PSU Pilkada Sukses: Jaga Stabilitas Politik dan Persatuan Bangsa

JAKARTA – Anggota KPU Papua, Yohannes Fajar Kambon, menyatakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua berhasil terselenggara dengan aman, damai, dan kondusif.

“Pelaksanaan PSU kali ini tercatat sebagai yang paling damai sepanjang sejarah pilkada di Tanah Papua. Situasi ini mencerminkan kedewasaan masyarakat Papua dalam berdemokrasi,” katanya.

Senada, Penjabat (Pj) Gubernur Papua, Agus Fatoni, menyampaikan apresiasi atas penilaian positif tersebut. Menurutnya, keberhasilan ini tidak lepas dari kerja sama seluruh elemen, mulai dari Forkopimda, TNI, Polri, KPU, Bawaslu, pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh adat, hingga masyarakat.

“Papua mampu membuktikan kepada Indonesia dan dunia bahwa proses demokrasi dapat berlangsung aman, bermartabat, dan penuh kebersamaan,” jelasnya.

Dirinya mengajak masyarakat untuk bersabar menunggu hasil resmi yang akan diumumkan KPU. Fatoni juga mengingatkan pentingnya menjaga suasana kondusif hingga pelantikan gubernur dan wakil gubernur terpilih, serta meminta warga menjaga citra positif Papua, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Sementara itu, pelaksanaan PSU di Papua juga mendapat dukungan penuh dari Majelis Rakyat Papua. Ketua MRP, Nerlince Wamuar Rollo, mengajak seluruh pendukung pasangan calon untuk tetap menjaga perdamaian pasca PSU.

“Semua proses tahapan sudah memiliki aturan dan mekanisme, sehingga seluruh pihak diminta untuk mempercayakan hasil kepada penyelenggara,” pinta Nerlince.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Cahyo Sukarnito, turut mengingatkan masyarakat untuk menjaga stabilitas keamanan selama seluruh proses penghitungan suara berlangsung.

“Situasi kondusif merupakan syarat utama agar hasil PSU diterima semua pihak tanpa gejolak,” ujar Cahyo.

Selain di Papua, PSU Pilkada juga berlangsung di Kabupaten Boven Digoel (Papua Selatan) dan Kabupaten Barito Utara (Kalimantan Tengah). Pelaksanaan ini sekaligus menandai dipenuhinya putusan Mahkamah Konstitusi terkait perselisihan hasil pemilu. Dengan lancarnya proses pemungutan suara ulang di tiga daerah tersebut, tahapan demokrasi berjalan sesuai aturan dan tepat waktu.

Dengan terlaksananya PSU secara aman, demokrasi Indonesia kembali menunjukkan kedewasaan politiknya. Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa persatuan bangsa dan stabilitas politik dapat dijaga melalui komitmen bersama seluruh elemen masyarakat. (*/rls)

PSU Pilkada Menjadi Bukti Komitmen Pemerintah Menjaga Demokrasi

JAKARTA – Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah di Papua dan sejumlah daerah lain berlangsung dengan aman, damai, dan transparan, menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam menjaga demokrasi Indonesia. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua menilai PSU kali ini sebagai salah satu yang paling damai sepanjang sejarah pilkada di Tanah Papua, mencerminkan kedewasaan masyarakat dalam berdemokrasi.

Ketua KPU Provinsi Papua, Diana Dorthea Simbiak, menyampaikan bahwa dari 8 kabupaten dan 1 kota yang menjadi wilayah penghitungan suara PSU, KPU telah menyelesaikan rekapitulasi di empat kabupaten tersebut. Pihaknya mengapresiasi sinergi seluruh pihak, yang mampu memastikan demokrasi berjalan bermartabat.

“Kami memberikan apresiasi atas sinergi seluruh pihak, mulai dari Forkopimda, TNI, Polri, Bawaslu, tokoh agama, tokoh adat, hingga masyarakat, yang mampu memastikan demokrasi berjalan bermartabat,” kata Diana.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menilai penerapan metode hitung cepat (quick count) dalam PSU kali ini semakin memperkuat transparansi, meredam potensi spekulasi politik, dan memperkokoh legitimasi hasil resmi nantinya.

“Quick count dalam PSU kali ini berhasil menekan potensi spekulasi politik, dan memperkuat legitimasi hasil resmi. Ini sejalan dengan upaya pemerintah menjaga keterbukaan informasi demi mencegah munculnya ketegangan sosial,” ujarnya.

Di sisi lain, Wakaopsda Operasi Mantap Praja Cartenz 2024, Kombes Pol. Dede Alamsyah, S.I.K, menegaskan Polri terus melakukan pengamanan dan memetakan potensi kerawanan secara tepat. Dalam pengamanan ini, Polda Papua mengerahkan 167 personel yang terdiri dari tujuh Satgas Operasi Mantap Praja Cartenz 2024.

“Waspadai potensi konflik, gangguan keamanan, maupun tindakan provokatif. Segera laporkan setiap perkembangan situasi secara berjenjang,” ungkapnya.

Dengan suksesnya pelaksanaan PSU secara aman dan kondusif, demokrasi Indonesia kembali menunjukkan kedewasaan politiknya. Keberhasilan ini membuktikan bahwa pemerintah bersama seluruh elemen bangsa berkomitmen menjaga persatuan, stabilitas politik, dan martabat demokrasi Indonesia.

Kesuksesan pelaksanaan PSU di Papua dan sejumlah daerah lain menjadi cerminan nyata bahwa demokrasi Indonesia terus tumbuh dewasa dengan semangat persatuan dan keterbukaan. Sinergi antara pemerintah, penyelenggara pemilu, aparat keamanan, tokoh masyarakat, serta partisipasi aktif warga mampu menciptakan proses demokrasi yang aman, damai, dan bermartabat.

Hasil PSU Pilkada Disambut Baik Sebagai Wujud Legitimasi Politik

Oleh: Robby Purnomo )*
Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pilkada 2025 bukan hanya sekadar prosedur teknis untuk memperbaiki kekeliruan yang terjadi di tahap sebelumnya. Lebih dari itu, PSU menjadi cerminan komitmen negara dalam menjaga kualitas demokrasi dan memastikan kedaulatan rakyat benar-benar dihormati. Kehadiran negara dalam setiap tahapan PSU menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia berorientasi pada keterbukaan dan keadilan. Melalui mekanisme ini, masyarakat memperoleh keyakinan bahwa suara mereka tetap dijaga, dihargai, dan diakui sebagai bagian penting dalam menentukan arah kepemimpinan daerah. Dengan demikian, PSU hadir bukan sebagai beban, melainkan sebagai ruang koreksi yang memperkuat legitimasi politik.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), August Mellaz menegaskan bahwa pelaksanaan PSU secara terbuka dan sesuai regulasi merupakan wujud nyata dari komitmen penyelenggara pemilu untuk menjamin integritas hasil pemilihan. Setiap suara rakyat tidak hanya dihitung secara administratif, tetapi juga memiliki nilai moral yang menjadi dasar legitimasi pemerintahan. Menurutnya, PSU tidak boleh dipandang sebagai hambatan tambahan, melainkan sebagai instrumen demokrasi untuk menegakkan keadilan. Penegasan ini penting agar publik memahami bahwa demokrasi bukan hanya tentang kemenangan kandidat, tetapi juga tentang memastikan bahwa proses yang melahirkan kemenangan itu berlangsung jujur, adil, dan transparan.

August menambahkan bahwa keberhasilan PSU menjadi tolok ukur bagi KPU dalam menjalankan perannya sebagai wasit demokrasi. Proses ini menegaskan bahwa pemilu bukan hanya urusan teknis administratif, tetapi juga terkait dengan kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara. Transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap aturan hukum menjadi aspek penting dalam menjaga martabat demokrasi. Dengan begitu, pelaksanaan PSU bukan hanya menjawab tuntutan hukum, melainkan juga menjawab kebutuhan moral masyarakat akan pemilu yang benar-benar mencerminkan suara rakyat. Hal ini sekaligus memperlihatkan bahwa demokrasi Indonesia terus mengalami penyempurnaan dari waktu ke waktu.

Dari perspektif pemerintah, pelaksanaan PSU juga menjadi prioritas dalam menjaga stabilitas politik nasional. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan menegaskan bahwa pemerintah memastikan seluruh tahapan PSU berjalan aman, tertib, dan sesuai ketentuan hukum. Kehadiran pemerintah bukan hanya sebagai penjamin keamanan, tetapi juga sebagai pengawal legitimasi demokrasi. Negara melalui aparat keamanan dan lembaga terkait memberikan perlindungan penuh terhadap hak pilih warga negara. Dengan demikian, tidak ada ruang bagi intervensi yang bisa merusak integritas demokrasi, termasuk upaya-upaya manipulasi, intimidasi, ataupun penyebaran disinformasi.

Budi Gunawan juga menekankan bahwa komitmen pemerintah dalam mengawal PSU adalah bukti bahwa negara tidak boleh abai terhadap hak rakyat. Demokrasi hanya dapat berjalan sehat jika masyarakat merasa aman dan bebas dalam menggunakan hak pilihnya. Oleh karena itu, pelibatan aparat negara di setiap tahapan PSU menjadi bentuk nyata dari tanggung jawab pemerintah dalam mengawal transisi kepemimpinan di daerah. Pemerintah melihat PSU bukan sekadar kewajiban teknis, tetapi sebagai bagian dari upaya memperkuat kepercayaan rakyat terhadap sistem demokrasi. Kepercayaan ini menjadi modal sosial yang penting untuk menjaga persatuan dan stabilitas politik nasional di tengah dinamika global yang penuh tantangan.

Selain aspek teknis dan keamanan, PSU juga memberikan dampak positif dari perspektif akademis dan sosial. Guru besar Universitas Lambung Mangkurat, Prof. Bachruddin Ali Akhmad menilai bahwa PSU menghadirkan legitimasi ganda bagi kepala daerah terpilih. Legalitas diperoleh melalui pemenuhan syarat formal pemilu, sementara legitimasi sosial tumbuh dari penerimaan masyarakat atas proses yang berlangsung transparan. Hal ini membuat kepala daerah hasil PSU memiliki pijakan politik yang lebih kokoh, karena mereka terpilih melalui proses demokrasi yang lebih ketat dan terbuka. Dengan legitimasi tersebut, kepala daerah mampu menjalankan pemerintahan daerah dengan lebih percaya diri dan memiliki otoritas moral yang kuat di mata publik.

Bachruddin juga menambahkan bahwa keterlibatan masyarakat yang tetap tinggi dalam PSU membuktikan kematangan berdemokrasi rakyat Indonesia. Di tengah berbagai upaya provokasi yang berpotensi menimbulkan gesekan, publik justru menunjukkan kedewasaan dengan tetap berpartisipasi secara aktif. Hal ini menjadi bukti bahwa masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu yang merusak, baik berupa hoaks maupun provokasi politik. Semakin tinggi tingkat partisipasi, semakin besar pula legitimasi yang diperoleh oleh kepala daerah terpilih. Dengan demikian, PSU menjadi momentum penting yang menegaskan kedewasaan politik rakyat sekaligus memperkuat fondasi demokrasi di Indonesia.

Penyelenggaraan PSU memang membutuhkan sumber daya tambahan, namun hal ini merupakan wujud keseriusan negara memastikan kualitas demokrasi. Namun, jika ditilik lebih jauh, semua itu merupakan investasi bagi keberlangsungan demokrasi yang sehat. Demokrasi yang kredibel membutuhkan mekanisme koreksi agar setiap kekeliruan dapat diperbaiki secara terbuka dan sah. Melalui PSU, rakyat melihat bahwa penyelenggara pemilu dan pemerintah berani mengambil langkah tegas untuk menegakkan aturan meskipun memerlukan pengorbanan. Langkah ini sekaligus menepis keraguan publik terhadap kemungkinan adanya kompromi atau penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilu. Karena itu, PSU justru memperlihatkan bahwa demokrasi Indonesia tidak rapuh, melainkan cukup kuat untuk memperbaiki dirinya sendiri.

Lebih jauh, pelaksanaan PSU juga memberikan pesan penting bagi para kandidat dan partai politik. Mereka diingatkan bahwa kemenangan politik tidak dapat dicapai dengan cara-cara yang menyimpang dari aturan hukum. Proses demokrasi mengharuskan semua pihak tunduk pada regulasi dan mekanisme yang ada. Dengan demikian, PSU meneguhkan prinsip bahwa kedaulatan rakyat adalah nilai tertinggi yang tidak boleh dicederai oleh ambisi politik sesaat. Dalam jangka panjang, kesadaran ini akan membangun tradisi politik yang lebih sehat, kompetitif, dan berorientasi pada pelayanan publik, bukan semata-mata perebutan kekuasaan.

)* Penulis merupakan Pengamat Politik.

PSU Pilkada Jadi Bukti Demokrasi Indonesia Makin Matang

Oleh : Yesa Andika Fitri )*

Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam pemilihan kepala daerah merupakan salah satu mekanisme konstitusional yang dirancang untuk memastikan setiap proses demokrasi berjalan dengan adil, transparan, dan akuntabel. Kehadiran PSU seringkali dipandang sebagai ujian kedewasaan politik baik bagi penyelenggara, peserta, maupun masyarakat. Namun, di balik itu, PSU juga memperlihatkan semakin matangnya demokrasi Indonesia yang mampu menyelesaikan potensi masalah tanpa menimbulkan gangguan berarti.

Contoh nyata terlihat dari pelaksanaan PSU di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Anggota Komisi I DPRD Kalimantan Tengah, Purdiono, menilai pelaksanaan PSU di daerah tersebut berjalan dengan damai, tertib, dan tanpa gangguan berarti. Ia mengapresiasi kerja keras KPU dan Bawaslu yang memastikan seluruh tahapan berjalan sesuai aturan, serta peran aktif masyarakat yang tetap menjaga suasana kondusif. Lebih dari sekadar proses teknis, keberhasilan ini menandai adanya kedewasaan politik masyarakat dan para kandidat yang bersikap legowo menerima hasil apapun dari proses demokrasi.

Kematangan demokrasi juga ditunjukkan melalui keterlibatan seluruh elemen masyarakat yang tidak hanya datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan hak pilih, tetapi juga turut menjaga agar PSU berlangsung damai. Hal ini memperlihatkan kesadaran kolektif bahwa demokrasi bukan sekadar ajang perebutan kekuasaan, melainkan wadah untuk memilih pemimpin yang dipercaya mampu membawa pembangunan ke arah lebih baik. Kesadaran ini sangat penting, karena tanpa dukungan masyarakat, regulasi yang kuat akan semakin efektif dengan dukungan masyarakat.

Selain di Barito Utara, pelaksanaan PSU di Kabupaten Biak Numfor, Papua, juga menjadi bukti bahwa demokrasi Indonesia terus berkembang ke arah yang lebih matang. Penjabat Gubernur Papua, Agus Fatoni, mengajak masyarakat untuk bersama-sama menyukseskan PSU yang digelar pada 6 Agustus 2025. Ia mengatakan bahwa satu suara rakyat sangat menentukan arah kepemimpinan Papua lima tahun ke depan. Ajakan tersebut menjadi refleksi bahwa pemerintah daerah memahami arti penting partisipasi masyarakat dalam menentukan pemimpin.

Fatoni menekankan bahwa PSU di Biak Numfor harus menjadi contoh demokrasi yang baik, di mana masyarakat menyalurkan hak pilih dengan bebas, tanpa tekanan, dan sesuai hati nurani. Dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Biak Numfor serta kesiapan KPU dan Bawaslu menjadi faktor penting yang memastikan jalannya PSU secara aman, lancar, dan kondusif. Data jumlah pemilih yang mencapai lebih dari 100 ribu orang tersebar di ratusan TPS menunjukkan betapa besar harapan masyarakat terhadap proses demokrasi yang bermartabat.

Pelaksanaan PSU di Papua tidak hanya mengandalkan kesiapan teknis semata. Keamanan juga menjadi faktor krusial yang mendapat perhatian serius. Polda Papua menegaskan komitmennya menjaga netralitas dan profesionalisme dalam mengawal setiap tahapan PSU. Dengan pengerahan ratusan personel dalam Operasi Mantap Praja Cartenz II-2024, kepolisian memastikan seluruh proses berjalan tanpa gangguan. Kehadiran aparat keamanan yang netral dan profesional menjadi bukti bahwa negara hadir untuk melindungi hak demokratis rakyat.

Fenomena PSU di berbagai daerah ini menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia telah melewati masa transisi dan kini semakin kokoh. Justru, demokrasi semakin matang dengan adanya kemampuan semua pihak untuk menyelesaikan masalah secara elegan melalui mekanisme yang sudah diatur. Kematangan ini tercermin dari sikap masyarakat yang partisipatif, peserta pemilu yang bersikap dewasa, penyelenggara yang profesional, serta aparat keamanan yang netral.

Lebih jauh, keberhasilan PSU juga membuktikan bahwa Indonesia telah belajar banyak dari pengalaman demokrasi sebelumnya. Setiap tantangan yang muncul tidak dihadapi dengan emosi, tetapi dengan komitmen menjaga persatuan dan stabilitas politik. Dengan demikian, PSU bukan hanya prosedur administratif, melainkan simbol kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi yang berlaku.

Harapan besar ke depan adalah agar seluruh hasil PSU akan diterima secara dewasa dan penuh tanggung jawab oleh masyarakat. Baik kandidat yang menang maupun yang belum berkesempatan memimpin, keduanya memiliki tanggung jawab moral menjaga kondusivitas masyarakat. Seperti yang disampaikan Purdiono, sikap legowo para kandidat sangat penting untuk mencegah potensi konflik horizontal yang bisa merugikan masyarakat luas.

Selain itu, masyarakat juga perlu terus menjaga semangat partisipasi aktif dalam setiap momentum demokrasi. PSU memberikan pelajaran berharga bahwa demokrasi akan semakin kuat dengan keterlibatan publik. Kesadaran bahwa suara setiap warga memiliki dampak besar terhadap arah pembangunan adalah kunci keberhasilan berdemokrasi.

Pada akhirnya, PSU Pilkada menjadi bukti konkret bahwa demokrasi Indonesia makin matang. Proses yang berjalan damai di Barito Utara, persiapan matang di Biak Numfor, serta pengawalan ketat namun netral dari aparat di Papua menunjukkan kesungguhan seluruh elemen bangsa menjaga kualitas demokrasi. Dengan kedewasaan politik yang semakin mengakar, Indonesia semakin siap menghadapi tantangan demokrasi di masa depan.

PSU bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan sistem demokrasi Indonesia yang mampu mengoreksi diri dan memastikan suara rakyat benar-benar menjadi penentu arah kepemimpinan. Dari Barito Utara hingga Papua, semangat demokrasi yang damai, inklusif, dan partisipatif terus bergema, membawa harapan bahwa masa depan demokrasi Indonesia akan semakin kuat dan berintegritas.

)* Penulis adalah seorang Pengamat Politik

Bendera Bajak Laut Hanya Budaya Pop, Tidak Layak di Bulan Kemerdekaan

Jakarta – Memperingati HUT ke-80 Republik Indonesia, pemerintah mengingatkan kembali pentingnya menjaga kesakralan Hari Kemerdekaan. Suasana bulan Kemerdekaan harus dijadikan momentum untuk memperkokoh identitas nasional dengan menjunjung tinggi Merah Putih sebagai satu-satunya simbol negara.

Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa Merah Putih memiliki kedudukan yang tidak tergantikan.

“Bendera Merah Putih memiliki kedudukan yang tak tergantikan sebagai simbol persatuan. Dalam momen sakral seperti Hari Kemerdekaan, seluruh warga negara wajib menghormati bendera negara dengan penuh khidmat. Mengibarkan simbol lain di samping Merah Putih dapat menurunkan nilai spiritual dan nasional yang terkandung dalam perayaan kemerdekaan,” ujarnya.

Pemerintah akan memperkuat sosialisasi penggunaan bendera negara melalui pendidikan, penyuluhan, dan kampanye publik untuk menegaskan Merah Putih sebagai simbol kedaulatan yang tidak boleh disamakan dengan ikon non-nasional.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti menyoroti pentingnya memberikan pemahaman kepada generasi muda mengenai arti simbol negara.

“Generasi muda perlu mendapat pemahaman lebih mendalam mengenai arti simbol negara. Budaya populer memang bagian dari keseharian masyarakat, namun penggunaannya harus ditempatkan secara proporsional. Hari Kemerdekaan adalah kesempatan istimewa untuk menanamkan rasa cinta tanah air, sehingga hanya Merah Putih yang pantas dikibarkan,” tuturnya.

Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, mempunyai pandangan yang sama, dimana menjaga kesucian simbol negara merupakan tanggung jawab bersama.

“Menjaga kemurnian simbol negara adalah bagian dari tanggung jawab bersama. Bendera bajak laut hanyalah ikon hiburan global tanpa makna historis dalam perjalanan kemerdekaan Indonesia. Oleh sebab itu, saya mengajak masyarakat untuk tidak mencampuradukkan ruang hiburan dengan ruang kenegaraan yang penuh makna,” katanya.

Momentum HUT RI menjadi refleksi atas pengorbanan dan persatuan para pahlawan. Dengan mengibarkan Merah Putih, bangsa meneguhkan komitmen persatuan dan penghormatan sejarah perjuangan, sekaligus menunjukkan keteguhan di tengah derasnya arus budaya global.

Merah Putih bukan sekadar kain merah dan putih, tetapi lambang kebanggaan dan martabat bangsa dari Sabang hingga Merauke. Saat berkibar di langit Indonesia, bendera ini menghadirkan kembali semangat perjuangan yang menyatukan rakyat dalam keberagaman. Dengan menjunjung tinggi Merah Putih di Hari Kemerdekaan, Indonesia mempertegas jati dirinya sebagai bangsa yang berdaulat, bermartabat, dan tangguh.

Bendera Merah Putih Harus Jadi Simbol Utama Kemerdekaan

JAKARTA — Dalam rangka peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, sejumlah pejabat negara menegaskan kembali pentingnya Bendera Merah Putih sebagai simbol utama yang tidak tergantikan. Di tengah maraknya budaya populer dan munculnya simbol-simbol alternatif, pemerintah menekankan bahwa Merah Putih harus tetap dijunjung tinggi sebagai lambang pemersatu bangsa.

Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, menyatakan bahwa meski masyarakat mengekspresikan kreativitas melalui pengibaran bendera lain, kecintaan rakyat terhadap Merah Putih tetap tidak tergoyahkan.

“Saya kira itu ekspresi kreativitas, ekspresi inovasi, dan pasti hatinya adalah Merah Putih, semangatnya Merah Putih. Saya kira kecintaan rakyat Indonesia kepada Merah Putih tidak akan tertukar dengan apa pun. Saya meyakini itu,” ujarnya

Ia menambahkan, momentum bulan kemerdekaan seharusnya menjadi sarana memperkuat persatuan bangsa.

“Merah Putih adalah perekat seluruh elemen bangsa. Simbol lain bisa hadir sebagai ekspresi, tetapi jangan sampai menyingkirkan lambang negara,” tegas Muzani.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan pandangan senada. Ia menilai kreativitas masyarakat dalam menggunakan simbol lain tidak perlu dipermasalahkan selama Merah Putih tetap dikibarkan.

“Benderanya itu enggak ada masalah, selama Merah Putih tetap dikibarkan. Secara keseluruhan, bahwa kreativitas pengibaran-pengibaran bendera dan juga pemakaian bendera One Piece itu menurut kita enggak ada masalah,” ungkapnya.

Meski begitu, Dasco mengingatkan agar masyarakat tetap membedakan antara simbol hiburan dan simbol kenegaraan. Ia menekankan bahwa peringatan HUT RI harus dimaknai lebih dalam sebagai momentum memperkuat cinta tanah air, bukan sekadar perayaan seremonial.

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan pentingnya menjaga kesakralan peringatan kemerdekaan, khususnya di bulan Agustus.

“Kami berharap di bulan Agustus ini janganlah ternodai dengan hal-hal yang tidak sakral,” tegasnya

Menurut Prasetyo, pemerintah tidak menutup ruang bagi kreativitas masyarakat, tetapi harus ada batas yang jelas. Merah Putih wajib dikibarkan dengan penuh khidmat pada setiap peringatan HUT RI sebagai bentuk penghormatan terhadap para pejuang bangsa.

Ia juga mengajak generasi muda menjadikan Merah Putih sebagai sumber inspirasi dalam berkarya.

“Bendera ini adalah simbol perjuangan yang mempersatukan kita semua. Generasi muda harus menjaganya, karena di situlah harga diri bangsa Indonesia,” pungkasnya.

Dengan demikian, berbagai pernyataan pejabat negara ini menegaskan kembali bahwa menjaga kehormatan Bendera Merah Putih bukan sekadar ritual, tetapi bentuk penghormatan terhadap sejarah, persatuan, dan jati diri bangsa.
(*/rls)

Bendera Bajak Laut Tidak Mencerminkan Jiwa Patriotisme Bangsa

Oleh: Surya Andika)*

Di tengah semarak peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia, sebuah fenomena unik mencuat yakni maraknya pengibaran bendera bajak laut dari anime One Piece. Sebagian masyarakat mengangkatnya sebagai simbol kritik sosial, sindiran terhadap pemerintahan, atau bentuk kegelisahan atas ketidakadilan. Namun, realitasnya adalah bahwa bendera fiksi seperti ini yang tidak mencerminkan semangat dan sejarah bangsa namun justru mengancam nuansa sakral patriotisme dan tumbuhnya kesadaran kebangsaan.

Menggunakan atau mengagungkan bendera bajak laut dalam kehidupan sehari-hari sejatinya tidak mencerminkan jiwa patriotisme bangsa. Tak hanya itu, tetapi juga berisiko menurunkan kesadaran nasional di tengah generasi penerus bangsa. Meskipun demikian, di balik tampilannya yang dianggap keren, estetik, atau “rebel”, simbol ini sesungguhnya memiliki sejarah kelam yang sarat kekerasan, kejahatan, dan pelanggaran hukum.

Anggota DPR RI Fraksi Nasdem, M. Shadiq Pasadigoe, mengatakan bahwa penggunaan simbol bajak laut sebagai ‘diganti’ atau bahkan disandingkan dengan Merah Putih merupakan ekspresi politik yang salah alamat. Ia menegaskan jika ingin mengkritik kebijakan pemerintah, salurkan lewat kanal yang sah. Jangan pernah mengganti Merah Putih dengan simbol fiktif. Ini bukan pelanggaran etika, tapi juga bentuk pelupaan sejarah.

Selain itu, Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) Dr. TB Hasanuddin, menyatakan dengan tegas bahwa pengibaran bendera fiksi pada tanggal 17 Agustus pada hari di mana Merah Putih diwajibkan dikibarkan adalah tidak hanya tidak etis, tetapi juga menyinggung kewibawaan dan makna dari Bendera Negara. Pandangan ini sejalan dengan semangat pemerintah yang berupaya menjaga posisi Merah Putih sebagai simbol formal negara, sebagaimana diatur dalam UU No. 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. Hal ini memberikan isyarat kuat bahwa penghormatan terhadap simbol negara bukan hanya soal legalitas, tetapi juga soal menjaga nilai luhur pengorbanan dan semangat proklamasi yang telah diwariskan generasi masa lalu

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban pemerintah dan masyarakat luas untuk menjaga agar simbol seperti bendera bajak laut tidak menggantikan, atau bahkan hanya menandingi, lambang resmi negara dalam makna dan wibawa. Bukan berarti menolak kritik justru sebaliknya. Kritik jika dilakukan dengan saluran yang sah dan kontekstual adalah bagian penting dari demokrasi. Namun, nilai-nilai kemerdekaan, patriotisme, dan penghormatan atas sejarah pahit perjuangan bangsa harus tetap dijaga agar tidak tergerus oleh tren yang bisa mengendurkan ikatan simbolik kolektif.

Sosiolog dari Universitas Indonesia, Dr. Paulus Wirutomo, mengatakan bahwa identitas kultural terbentuk dari simbol-simbol yang dijadikan rujukan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika simbol kekerasan dinormalisasi dan dipuja, hal itu berpotensi menciptakan krisis identitas pada generasi muda. Maka dari itu, pendidikan formal dan non-formal memiliki peran penting dalam menyaring simbol yang masuk ke dalam budaya masyarakat.

Sekolah harus mulai menyisipkan literasi simbol dan sejarah dalam kurikulum, terutama yang berkaitan dengan simbol nasional dan tantangan globalisasi. Media sosial juga tak kalah penting untuk mengambil peran tersebut. Konten kreator, influencer, dan media massa seharusnya ikut mengambil peran dalam menyuarakan kebanggaan terhadap simbol nasional dan mengingatkan bahaya penggunaan simbol yang menyimpang. Bukan dengan melarang secara keras, tetapi dengan pendekatan edukatif yang mengedepankan konteks sejarah dan nilai.

Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, saat peluncuran Permendikdasmen Nomor 2 Tahun 2025, menekankan peran bahasa (dan simbol kebangsaan) sebagai pilar jati diri bangsa dan landasan dalam ruang publik. Identitas bangsa terbentuk dari simbol yang telah dijaga, ini menggarisbawahi pentingnya menjaga keunikan dan kedaulatan simbol kebangsaan.

Simbol bangsa seperti Bendera Merah Putih dan Garuda Pancasila bukan hanya identitas visual, melainkan lambang perjuangan, pengorbanan, dan cita-cita luhur bangsa. Bendera Merah Putih, misalnya, dikibarkan dengan penuh semangat pada 17 Agustus 1945 sebagai tanda kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Presiden Soekarno pernah mengatakan, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya.”

Menghormati jasa pahlawan berarti juga menghargai simbol-simbol yang mereka perjuangkan. Mengganti atau menyamakan simbol nasional dengan lambang bajak laut sama saja dengan merendahkan makna perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Lebih dari sekadar pelanggaran estetika, itu adalah bentuk pengaburan identitas dan nilai-nilai luhur bangsa.

Simbol-simbol tersebut dapat menjadi kebanggaan yang bisa menginspirasi dan membakar semangat nasionalisme. Semua simbol-simbol negara Indonesia lahir dari semangat perjuangan dan pengorbanan. Dalam konteks kekinian, nasionalisme tidak harus kaku atau usang. Nasionalisme bisa diwujudkan dalam bentuk bangga menggunakan produk lokal, menghargai sejarah bangsa, aktif dalam kegiatan sosial, dan tentu saja menjaga integritas simbol-simbol nasional dari penyalahgunaan atau degradasi makna.

Sekilas, memang bendera bajak laut mungkin terlihat keren dalam budaya pop, tetapi di baliknya tersimpan sejarah kekerasan, anarkisme, dan pelanggaran hukum. Menggunakannya sebagai identitas di lingkungan masyarakat Indonesia yang menjunjung nilai Pancasila dan kemanusiaan sejati, adalah tindakan yang tidak selaras dengan semangat patriotisme bangsa. Sudah saatnya masyarakat, terutama generasi muda, lebih selektif dalam memilih simbol yang mereka gunakan.

Jangan biarkan simbol kekerasan merusak kesadaran nasional. Bendera bajak laut bukanlah simbol kebebasan, melainkan simbol kelam masa lalu. Mari tegakkan dan banggakan simbol-simbol yang benar-benar mencerminkan jiwa dan perjuangan bangsa Indonesia.

)*Penulis merupakan Pengamat Sosial Kemasyarakatan

Dewi Puspitorini Usung ILUNI UI Transparan dan Digital

Jakarta – Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) bersiap menggelar pemilihan ketua umum periode 2025–2028 pada 23–24 Agustus 2025. Proses pemilihan akan berlangsung secara elektronik melalui aplikasi UI Connect, sebagai upaya mewujudkan organisasi alumni yang adaptif terhadap perkembangan zaman.

Ketua Umum ILUNI Fakultas Kedokteran UI (FKUI), Wawan Mulyawan, berharap pemimpin baru ILUNI UI adalah sosok alumni yang memiliki rekam jejak kuat serta visi sejalan dengan kebutuhan alumni masa kini. “Dan visi yang sejalan dengan kebutuhan alumni UI masa kini,” ujarnya.

Salah satu kandidat yang mencuri perhatian adalah Dewi Puspitorini. Mengusung tagline “U&I Guyub, U and I become Us”, Dewi menyampaikan visinya membangun ILUNI UI yang guyub, progresif, inklusif, dan berdampak nyata bagi alumni, almamater, serta bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Ia menegaskan pentingnya kebersamaan yang tidak berhenti pada simbol, tetapi diwujudkan dalam langkah konkret.

Dalam visi yang ditawarkannya, Dewi menekankan lima misi strategis. Pertama, Digitalisasi Total Sistem ILUNI yang bertujuan menjadikan organisasi alumni modern, efisien, dan terkoneksi 24 jam melalui UI Connect. Kedua, Penguatan Jaringan Alumni Global agar potensi alumni yang tersebar di berbagai belahan dunia dapat dijalin dalam kolaborasi nyata.

Misi ketiga, Pemberdayaan Alumni Berkelanjutan, fokus pada peningkatan kesejahteraan, kesehatan mental, serta pengembangan karier alumni. Keempat, Kontribusi Nyata untuk Indonesia, yang menekankan pentingnya peran alumni dalam pembangunan nasional. Kelima, Pemberdayaan Perempuan Indonesia, untuk memperkuat kepemimpinan dan kesetaraan perempuan mulai dari lingkup alumni UI.

“ILUNI UI harus menjadi contoh organisasi alumni yang transparan, akuntabel, dan inklusif. Dengan lebih dari 300 ribu alumni yang tersebar di berbagai sektor strategis, potensi kontribusi kita untuk bangsa sangat besar. Yang dibutuhkan adalah platform kolaborasi yang efektif dan kepemimpinan yang memiliki visi jangka panjang,” tegas Dewi.

Ia menambahkan, konsep kebersamaan yang diusung melalui tagline “U and I Guyub, U and I become Us” akan diwujudkan lewat pemanfaatan teknologi. Transformasi digital melalui UI Connect diyakini menjadi medium keterhubungan alumni lintas daerah dan negara. “Teknologi harus digunakan untuk mendekatkan, bukan membatasi. Dengan UI Connect, alumni dari seluruh dunia bisa tetap terhubung dalam satu ekosistem yang inklusif dan dinamis,” jelasnya.

Selain mendorong inovasi digital, Dewi juga menekankan pentingnya tata kelola organisasi yang profesional dan transparan. Menurutnya, ILUNI UI harus menjadi teladan bagi organisasi alumni lain di Indonesia. “ILUNI UI harus menjadi contoh organisasi yang bersih, terbuka, dan berdampak nyata bagi bangsa. Legitimasi lahir dari akuntabilitas yang konsisten,” ujarnya.

Dengan dukungan lintas fakultas serta visi yang menekankan transparansi dan digitalisasi, Dewi Puspitorini tampil sebagai kandidat kuat yang siap membawa ILUNI UI menuju era baru. (*)

[ed]

HUT ke-80 RI, Semangat Persatuan Untuk Membangun Papua yang Aman dan Sejahtera

Oleh : Manuel Bonay )*

Delapan puluh tahun sudah Indonesia merdeka, sebuah perjalanan panjang penuh dinamika, perjuangan, dan pengorbanan. Peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia bukan hanya perayaan seremonial, melainkan momentum refleksi nasional untuk mengukur sejauh mana bangsa ini mampu merawat persatuan, menjaga kebhinekaan, dan mewujudkan cita-cita para pendiri negara. Di tengah perayaan emas kemerdekaan ini, Papua hadir sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Indonesia. Wilayah ini bukan hanya kaya sumber daya alam dan budaya, tetapi juga menyimpan potensi besar untuk menjadi pilar pembangunan nasional jika dikelola dengan bijak, damai, dan penuh rasa persaudaraan.

Semangat persatuan yang menjadi tema utama peringatan kemerdekaan kali ini sangat relevan bagi Papua. Dalam lintasan sejarah, berbagai tantangan kerap muncul di tanah Papua, baik berupa perbedaan pandangan politik, kesenjangan pembangunan, maupun isu-isu sosial lainnya. Namun, justru di tengah tantangan itulah semangat persatuan diuji. Indonesia sebagai bangsa besar memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa masyarakat Papua hidup aman, damai, dan sejahtera, tanpa merasa terpinggirkan dari denyut pembangunan nasional.

Ketua Pemuda Mandala Trikora Provinsi Papua, Ali Kabiay mengatakan dalam memperingati HUT ke-80 RI, pihaknya mengajak seluruh lapisan masyarakat khususnya masyarakat Papua untuk mendukung program pemerintah dalam membangun Papua. Selain itu, pihaknya juga mendukung pemerintah dalam menciptakan Papua yang aman, damai dan sejahtera.

Membangun Papua yang aman tidak semata-mata berarti menghadirkan aparat keamanan, tetapi juga memastikan keadilan, rasa memiliki, dan keterlibatan aktif masyarakat dalam menentukan arah pembangunan daerah mereka sendiri. Keamanan sejati lahir ketika masyarakat merasa dihargai, didengar, dan diberdayakan. Pemerintah, masyarakat lokal, tokoh adat, tokoh agama, hingga generasi muda Papua harus saling bergandengan tangan membangun kepercayaan yang kokoh.

Seiring usia kemerdekaan yang ke-80 Tahun, pemerintah telah menunjukkan komitmen serius untuk mempercepat pembangunan Papua. Berbagai program strategis, mulai dari pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, bandara, hingga akses telekomunikasi, telah membuka isolasi dan menghadirkan konektivitas yang lebih baik. Infrastruktur bukan hanya soal fisik, melainkan juga simbol kehadiran negara yang merangkul semua warganya. Dengan infrastruktur yang memadai, distribusi logistik lebih lancar, akses pendidikan lebih mudah, dan pelayanan kesehatan dapat menjangkau wilayah-wilayah terpencil.

Namun, pembangunan Papua tidak boleh berhenti pada dimensi infrastruktur. Lebih penting lagi adalah pembangunan manusia. Pendidikan berkualitas bagi anak-anak Papua merupakan investasi terbesar bagi masa depan. Dengan pendidikan, lahirlah generasi baru yang mampu bersaing secara global, tetapi tetap bangga dengan identitas lokalnya. Demikian pula dengan kesehatan, akses layanan medis yang merata akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan memperkuat fondasi sosial Papua.

Selain itu, pemberdayaan ekonomi lokal menjadi kunci penting. Papua memiliki kekayaan alam luar biasa, mulai dari hasil tambang, perikanan, hingga potensi pariwisata. Namun, kekayaan itu harus benar-benar memberi manfaat langsung bagi masyarakat setempat. Melalui program ekonomi inklusif, pelatihan keterampilan, serta dukungan bagi UMKM, masyarakat Papua bisa menjadi pelaku utama pembangunan, bukan sekadar penonton. Semangat kemandirian inilah yang akan melahirkan Papua sejahtera.

Dalam momentum HUT ke-80 RI, semangat persatuan juga menuntut kita untuk memperkuat dialog dan mengedepankan pendekatan budaya. Papua kaya akan tradisi, seni, dan nilai-nilai kearifan lokal. Menghargai budaya berarti memberikan ruang bagi masyarakat Papua untuk mengekspresikan identitasnya tanpa merasa berbeda dari saudara sebangsa di wilayah lain. Persatuan tidak harus menyeragamkan, melainkan merayakan perbedaan sebagai kekuatan bangsa.

Sementara itu, Ketua DPC Barisan Merah Putih Kabupaten Manokwari Selatan, Johni Saiba mengatakan HUT ke-80 RI menjadi momentum untuk Indonesia semakin maju, sejahtera untuk menuju Indonesia Emas 2045. Selain itu, di momen kemerdekaan ini pihaknya berharap dapat menjadi titik balik bagi seluruh elemen masyarakat untuk bersatu membangun Papua yang aman, damai, dan bermartabat.

Kedamaian Papua juga tidak lepas dari peran generasi muda. Anak-anak muda Papua hari ini adalah agen perubahan yang dapat membawa semangat baru dalam menjaga keamanan, membangun solidaritas, dan menciptakan inovasi untuk kemajuan daerah. Dengan akses pendidikan, teknologi, dan jejaring global, mereka mampu menjadi jembatan antara Papua dan dunia, memperlihatkan wajah Papua yang modern sekaligus berakar pada budaya luhur.

HUT ke-80 RI adalah momentum emas untuk mempertegas tekad bahwa Papua aman dan sejahtera bukan sekadar slogan, tetapi cita-cita nyata yang harus diwujudkan bersama. Pemerintah pusat tidak bisa berjalan sendiri, begitu pula masyarakat Papua tidak bisa hanya berharap pada negara. Diperlukan kolaborasi, kesediaan untuk mendengarkan, serta tekad kuat untuk saling menopang.

Indonesia adalah rumah bersama, dan Papua adalah salah satu ruangan terindah di dalam rumah itu. Semangat persatuan yang terjalin akan memastikan bahwa setiap penghuni rumah merasa nyaman, terlindungi, dan sejahtera. Delapan puluh tahun kemerdekaan menjadi tonggak pengingat bahwa bangsa ini lahir dari tekad untuk bersatu. Mari jadikan momentum ini sebagai landasan moral dan energi baru, agar Papua benar-benar menjadi bagian dari cerita besar Indonesia yang adil, makmur, dan membanggakan di mata dunia.

)* Penulis adalah Mahasiswa Papua di Yogyakarta

Tokoh Pemuda Papua: HUT RI ke 80 Momentum Bersatu Bangun Papua

Papua – Ucapan selamat dan refleksi pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia datang dari dua tokoh muda Papua, yakni Sekretaris Jenderal DPP Barisan Merah Putih Republik Indonesia Ali Kabiay dan Ketua DPC Barisan Merah Putih Kabupaten Manokwari Selatan Johni Saiba. Keduanya mengajak masyarakat untuk memperkuat persatuan dan mendukung pembangunan bangsa.

Dalam pernyataannya, Johni Saiba menekankan bahwa tema peringatan tahun ini, Bersatu Berdaulat Rakyat Sejahtera untuk Indonesia Maju, harus diwujudkan bersama untuk mencapai visi besar Indonesia Emas 2045.

“Saya Johni Saiba, Ketua DPC Barisan Merah Putih Kabupaten Manokwari Selatan, mengucapkan Dirgahayu RI yang ke-80 Tahun. Di dirgahayu ke-80 tahun ini dengan mengambil tema Bersatu Berdaulat Rakyat Sejahtera untuk Indonesia Maju. Biarlah momen RI yang ke-80 Tahun ini Indonesia semakin maju, rakyat sejahtera untuk menuju Indonesia Emas 2045, merdeka,” kata Johni.

Sementara itu, Ali Kabiay menegaskan bahwa peran generasi muda sangat penting dalam perjalanan bangsa. Ia mengingatkan agar momentum kemerdekaan tidak hanya menjadi seremonial, tetapi juga pengingat akan tanggung jawab bersama membangun negeri.

“Ini merupakan momentum yang sangat luar biasa bagi kita semua sebagai warga negara, untuk bagaimana kita selalu bersama-sama dengan pemerintah memberikan kontribusi mencari solusi bagi perkembangan bangsa ke depannya,” kata Ali.

Sebagai pemuda asli Papua, Ali berharap Tanah Papua bisa menjadi daerah yang damai dan berkat bagi seluruh bangsa Indonesia. “Mari doakan dan dukung Tanah Papua menjadi daerah yang lebih damai, lebih maju, lebih indah, dan selalu menjadi surga kecil yang jatuh ke bumi,” ujar Ali.

Dengan pernyataan dua tokoh Papua tersebut, HUT RI ke-80 dipandang sebagai kesempatan memperkuat persatuan, menjaga semangat kebangsaan, serta mempercepat terwujudnya Indonesia yang maju, berdaulat, dan sejahtera bagi seluruh rakyat.