapat merugikan masa depan buruh.

Penetapan upah minimum sektoral yang kini menjadi kewenangan dewan pengupahan daerah, menurut Kepala Negara, merupakan sebuah langkah yang strategis untuk memastikan keadilan pengupahan di berbagai sektor industri di seluruh daerah.

Di samping itu, program kesejahteraan tambahan berupa pemberian makanan bergizi untuk anak-anak dan ibu hamil dari kalangan buruh yang berpenghasilan rendah juga menjadi perhatian serius pemerintah.

Presiden Prabowo menguraikan rencana pemberian bantuan makanan bergizi dengan indeks Rp10.000 per anak atau ibu hamil per hari, dan berharap angka tersebut bisa meningkat menjadi Rp15.000 jika kondisi anggaran memungkinkan. Program ini akan menjadi pelengkap bantuan sosial yang sudah berjalan, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), guna memperkuat kualitas hidup keluarga buruh.

Langkah konkret lain yang menunjukkan komitmen sangat kuat dari pemerintah adalah bagaimana kesiapan pemerintah pusat untuk bersinergi dengan pemerintah daerah dalam membenahi kondisi ketenagakerjaan.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer menegaskan keseriusan pemerintah dalam memperluas perhatian kepada buruh sektor informal, termasuk buruh sawit. Ia memandang bahwa perlindungan buruh sektor informal termasuk sebagai bagian penting dari agenda besar membangun Indonesia yang jauh lebih adil dan sejahtera dari sebelumnya.

Dorongan terhadap literasi ketenagakerjaan dan penyuluhan mengenai manfaat jaminan sosial kepada masyarakat juga menjadi salah satu bagian dari langkah strategis pemerintah. Pemerintah daerah melalui Dinas Tenaga Kerja terus memperkuat kemitraan dengan berbagai perusahaan agar seluruh pekerja bisa terdaftar dalam sistem jaminan sosial.

Usaha ini diyakini akan mampu meletakkan fondasi pembangunan daerah yang berkeadilan dan berkelanjutan, serta menciptakan rasa aman bagi para pekerja dalam menjalani segala aktivitas ekonomi mereka.

Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat turut mengapresiasi langkah-langkah pemerintah di erah kepemimpinan Presiden Prabowo yang dinilai nyata memang berpihak kepada para buruh.

Dalam acara peringatan HUT Ke-52 KSPSI di Jakarta, Jumhur mengungkapkan bahwa kebijakan Presiden Prabowo, seperti kenaikan upah minimum regional (UMR) sebesar 6,5 persen, peninjauan terhadap Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja, serta pembatasan produk impor yang dapat diproduksi di dalam negeri, merupakan bentuk keberpihakan nyata kepada buruh.

Jumhur menilai kebijakan-kebijakan tersebut mampu meningkatkan daya beli masyarakat, yang kemudian akan berdampak positif terhadap produksi industri dan, pada akhirnya, kesejahteraan buruh secara keseluruhan.

Ia menyebutkan bahwa kebijakan proteksi terhadap industri dalam negeri penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk impor, yang selama ini menjadi penyebab melemahnya industri nasional dan meningkatnya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK).

Keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan buruh dinilai tidak hanya bersifat jangka pendek, melainkan juga mengedepankan keberlanjutan pembangunan ekonomi nasional. Pemerintah berupaya menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang sehat, berdaya saing tinggi, serta mampu melindungi pekerja dari dampak negatif globalisasi ekonomi.

Melihat langkah-langkah yang telah diambil, sangat jelas bahwa pemerintah bukan sekadar berbicara mengenai kesejahteraan buruh, melainkan telah bekerja nyata dalam mewujudkan janji tersebut.

Kebijakan yang berpihak kepada buruh menjadi sinyal kuat bahwa negara hadir dan bertanggung jawab dalam memberikan kehidupan yang lebih layak bagi pekerja, sebagai garda depan pembangunan bangsa.

Komitmen pemerintah untuk terus memperbaiki kesejahteraan buruh patut diapresiasi sebagai langkah progresif yang membawa harapan baru bagi jutaan pekerja di tanah air. Dengan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serikat buruh, dan sektor industri, tercipta harapan akan masa depan ketenagakerjaan yang lebih adil, sejahtera, dan berkelanjutan. Buruh Indonesia, sebagai tulang punggung bangsa, layak mendapatkan tempat terhormat dalam perjalanan panjang pembangunan negeri. (*)

*) Peneliti Ekonomi Kerakyatan – Institut Ekonomi Sejahtera

[edRW]

Transaksi Judi Daring Tembus Rp1.200 Triliun, Ancam Perekonomian Nasional

Jakarta – Perputaran transaksi judi daring di Indonesia terus melonjak tajam, bahkan diperkirakan mencapai Rp1.200 triliun pada tahun 2025. Angka tersebut hampir setara dengan setengah total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), memicu keprihatinan terhadap dampak ekonomi dan sosial yang luas.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana mengungkapkan pihaknya mencatat lonjakan drastis dari tahun sebelumnya, di mana transaksi judi daring mencapai Rp981 triliun pada 2024. PPATK menilai, kolaborasi lintas sektor sangat diperlukan untuk menekan pergerakan judi daring.

“Kolaborasi lintas pihak telah berhasil mengungkap dan menindak jaringan perjudian daring berskala besar,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB, Hasbiallah Ilyas, menyebut situasi ini sebagai sinyal bahaya yang serius. Ia memperingatkan bahwa tanpa langkah tegas, kekayaan negara bisa habis dalam lima tahun ke depan.

“Yang diungkap Ketua PPATK tentang perputaran dana judol tahun ini yang mencapai Rp1.200 triliun ini sangat meresahkan,” kata Hasbiallah.

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi, mengapresiasi langkah Polri dalam pemberantasan judi daring. Sepanjang 2024, Polri mengungkap 1.611 kasus, menangkap 1.918 tersangka, dan mengusulkan pemblokiran terhadap 126.448 situs judi daring.

“Kesuksesan Polri menegakkan norma dalam kasus judol patut diacungi jempol,” ucap Haidar.
Namun demikian, Haidar menegaskan bahwa pemberantasan judi daring tidak hanya menjadi tugas aparat hukum. Keterlibatan masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan dunia pendidikan untuk bersama-sama memerangi praktik judi daring yang makin mengkhawatirkan ini.

“Pemberantasan gambling online merupakan tanggung jawab semua pihak,” tegasnya.

Pemerintah terus memperkuat langkah-langkah penanganan judi daring melalui berbagai strategi terpadu. Salah satu upaya utama adalah pemblokiran terhadap lebih dari 800 ribu situs judi daring yang dinilai meresahkan masyarakat. Namun, tantangan semakin besar karena jumlah pemain judi daring diperkirakan mencapai 8,8 juta orang, mayoritas berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Selain itu, pemerintah bekerja sama dengan berbagai platform digital untuk mempersempit ruang gerak pelaku judi online. Langkah lain yang juga ditempuh adalah memperkuat edukasi kepada masyarakat tentang bahaya judi daring, khususnya di kalangan generasi muda. Pemerintah juga mendorong kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan lembaga keuangan dan komunitas masyarakat, untuk menciptakan ekosistem yang lebih aman dari ancaman perjudian daring.

Judi Daring Wabah Ekonomi yang Mengancam Indonesia

Oleh : Rani Setiawan )*
Perkembangan teknologi digital yang begitu pesat seharusnya menjadi berkah bagi kemajuan bangsa. Namun di sisi lain, fenomena judi daring yang kian marak justru menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan data terbaru yang dirilis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), nilai transaksi judi daring di Indonesia diproyeksikan mencapai Rp1.200 triliun pada tahun 2025, meningkat tajam dari Rp981 triliun pada tahun sebelumnya. Angka ini hampir menyentuh setengah dari total pendapatan negara, menandakan betapa parahnya masalah ini jika tidak segera ditangani.

Melihat situasi ini, masyarakat harus sadar bahwa judi daring bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan ancaman langsung terhadap ketahanan ekonomi nasional dan kesejahteraan sosial. Bayangkan saja, dana yang seharusnya bisa digunakan untuk membangun infrastruktur, meningkatkan pendidikan, atau memperbaiki layanan kesehatan, justru tersedot ke aktivitas ilegal ini.

Menurut Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, pemerintah sejauh ini telah berusaha keras memerangi judi daring, mulai dari pemblokiran situs-situs ilegal hingga kerja sama dengan berbagai platform media sosial untuk menghapus promosi judi. Bahkan, upaya kolaboratif ini berhasil membongkar jaringan besar yang terlibat dalam operasi judi daring. Namun, Ivan mengakui, besarnya perputaran uang dan cepatnya adaptasi para pelaku menjadi tantangan yang tidak mudah diatasi.

Anggota Komisi III DPR RI, Hasbiallah Ilyas, menanggapi laporan tersebut dengan keprihatinan mendalam. Ia menilai lonjakan transaksi judi daring yang mencapai Rp1.200 triliun sangat mengkhawatirkan, dan memperingatkan bahwa jika tren ini terus berlanjut, dalam lima tahun ke depan kekayaan bangsa bisa habis tersedot ke dalam lubang gelap perjudian. Hasbiallah juga menekankan bahwa sebenarnya perputaran dana yang terjadi bisa jauh lebih besar dari angka yang tercatat. Dana yang mestinya mempercepat pembangunan dan menyejahterakan rakyat malah menguap untuk memenuhi kerakusan industri judi ilegal.

Penting dipahami bahwa judi daring tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga membawa dampak sosial yang destruktif. Individu yang terjerat judi daring rentan mengalami kehancuran ekonomi pribadi, keharmonisan keluarga terganggu, bahkan tidak sedikit yang akhirnya terjerumus ke dalam tindakan kriminal demi menutupi kerugian akibat kecanduan judi.
Upaya pemerintah tidak berhenti pada pemblokiran situs saja. Peningkatan literasi keuangan masyarakat menjadi langkah strategis lain yang tengah digencarkan. Melalui berbagai kampanye edukasi, diharapkan masyarakat dapat memahami risiko judi daring, termasuk jebakan psikologis yang seringkali tidak disadari korbannya. Penguatan regulasi anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme juga diharapkan dapat mempersempit ruang gerak para pelaku kejahatan ini.

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi, mengapresiasi upaya Polri yang dinilai telah menunjukkan kinerja luar biasa dalam pemberantasan judi daring. Ia menyebutkan, sepanjang tahun 2024, Polri berhasil mengungkap 1.611 kasus yang melibatkan 1.918 tersangka, serta mengusulkan pemblokiran terhadap lebih dari 126 ribu situs. Dari ribuan kasus tersebut, ratusan telah selesai diproses hukum, sementara ribuan lainnya masih dalam penyidikan. Tidak hanya itu, penyitaan aset bernilai miliaran rupiah, mulai dari tanah, kendaraan mewah, hingga emas, menunjukkan keseriusan aparat dalam memberantas kejahatan ini.

Namun, Haidar juga mengingatkan bahwa kerja keras Polri belum cukup jika tidak diimbangi dengan langkah pencegahan yang masif dari semua elemen masyarakat. Menurutnya, lonjakan perputaran uang dalam judi daring, yang naik lebih dari 22 persen dalam setahun, menunjukkan bahwa permintaan terhadap praktik ini masih tinggi. Ia juga menyoroti fakta mengerikan bahwa sekitar 8,8 juta warga Indonesia, mayoritas dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, terlibat dalam aktivitas judi daring.

Karena itu, Haidar menyerukan pentingnya keterlibatan semua pihak mulai dari individu, keluarga, lingkungan, media massa, lembaga keuangan, institusi pendidikan, hingga pemerintah untuk menggalang kekuatan dalam memutus mata rantai judi daring. Ia menekankan bahwa pemberantasan judi daring bukan hanya tugas aparat penegak hukum, melainkan tanggung jawab bersama sebagai warga negara.

Dalam konteks ini, masyarakat perlu menyadari bahwa tidak ada keuntungan jangka panjang dari judi daring. Semua iming-iming hadiah instan adalah ilusi yang berujung pada kehancuran. Selain itu, mengingat bahaya judi daring yang kini kian massif dan terorganisasi, penting bagi setiap keluarga untuk memperkuat benteng moral dan literasi digital anak-anak muda sebagai upaya pencegahan dari akar.

Pemberantasan judi daring membutuhkan komitmen berkelanjutan dan aksi nyata. Pemerintah harus terus memperketat regulasi, memperluas blokir, dan memperkuat edukasi. Media massa memiliki peran strategis dalam menyebarkan informasi yang mencerahkan, bukan malah tergoda menyebarkan konten yang mengglorifikasi judi. Lembaga pendidikan perlu aktif membangun budaya sadar risiko terhadap judi daring sejak dini. Dan tentu saja, setiap individu punya tanggung jawab untuk berkata tidak pada judi, berapapun iming-iming yang ditawarkan.

Bangsa ini tidak boleh dibiarkan kalah oleh perjudian digital. Kita perlu bersama-sama menjaga sumber daya negara, melindungi generasi muda, dan memastikan bahwa masa depan Indonesia tetap cerah. Judi daring bukan hanya musuh hukum, tetapi juga musuh kesejahteraan sosial dan ekonomi bangsa. Mari waspada, mari bergerak bersama, sebelum segalanya terlambat.

)* Konsultan Keuangan Publik – Sentra Ekonomi Masyarakat (SEM)

Pembentukan Satgas PHK Raih Dukungan dari Pemerintah Hingga Kelompok Buruh

Jakarta – Pemerintah Republik Indonesia mempersiapkan langkah strategis dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan nasional dengan merancang pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK). Gagasan ini mendapatkan dukungan luas, tidak hanya dari kalangan pejabat negara, tetapi juga dari para pakar ekonomi serta kelompok buruh yang menjadi ujung tombak produktivitas bangsa.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli, menjelaskan bahwa pemerintah saat ini masih memfinalisasi draft pembentukan Satgas PHK. Menurutnya, satuan tugas ini tidak hanya akan fokus pada penanganan kasus PHK, namun juga akan bertugas melakukan monitoring penciptaan lapangan kerja dan menyikapi isu-isu strategis ketenagakerjaan lainnya.

“Satgas PHK ini diharapkan menjadi instrumen konkret untuk menavigasi dinamika ketenagakerjaan nasional, apalagi di tengah tekanan ekonomi global yang tidak menentu,” ujar Yassierli.

Langkah ini mendapat respons positif dari kalangan akademisi. Pakar ekonomi dari Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Rossanto Dwi Handoyo, SE, MSi, PhD, menegaskan bahwa PHK harus menjadi jalan terakhir yang diambil dalam kondisi krisis.

“PHK itu biaya ekonomi, sosial, dan politiknya sangat besar. Banyaknya pengangguran dapat memicu permasalahan sosial lain seperti kriminalitas. Oleh karena itu, Satgas PHK menjadi penting sebagai upaya preventif,” jelas Prof. Rossanto.

Ia juga menambahkan bahwa pemerintah harus lebih aktif mendengar keluhan dari kalangan eksportir dan pelaku industri agar kebijakan ketenagakerjaan menjadi lebih adaptif dan solutif.

Tak kalah penting, dukungan kuat juga datang dari serikat buruh. Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Johannes Dartha Pakpahan, menegaskan bahwa pembentukan Satgas PHK merupakan usulan konkret dari kalangan buruh dalam merespons ancaman PHK massal di sektor industri, khususnya di Pulau Jawa.

“Satgas PHK ini bukan hanya reaktif, tapi juga proaktif dalam mengantisipasi, menyelidiki, dan menangani potensi maupun dampak dari PHK. Ini adalah strategi untuk melindungi hak dan masa depan pekerja,” tegas Johannes.

Ia memperkirakan bahwa setidaknya ada sekitar 50 ribu pekerja yang terancam terkena PHK dalam waktu dekat jika tidak ada langkah nyata dari pemerintah.

“Angka ini kemungkinan akan terus meningkat jika praktik penetapan tarif global yang ekstrem tidak segera dihentikan,” lanjutnya.

Dengan dukungan lintas sektor, pembentukan Satgas PHK menjadi harapan baru bagi kestabilan dunia kerja di Indonesia dan bentuk nyata keberpihakan negara pada nasib para pekerja.

**

[edRW]

Pemerintah Tegaskan Satgas PHK Kolaborasi dengan Kelompok Buruh Cegah Dampak Buruk PHK

Jakarta – Pemerintah bersama kalangan serikat buruh mendorong pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) sebagai respons terhadap meningkatnya potensi PHK di sektor industri padat karya. Satgas ini menjadi instrumen koordinatif yang dapat mencegah PHK massal, menjamin hak pekerja, dan mempertemukan tenaga kerja terdampak dengan peluang kerja baru.

Dorongan pembentukan Satgas PHK datang dari kalangan serikat buruh. Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Johannes Dartha Pakpahan, menegaskan urgensi keberadaan satuan tugas ini saat membuka Kongres ke-8 KSBSI di Rawamangun, Jakarta Timur.

“Usulan konkret adalah pembentukan Satgas PHK, sebuah satuan tugas yang bertugas mengantisipasi, menyelidiki, dan menangani potensi maupun dampak dari PHK,” ujar Johannes.

Menurutnya, ancaman PHK massal yang membayangi setidaknya 50 ribu pekerja, terutama di Pulau Jawa, menjadi sinyal penting perlunya perlindungan negara atas hak dan masa depan para pekerja di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, turut menyuarakan urgensi Satgas PHK sebagai upaya preventif.

“Sebelum PHK dilakukan, harus ada pemeriksaan menyeluruh. Jangan sampai PHK dilakukan secara gegabah,” tegasnya.

Ia juga mengungkap telah bertemu tokoh-tokoh penting seperti Menseskab Pratikno dan Kapolri untuk memperkuat landasan hukum Satgas PHK lewat instruksi presiden (inpres).

“Kalau pesangon dibayar di bawah upah minimum atau tidak dibayar sama sekali, itu ada unsur pidananya. Maka penting satgas ini juga dilengkapi dengan payung hukum yang kuat,” katanya.

Menanggapi usulan ini, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyampaikan bahwa pemerintah sangat terbuka terhadap aspirasi buruh.

“Bagi kami teman-teman serikat buruh/serikat pekerja merupakan mitra strategis. Jadi silakan teman-teman hadir, mau bergerombolan, mau teriak di luar atau masuk di dalam, kita sangat welcome,” ujar Menaker Yassierli.

Sementara itu, tiga fokus utama Satgas PHK telah dirumuskan. Pertama, pencegahan PHK sejak dini ketika perusahaan menunjukkan indikasi kesulitan. Kedua, penjaminan seluruh hak pekerja, mulai dari pesangon hingga jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). Ketiga, penyediaan informasi kerja baru yang menjembatani pekerja terdampak dengan peluang kerja melalui sistem digital.

Pembentukan Satgas PHK juga menjadi bagian dari strategi besar pemerintah menghadapi tekanan eksternal, termasuk kebijakan tarif impor baru dari Amerika Serikat. Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Mari Elka Pangestu, menyampaikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan paket ekonomi khusus untuk sektor padat karya, di samping pembentukan Satgas PHK.

[edRW]

Kehadiran Satgas PHK Bentuk Perlindungan Pemerintah Cegah Badai PHK

Oleh: Adnan Ramdani )*

Di tengah dinamika ekonomi global yang tak menentu seperti saat ini, kehadiran Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) merupakan langkah nyata pemerintah dalam menjaga stabilitas perekonomian dan ketenagakerjaan nasional. Satgas ini tidak hanya menjadi simbol kehadiran negara dalam melindungi hak-hak pekerja, tetapi juga mencerminkan komitmen pemerintah untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif dan berkelanjutan bagi seluruh pihak, baik pekerja maupun pengusaha.

Presiden Prabowo Subianto mengatakan pembentukan satgas ini sebagai respons terhadap ancaman PHK besar-besaran akibat tekanan ekonomi global, termasuk imbas kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS). Dalam menghadapi situasi ini, Satgas PHK dibentuk untuk melakukan mitigasi risiko PHK massal, menjaga stabilitas ketenagakerjaan, serta memberikan perlindungan kepada pekerja dan pelaku industri yang terdampak.

PHK merupakan salah satu isu sensitif yang dapat berdampak luas, bukan hanya pada individu yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga terhadap perekonomian secara keseluruhan. Ketika gelombang PHK terjadi secara masif, daya beli masyarakat menurun, tingkat pengangguran meningkat, dan stabilitas sosial bisa terganggu. Oleh karena itu, pembentukan Satgas PHK menjadi langkah antisipatif yang strategis dalam mencegah terjadinya “badai PHK” yang berpotensi menimbulkan krisis ketenagakerjaan.

Selain itu, Satgas PHK dibentuk untuk menjadi jembatan komunikasi antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Dalam banyak kasus, ketegangan antara buruh dan manajemen terjadi karena kurangnya komunikasi atau ketidaksesuaian persepsi terhadap kondisi usaha. Di sinilah peran Satgas menjadi sangat penting melakukan mediasi, klarifikasi, dan pengawasan agar setiap proses PHK dapat dilakukan secara adil, transparan, dan sesuai aturan yang berlaku. Hal ini menjadi bentuk nyata dari perlindungan terhadap pekerja agar tidak menjadi korban keputusan sepihak.

Selain itu, Satgas PHK juga memiliki fungsi strategis dalam memantau kondisi industri dan sektor-sektor usaha yang berpotensi mengalami tekanan. Dengan sistem pemantauan yang berbasis data dan analisis tren, Satgas dapat memberikan peringatan dini (early warning system) kepada pemerintah untuk mengambil langkah preventif. Misalnya, ketika ada indikasi penurunan produksi di sektor tekstil atau penurunan ekspor pada industri manufaktur, Satgas dapat memberikan masukan agar kebijakan stimulus, insentif, atau pelatihan ulang (reskilling) segera diberikan untuk mempertahankan tenaga kerja.

Lebih dari sekadar respons terhadap ancaman PHK, Satgas juga membuka ruang dialog yang konstruktif antar-stakeholder. Pemerintah, melalui kementerian terkait, dapat menggunakan temuan dari Satgas sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perubahan zaman. Ini termasuk peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan vokasi, mendorong transformasi digital di sektor industri, serta memperkuat perlindungan sosial bagi pekerja rentan. Dengan begitu, keberadaan Satgas bukan hanya solusi jangka pendek, tetapi bagian dari strategi jangka panjang untuk membangun sistem ketenagakerjaan yang tangguh.

Dari sisi pengusaha, Satgas juga memberi manfaat. Tidak semua pengusaha ingin melakukan PHK, sebagian besar dari mereka justru ingin mempertahankan karyawan namun menghadapi tekanan biaya operasional dan penurunan permintaan pasar. Dalam hal ini, Satgas dapat menjadi fasilitator dalam mencari solusi bersama misalnya dengan opsi pengurangan jam kerja sementara, program cuti bergilir, atau dukungan dari program pemerintah seperti subsidi upah. Dengan pendekatan ini, PHK bisa dihindari, dan hubungan industrial tetap harmonis.

Sementara itu, Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Johannes Dartha Pakpahan, mengatakan pihaknya sangat mendukung pembentukan Satgas PHK. Hal ini untuk merespons ancaman PHK besar-besaran yang mengkhawatirkan sektor industri di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, yang setidaknya sekitar 50 ribu pekerja. Satgas PHK juga dinilai menjadi upaya untuk mempertahankan jaminan pekerjaan, sesuai dengan semangat perlindungan pekerja yang digaungkan dalam prinsip-prinsip internasional.

Kehadiran Satgas PHK juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak tinggal diam menghadapi gejolak ekonomi global. Ini menjadi bentuk nyata bahwa negara hadir di tengah rakyatnya, melindungi mereka dari dampak buruk ketidakpastian ekonomi. Di tengah era digitalisasi dan disrupsi teknologi, perlindungan terhadap tenaga kerja tidak hanya harus berbentuk regulasi, tetapi juga dalam bentuk kehadiran aktif dan responsif, seperti yang ditunjukkan oleh Satgas ini.

Sebagai negara dengan jumlah angkatan kerja yang besar, Indonesia membutuhkan sistem pengamanan ketenagakerjaan yang solid. Satgas PHK adalah bagian dari sistem itu sebuah instrumen yang menjembatani, memantau, dan menyelesaikan permasalahan sebelum menjadi krisis. Ke depan, dengan memperkuat koordinasi lintas kementerian, melibatkan serikat pekerja dan asosiasi pengusaha, serta membangun basis data ketenagakerjaan yang andal, Satgas PHK bisa menjadi garda terdepan dalam menjaga keseimbangan dunia kerja nasional.

Kita patut mengapresiasi langkah proaktif ini. Pemerintah tidak hanya bereaksi terhadap gejala, tetapi mulai membangun sistem ketahanan yang mampu meredam guncangan. Satgas PHK hadir bukan sebagai alat untuk menghambat dinamika bisnis, melainkan sebagai mitra strategis dalam menjaga keberlangsungan usaha sekaligus menjamin kesejahteraan tenaga kerja. Dengan demikian, upaya pencegahan badai PHK bukan lagi angan-angan, melainkan kenyataan yang tengah dibangun bersama demi masa depan ketenagakerjaan Indonesia yang lebih inklusif dan berkeadilan.

)* Penulis adalah seorang pemerhati ekonomi kerakyatan

Tugas Satgas PHK Diatur Dalam Inpres, Pastikan Lindungi Kelompok Pekerja

Oleh: Farhan Farisan )*

Pemerintah mengambil langkah progresif dalam menghadapi lonjakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK, sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) terbaru. Satgas ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kelompok pekerja yang menjadi pihak paling rentan dalam dinamika ketenagakerjaan saat ini.

Langkah ini disambut baik oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, yang menyebut bahwa pembentukan Satgas PHK merupakan hasil dari dialog aktif antara serikat pekerja dan pemerintah. Usulan pembentukan Satgas ini sebelumnya disampaikan dalam Sarasehan Nasional yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan ketenagakerjaan.

Menurut Said Iqbal, Satgas PHK bukan merupakan lembaga permanen, melainkan tim ad-hoc yang akan bekerja sesuai kebutuhan dan situasi. Struktur Satgas terdiri dari dua komite utama: Komite Pengarah dan Komite Pelaksana. Kedua komite ini memiliki tugas dan fungsi strategis dalam merespons potensi PHK secara nasional.

Komite Pengarah diusulkan diisi oleh unsur pemerintah, seperti para menteri terkait, pimpinan DPR, dan Kapolri. Mereka bertugas untuk menentukan kebijakan umum dan arah kerja Satgas. Sedangkan Komite Pelaksana terdiri dari unsur serikat buruh, pengusaha (Kadin dan APINDO), akademisi, dan BPJS Ketenagakerjaan. Komposisi ini dianggap mewakili seluruh pihak terkait dalam isu PHK.

Said menekankan bahwa pelibatan Kapolri dalam Satgas PHK sangat penting. Hal ini berkaitan dengan keberadaan Desk Pidana Ketenagakerjaan di tingkat pusat hingga Polres, yang bisa menangani kasus PHK yang melibatkan unsur pidana seperti penggelapan pesangon atau penipuan kontrak kerja.

Dalam pembentukan Satgas, KSPI juga mengusulkan pelibatan aktif BPJS Ketenagakerjaan, terutama terkait program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Menurut Iqbal, program ini belum berjalan optimal karena adanya syarat yang terlalu ketat dan menyulitkan buruh yang terkena PHK.

Pihaknya menegaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan perlindungan finansial selama enam bulan kepada pekerja yang kehilangan pekerjaan. Bantuan yang diberikan sebesar 60% dari gaji terakhir, dengan batas maksimal lima juta rupiah per bulan. Ini merupakan implementasi nyata dari janji Presiden Prabowo untuk melindungi pekerja.

Di samping itu, Satgas PHK juga memiliki tugas strategis lain, yaitu melakukan pemetaan wilayah dan sektor industri yang berpotensi terdampak oleh dinamika ekonomi global, termasuk dampak kebijakan tarif ekspor dari negara-negara mitra dagang seperti Amerika Serikat.

Pemetaan ini akan menghasilkan klasifikasi perusahaan dalam tiga kategori: perusahaan yang terdampak tetapi tidak melakukan PHK, perusahaan yang melakukan efisiensi sebagian, dan perusahaan yang melakukan PHK massal. Dari data ini, pemerintah bisa merancang kebijakan atau stimulus yang sesuai dengan kondisi tiap sektor.

Langkah preventif ini sangat penting untuk memastikan bahwa PHK bukan menjadi solusi utama perusahaan dalam menghadapi tekanan ekonomi. Pemerintah diharapkan mampu memberikan insentif fiskal, kemudahan akses pinjaman, atau bantuan operasional lainnya agar perusahaan bisa bertahan tanpa mengorbankan pekerjanya.

Selain itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga, Prof. Rossanto Dwi Handoyo, mengatakan bahwa pembentukan Satgas PHK merupakan langkah baik pemerintah. Menurutnya, PHK seharusnya menjadi pilihan terakhir karena dampaknya tidak hanya pada individu, tetapi juga pada stabilitas ekonomi dan sosial nasional.

Pihaknya menekankan bahwa pengangguran yang tinggi akibat PHK bisa menimbulkan masalah baru seperti kriminalitas, tekanan mental, hingga kerusuhan sosial. Oleh karena itu, Satgas PHK memiliki peran penting dalam menjaga harmoni di tengah tantangan ekonomi global yang semakin kompleks.

Rossanto juga menyarankan agar pemerintah mendengarkan suara para pelaku usaha, khususnya eksportir, yang selama ini mengalami tekanan dari berbagai kebijakan luar negeri. Langkah-langkah mitigasi dari sisi pemerintah bisa memperkecil potensi terjadinya PHK massal di sektor-sektor tertentu.

Selain itu, masyarakat juga memiliki peran dalam menghadapi situasi ini. Mengajak masyarakat untuk lebih memilih produk-produk lokal guna mendukung keberlangsungan industri dalam negeri. Konsumsi yang bijak dapat membantu menjaga keseimbangan antara permintaan dan produksi.

Dalam konteks ini, Satgas PHK juga diharapkan aktif menyampaikan edukasi dan sosialisasi kepada publik terkait pentingnya menjaga keberlangsungan lapangan kerja. Kolaborasi antara pemerintah, pekerja, pengusaha, dan masyarakat umum sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas ketenagakerjaan nasional.

Melalui pendekatan yang kolaboratif dan berbasis data, Satgas PHK bisa menjadi instrumen penting dalam mencegah krisis ketenagakerjaan yang lebih luas. Pemerintah tidak hanya diminta bertindak cepat, tetapi juga harus cermat dan sensitif terhadap kebutuhan tiap kelompok pekerja.

Instruksi Presiden terkait pembentukan Satgas PHK menunjukkan komitmen negara dalam melindungi pekerja. Namun, efektivitasnya akan sangat ditentukan oleh koordinasi antarlembaga dan keterbukaan terhadap masukan dari seluruh pemangku kepentingan.

Ke depan, peran Satgas PHK tidak hanya menjadi garda terdepan penanganan PHK, tetapi juga bisa berfungsi sebagai pusat data, analisis, dan rekomendasi kebijakan ketenagakerjaan. Keterlibatan aktif akademisi dan institusi riset dalam komite pelaksana akan memperkuat legitimasi dan akurasi langkah-langkah yang diambil.

Dengan adanya Satgas PHK, diharapkan buruh tidak lagi merasa sendirian menghadapi ancaman kehilangan pekerjaan. Negara hadir dengan solusi dan mekanisme yang jelas untuk menjamin hak serta masa depan pekerja Indonesia.

)* Penulis adalah mahasiswa asal Bandung tinggal di Jakarta

Rumah Buruh Bentuk Keberpihakan Pemerintah kepada Kelompok Pekerja

Oleh : Andre Lesmana )*

 

Pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan keadilan sosial, termasuk dalam memastikan kelompok pekerja memperoleh hak-hak dasar yang layak. Salah satu bentuk nyata keberpihakan pemerintah kepada para buruh adalah melalui program perumahan untuk buruh, yaitu penyediaan hunian terjangkau yang layak huni untuk para pekerja dan keluarganya. Program ini tidak hanya mencerminkan perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan ekonomi buruh, tetapi juga menunjukkan komitmen kuat dalam meningkatkan kualitas hidup kelompok pekerja yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

 

Program perumahan untuk buruh hadir sebagai jawaban atas kebutuhan akan tempat tinggal yang layak dengan harga terjangkau. Kita semua tahu bahwa di tengah pertumbuhan kota yang pesat, harga tanah dan properti terus meroket, menjadikan kepemilikan rumah sebagai impian yang makin sulit dijangkau, terutama bagi para buruh. Melalui inisiatif ini, pemerintah berusaha meruntuhkan hambatan tersebut dan memberikan akses kepada para pekerja untuk memiliki rumah sendiri. Ini bukan hanya soal tempat tinggal, melainkan soal martabat, keamanan, dan masa depan yang lebih baik.

 

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, mengatakan pemerintah siap mengalokasikan 20.000 unit rumah subsidi untuk buruh di seluruh Indonesia. Menurutnya, buruh adalah tulang punggung pembangunan nasional dan layak mendapat kado istimewa dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjelang peringatan Hari Buruh, 1 Mei 2025, berupa hunian yang layak dan berkualitas. Kementerian PKP mengandalkan BPS dalam menyiapkan data buruh penerima. BPS sudah menyiapkan data by name by address update pada 3 Februari 2025, serta bakal diupdate selama tiga bulan sekali.

 

Dengan dibangunnya perumahan untuk buruh di berbagai kawasan industri, para pekerja kini bisa tinggal lebih dekat dengan tempat kerja mereka. Ini berarti penghematan waktu dan biaya transportasi, sekaligus peningkatan produktivitas. Lebih dari itu, kedekatan tempat tinggal dengan tempat kerja memungkinkan terciptanya komunitas pekerja yang solid dan saling mendukung. Lingkungan yang sehat dan aman juga mendukung kesejahteraan mental dan fisik para penghuni, menciptakan suasana yang kondusif bagi pertumbuhan anak-anak dan keharmonisan keluarga.

 

Pemerintah melalui Kementerian terkait serta dukungan berbagai pemangku kepentingan lainnya terus memperluas jangkauan program ini. Dalam pelaksanaannya, konsep perumahan untuk buruh tidak hanya berfokus pada aspek fisik bangunan, tetapi juga memperhatikan aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi. Setiap kawasan dilengkapi dengan fasilitas umum seperti tempat ibadah, ruang terbuka hijau, pusat kesehatan, serta sarana pendidikan dan olahraga. Hal ini memperlihatkan pendekatan holistik pemerintah dalam membangun permukiman pekerja yang sehat dan berkelanjutan.

 

Selain itu, skema pembiayaan yang ditawarkan juga sangat memudahkan. Melalui fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi dengan suku bunga rendah dan tenor panjang, para buruh tidak perlu merasa terbebani. Proses pengajuan yang transparan dan semakin digitalisasi juga membuat akses terhadap program ini menjadi lebih inklusif. Langkah ini patut diapresiasi sebagai wujud konkret dari prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli mengapresiasi langkah cepat Kementerian PKP untuk menyediakan hunian layak bagi buruh di Indonesia. Sebab selama ini program perumahan untuk buruh sangat dibutuhkan karena untuk meningkatkan kesejahteraannya.

 

Penting untuk disadari bahwa perumahan untuk buruh bukan sekadar proyek pembangunan fisik, melainkan simbol dari perubahan paradigma. Pemerintah tidak hanya hadir sebagai regulator, tapi juga sebagai fasilitator dan pelindung kelompok rentan. Ketika buruh merasa dihargai dan diberikan akses untuk hidup lebih layak, maka semangat kerja dan loyalitas pun akan meningkat. Hal ini secara tidak langsung berdampak positif terhadap produktivitas nasional, daya saing industri, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

 

Dukungan terhadap perumahan untuk buruh juga datang dari berbagai pihak, mulai dari perusahaan swasta, serikat pekerja, hingga lembaga keuangan. Kolaborasi lintas sektor ini menjadi bukti bahwa kepedulian terhadap nasib buruh bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi merupakan tugas bersama seluruh elemen bangsa. Dalam jangka panjang, program ini juga bisa menjadi model pengembangan hunian pekerja di negara-negara berkembang lainnya.

 

Kita patut optimis bahwa program ini akan terus tumbuh dan berkembang. Dengan evaluasi berkala, inovasi dalam desain dan teknologi bangunan, serta keterlibatan aktif masyarakat, perumahan untuk buruh dapat menjadi contoh terbaik dari perumahan rakyat yang manusiawi dan bermartabat. Harapannya, ke depan tidak ada lagi pekerja yang harus tinggal di lingkungan kumuh atau jauh dari tempat kerja hanya karena keterbatasan ekonomi.

 

Dalam semangat Hari Buruh atau setiap momentum penting yang menyoroti peran pekerja, perumahan untuk buruh layak disebut sebagai simbol harapan dan kepedulian. Ini adalah bukti bahwa pembangunan tidak boleh melupakan akar utamanya manusia. Melalui langkah ini, pemerintah menegaskan bahwa buruh bukan hanya objek pembangunan, melainkan subjek yang layak mendapatkan tempat terbaik dalam peta kesejahteraan nasional. Perumahan untuk buruh bukan sekadar bangunan tetapi wujud keberpihakan, kasih sayang negara kepada para pekerja yang telah setia menggerakkan roda ekonomi bangsa.

 

)* Penulis adalah pengamat ekonomi

Pemerintah Pastikan Alokasi Rumah Subsidi Untuk Kelompok Buruh

Oleh : Dirandra Falguni )*

 

Pemerintah menegaskan komitmennya untuk menghadirkan solusi nyata atas permasalahan kepemilikan rumah bagi kelompok buruh di Indonesia. Melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), negara hadir secara konkret dengan menyediakan rumah subsidi yang terjangkau dan layak huni bagi para pekerja, termasuk buruh di sektor formal maupun informal. Salah satu langkah nyatanya adalah penyerahan kunci 100 unit rumah subsidi kepada kelompok buruh yang akan dilaksanakan bertepatan dengan Hari Buruh, 1 Mei 2025.

Penyerahan 100 unit rumah subsidi tersebut merupakan bagian dari alokasi besar pemerintah melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), yang secara keseluruhan menargetkan penyediaan 20.000 unit rumah subsidi khusus untuk buruh. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri PKP, Maruarar Sirait dan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli telah menandai dimulainya program tersebut.

Hari Buruh merupakan momentum tepat untuk menunjukkan bahwa negara hadir bagi buruh. Kita sepakati 1 Mei untuk serah terima kunci 100 rumah. Ini jadi simbol keberpihakan negara kepada masyarakat.

Penyerahan unit rumah akan dilaksanakan di beberapa titik di sekitar Jakarta, dan telah mendapatkan dukungan dari PT Bank Tabungan Negara (BTN) yang menyanggupi pengucuran dana program perumahan tersebut dalam kurun waktu tiga minggu. BTN menjadi mitra penting dalam program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang menjamin bunga tetap dan tenor panjang, sehingga cicilan tetap terjangkau oleh kalangan buruh dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli menegaskan bahwa pemerintah akan menggunakan data dari serikat buruh untuk memastikan penyaluran rumah subsidi ini tepat sasaran. Dari data yang tersedia, terdapat 21 konfederasi dan 190 federasi buruh yang menjadi perhatian pemerintah dalam proses verifikasi.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) turut ambil bagian dalam mendukung ketepatan sasaran program ini melalui pemanfaatan data tunggal sosial ekonomi nasional. Deputi BPS, Amalia, mengatakan bahwa seluruh data penerima akan dicocokkan untuk memastikan hanya buruh yang belum memiliki rumah pertama yang bisa memperoleh fasilitas subsidi tersebut. Pihaknya akan melakukan rekonsiliasi data agar program ini benar-benar menyasar mereka yang paling membutuhkan.

Program perumahan untuk buruh ini merupakan bagian dari kebijakan besar pemerintah untuk menyediakan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Deputi Bidang Pemanfaatan Dana Tapera, Sid Herdikusuma, mengatakan bahwa harga rumah cenderung naik dari waktu ke waktu, sehingga pemerintah hadir dengan solusi pembiayaan yang inklusif. Menurutnya, masyarakat seringkali kesulitan karena keterbatasan uang muka atau bunga KPR yang fluktuatif. Lewat FLPP dan Tapera, kami hadir dengan bunga tetap dan tenor panjang.

Melalui FLPP, masyarakat bisa mendapatkan rumah dengan bunga tetap 5 persen selama 20 tahun, dengan skema pembiayaan yang terdiri dari 75 persen dana pemerintah dan 25 persen dari bank. Sementara itu, program subsidi dari BP Tapera menawarkan tenor lebih panjang hingga 30 tahun dengan bunga tetap 5 persen, bersumber dari simpanan peserta.

Department Head SMD BTN, Heri Rijadi, menyebutkan bahwa program ini bukan hanya untuk buruh, tetapi juga terbuka untuk berbagai profesi lain seperti pekerja media, guru, tenaga kesehatan, hingga nelayan dan petani, selama memenuhi syarat belum memiliki rumah dan berpenghasilan maksimal Rp14 juta per bulan (untuk yang berkeluarga di Jabodetabek). KPR subsidi ini adalah bentuk keberpihakan nyata negara kepada kelompok yang selama ini sulit mengakses pembiayaan komersial.

Tahun 2025, pemerintah telah mengalokasikan total 220.000 unit rumah subsidi melalui skema FLPP dengan nilai pembiayaan mencapai Rp28,2 triliun. Tak hanya untuk buruh, alokasi ini juga mencakup berbagai kelompok masyarakat lain seperti tenaga pendidik (20.000 unit), anggota POLRI (14.500 unit), TNI (5.760 unit), tenaga kesehatan (30.000 unit), pekerja migran (20.000 unit), serta asisten rumah tangga (1.000 unit).

Bahkan, kelompok non-fixed income seperti nelayan, petani, pengemudi transportasi online, dan buruh informal masing-masing mendapat alokasi 20.000 unit rumah subsidi. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak membedakan latar belakang profesi, asalkan masyarakat memenuhi kriteria sebagai MBR dan belum memiliki rumah.

Sementara itu, pemerintah tengah menjajaki kerja sama dengan Kementerian BUMN, terutama terkait pemanfaatan aset milik negara seperti milik PT Kereta Api Indonesia, Pelindo, dan Perumnas untuk dijadikan kawasan perumahan rakyat. Pihaknya berharap sinergi dengan Kementerian BUMN bisa mempercepat realisasi pembangunan rumah subsidi. Aset negara harus digunakan untuk rakyat, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

Langkah-langkah konkret pemerintah ini menunjukkan keseriusan dalam menjawab kebutuhan dasar masyarakat akan hunian. Kehadiran negara bukan lagi sekadar janji, tetapi direalisasikan melalui alokasi anggaran, kebijakan subsidi yang adil, serta sinergi antar kementerian dan lembaga.

Penyaluran rumah subsidi yang menyasar buruh adalah bentuk nyata bahwa kelompok pekerja menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Program ini juga selaras dengan prinsip keadilan sosial dalam mewujudkan pemerataan akses terhadap perumahan, serta meningkatkan kualitas hidup rakyat secara menyeluruh.

Dengan langkah cepat, terukur, dan kolaboratif, pemerintah memastikan bahwa mimpi buruh untuk memiliki rumah sendiri bukan lagi sekadar angan—tetapi menjadi kenyataan yang dapat dirasakan pada Hari Buruh tahun ini.

 

)* Kontributor Beritakapuas.com