Penguatan Pariwisata Dorong Pertumbuhan UMKM

*) Oleh : Andi Mahesa

 

Di tengah upaya menumbuhkan ekonomi nasional, sektor pariwisata menjadi salah satu motor penggerak utama dalam pertumbuhan ekonomi tersebut. Pariwisata tidak hanya berperan sebagai penghasil devisa negara, tetapi juga memberikan dampak besar terhadap sektor-sektor lain, khususnya UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Pemerintah telah menyadari bahwa pentingnya sektor pariwisata untuk mendorong pertumbuhan UMKM, dan berbagai kebijakan serta inisiatif telah diterapkan untuk mendukung ekosistem ini.

Salah satu langkah penting yang diambil oleh pemerintah adalah memperkuat sinergi antara sektor pariwisata dan UMKM. Kolaborasi ini terbukti sangat efektif dalam meningkatkan daya saing UMKM di pasar lokal maupun global. Menurut Ni Luh Enik, Wakil Menteri Pariwisata mengatakan bahwa pemerintah harus menjembatani antara sektor pariwisata dan UMKM, untuk memastikan keduanya dapat saling mendukung dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. UMKM yang bergerak di bidang kuliner, kerajinan, atau penginapan dapat memanfaatkan arus wisatawan untuk memperkenalkan produk-produk lokal mereka.

Sebagai contoh, banyak UMKM di daerah wisata populer seperti Bali, Yogyakarta, dan Lombok yang mendapatkan manfaat langsung dari kunjungan wisatawan. Produk lokal seperti makanan khas, kerajinan tangan, hingga layanan akomodasi semakin dikenal di luar negeri berkat promosi yang dilakukan oleh sektor pariwisata. Program-program pemerintah seperti Bakti Desa dan Program Desa Wisata telah memberikan insentif bagi UMKM lokal untuk mengembangkan produk dan layanan mereka, serta memfasilitasi pelatihan bagi pelaku UMKM agar mereka siap bersaing di pasar pariwisata.

Kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri pariwisata, dan UMKM juga terlihat dalam pengembangan destinasi wisata baru. Banyak daerah yang sebelumnya kurang dikenal kini menjadi tujuan wisata yang potensial, seperti di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Pembangunan infrastruktur yang mendukung destinasi-destinasi baru ini langsung membuka peluang bagi UMKM lokal untuk mengembangkan bisnis mereka.

Pemanfaatan teknologi digital juga menjadi faktor kunci dalam pengembangan UMKM di sektor pariwisata. Pemerintah pun melihat potensi besar dalam digitalisasi untuk mendukung UMKM dalam memasarkan produk mereka dan menjangkau konsumen yang lebih luas. Salah satu langkah konkret yang dilakukan pemerintah adalah melalui program 100 Smart Cities dan Digital Tourismyang memfasilitasi pelaku UMKM untuk menggunakan platform digital dalam memasarkan produk dan layanan mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak pelaku UMKM yang memanfaatkan media sosial, marketplace, dan aplikasi digital untuk mempromosikan usaha mereka. Hal ini memungkinkan mereka untuk memperluas jangkauan pasar tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga ke pasar internasional.

Menurut Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, teknologi digital adalah alat penting untuk mempercepat pemulihan ekonomi, termasuk untuk sektor UMKM di industri pariwisata. Dengan dukungan digital, para pelaku UMKM dapat lebih mudah mengakses pasar global, memperkenalkan produk lokal, dan meningkatkan daya saing. Program pelatihan digital yang digelar oleh Kementerian Pariwisata menjadi salah satu cara pemerintah membantu UMKM beradaptasi dengan kebutuhan pasar yang semakin digital.

Kemudian, Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism) menjadi strategi penting dalam mengintegrasikan UMKM ke dalam ekosistem pariwisata. Program ini bertujuan untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi dari sektor pariwisata dapat dirasakan langsung oleh masyarakat lokal, termasuk pelaku UMKM. Konsep ini juga mendukung pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan, di mana masyarakat lokal ikut berperan dalam merancang, mengelola, dan mengembangkan destinasi wisata.

Dalam praktiknya, pengembangan pariwisata berbasis masyarakat mengutamakan potensi dan budaya lokal sebagai daya tarik wisata. Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata mendorong pembentukan desa wisata yang melibatkan UMKM dalam penyediaan produk lokal seperti kuliner, kerajinan, dan pengalaman budaya. Salah satu contoh sukses adalah Desa Wisata Penglipuran di Bali, yang berhasil mengintegrasikan komunitas lokal dalam pengembangan pariwisata sambil mendorong UMKM lokal untuk tumbuh.

Kehadiran wisatawan yang datang ke desa wisata ini memberi dampak positif terhadap UMKM, karena produk lokal semakin dikenal dan diminati. Selain itu, pengembangan pariwisata berbasis masyarakat juga membuka peluang bagi pelaku UMKM untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produk mereka, yang pada akhirnya meningkatkan daya saing dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Hal ini tentunya didukung oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim yang menyoroti pentingnya penguatan sektor pariwisata dan industri kreatif sebagai strategi pertumbuhan ekonomi nasional. Nuni menggarisbawahi bagaimana produk budaya tradisional seperti songket dapat menjadi daya tarik pariwisata, namun harus terus berinovasi untuk mengikuti tren pasar.

Nuni pun menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan institusi pendidikan dalam mendukung pengembangan pariwisata nasional. Dengan kebijakan yang tepat sasaran, diharapkan pengembangan ekonomi berbasis pariwisata dan industri kreatif dapat memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat lokal.

Pembangunan sektor pariwisata Indonesia memang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan UMKM. Dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, pelaku industri pariwisata, dan masyarakat lokal, sektor pariwisata dapat menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Melalui pemanfaatan teknologi digital, pengembangan desa wisata, dan dukungan pemerintah terhadap UMKM, diharapkan sektor pariwisata dapat terus berkontribusi dalam mendorong perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik.

Sebagai masyarakat, kita harus mendukung setiap langkah yang diambil oleh pemerintah dalam memperkuat sektor pariwisata, karena ini adalah kunci untuk menciptakan lapangan kerja, memperkuat UMKM, dan meningkatkan kesejahteraan bersama. Dengan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan, kita tidak hanya membangun ekonomi, tetapi juga membangun masa depan yang lebih sejahtera bagi seluruh masyarakat Indonesia.

 

*) Penulis merupakan Mahasiswa yang tinggal di Jakarta.

Pemerintah Pastikan Kenaikan PPN 1% Tidak Berdampak pada Kebutuhan Pokok Masyarakat

Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah tetap terjaga meski tarif pajak pertambahan nilai (PPN) naik 1% menjadi 12% pada 1 Januari 2025.

 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, mengatakan bahwa ekonomi nasional tetap kokoh meski tarif PPN mencapai 12%. Bahkan, Febrio memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2024 akan tetap tumbuh di atas 5,0%. Sedangkan pada 2025 mendatang, pihaknya optimis pertumbuhan ekonomi RI tetap dijaga sesuai dengan target APBN yakni sebesar 5,2%.

 

“Pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5,0%. Dampak kenaikan PPN ke 12% terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan,” kata Febrio.

 

Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sesuai kesepakatan Pemerintah dengan DPR, kenaikan tarif dilakukan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan kemudian dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Kenaikan PPN secara bertahap ini dimaksudkan agar tidak memberi dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.

 

Berdasarkan hitungan Pemerintah, inflasi saat ini rendah di angka 1,6%. Dampak kenaikan PPN 11% menjadi 12% adalah 0,2%. Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di kisaran 1,5%-3,5%. “Dengan demikian, kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan,” kata Kemenkeu dalam keterangan tertulis.

 

Adapun barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, tetap diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0%. Jenis barang dan jasa tersebut meliputi barang kebutuhan pokok seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

 

Selain itu, jasa-jasa penting termasuk jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja, serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum. Barang lainnya seperti buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik, dan air minum juga mendapatkan insentif.

 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025. Sebagai langkah antisipasi, pemerintah telah menyiapkan sejumlah stimulus untuk mendukung masyarakat dan sektor tertentu. Salah satu stimulus tersebut adalah pembebasan PPN untuk beberapa sektor, seperti transportasi dan bahan pokok penting.

 

Airlangga juga menegaskan bahwa tarif PPN untuk bahan pokok tertentu, seperti beras premium, tetap 0%. Sementara itu, bahan pokok lainnya, seperti tepung terigu dan minyak, masih akan dikenakan tarif PPN sebesar 11%. Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi sekaligus melindungi daya beli masyarakat.

 

Secara keseluruhan kebijakan ini menunjukkan komitmen Pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

 

 

Kebijakan PPN Perkuat Ekonomi Nasional Jangka Panjang

Oleh : Dhita Karuniawati )*

Pemerintah menetapkan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1% untuk memperkuat ekonomi nasional dalam jangka panjang. Rencana kenaikan tarif PPN ini merupakan tindak lanjut dari pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada 7 Oktober 2021. Kebijakan tersebut mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Mereka meyakini bahwa kenaikan PPN 1% sudah dipertimbangkan secara matang untuk kepentingan bangsa dan tidak akan merugikan masyarakat khususnya bagi kalangan menengah ke bawah.

UU HPP menetapkan kenaikan tarif PPN secara bertahap, dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku pada 1 April 2022, dan selanjutnya menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung program-program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, pemerintah juga memberikan stimulus dalam bentuk berbagai bantuan perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah (bantuan pangan, diskon listrik 50%, dll), serta insentif perpajakan seperti, perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% untuk UMKM; Insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya; serta berbagai insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp265,6 T untuk tahun 2025.

Pajak merupakan instrumen penting bagi pembangunan. Dalam pemungutannya selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong. Prinsip ini juga mendasari penerapan kebijakan kenaikan PPN 1% menjadi 12% yang bersifat selektif untuk rakyat dan perekonomian. Selain adil, stimulus ini juga mengedepankan keberpihakan terhadap masyarakat. Keberpihakan itu dapat dilihat dari penetapan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum tetap dibebaskan dari PPN (PPN 0%). Namun barang yang seharusnya membayar PPN 12% antara lain tepung terigu, gula untuk industri, dan Minyak Kita (dulu minyak curah) beban kenaikan PPN sebesar 1% akan dibayar oleh Pemerintah (DTP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kebijakan tarif pertambahan nilai (PPN) naik 1% menjadi 12% berlaku untuk barang mewah yang sebelumnya bebas PPN.

Penyesuaian tarif PPN tersebut dikenakan bagi barang dan jasa yang berkategori mewah dan dikonsumsi masyarakat mampu, termasuk layanan atau fasilitas kesehatan (faskes) dan sekolah internasional yang biasa digunakan masyarakat kelas atas. Sedangkan pemerintah tidak memberikan PPN untuk rumah sakit atau sekolah swasta yang banyak diakses masyarakat menengah ke bawah.

Senada, Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengatakan kebijakan kenaikan PPN 1% difokuskan untuk barang mewah dan disertai program afirmatif yang mendukung masyarakat berpenghasilan rendah.

Herman mengeklaim penaikan PPN pada barang mewah bertujuan meningkatkan pendapatan negara, yang selanjutnya akan dialokasikan untuk program-program pro-rakyat.

Pemerintah telah menyiapkan langkah afirmatif untuk memastikan bahwa dampak kebijakan ini tidak meluas ke masyarakat umum. Pada saat menerapkan kenaikan PPN 1% untuk barang mewah atau dikenakan untuk kalangan masyarakat yang berkemampuan, maka pada saat yang sama juga ada program-program prorakyat guna meningkatkan kemampuan ekonomi di masyarakat. Oleh karena itu, untuk sektor yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat seperti Sembako, pajaknya di 0 persen. Kemudian juga ada insentif-insentif yang akan diberikan kepada masyarakat yang memang berpenghasilan rendah.

Gerakan Muda Nurani Rakyat (Gemura) juga menegaskan dukungannya terhadap kebijakan kenaikan PPN 1%. Gemura menilai kebijakan tersebut sebagai bagian dari upaya krusial untuk memperkuat ekonomi Indonesia.

Wakil Ketua Umum DPP Gemura, M. Ria Satria mengatakan bahwa Gemura mendukung penuh pernyataan Partai Gerindra yang menekankan bahwa kenaikan PPN 1% hanya akan diterapkan pada barang-barang mewah, dengan tujuan untuk tidak memberatkan kalangan bawah.

Gemura percaya bahwa kebijakan kenaikan PPN 1% memiliki tujuan jangka panjang untuk memperkuat sistem perpajakan Indonesia dan meningkatkan pendapatan negara. Pendapatan tambahan tersebut sangat dibutuhkan untuk mendanai proyek pembangunan yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Kebijakan ini adalah langkah strategis yang perlu diambil untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan.

Gemura menegaskan bahwa meskipun kritik terhadap kebijakan ini masih berkembang, mereka percaya kebijakan ini akan memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Sementara, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR dari Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyanto juga mengklarifikasi bahwa kebijakan kenaikan PPN 1% bukan kebijakan dari pemerintah Prabowo Subianto. Melainkan hasil dari keputusan legislasi yang dilakukan oleh DPR pada periode 2019-2024 yang dipimpin oleh PDI Perjuangan. Kenaikan PPN 1% merupakan keputusan legislatif yang diambil dalam kerangka Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Partai Gerindra hanya memberikan dukungan.

Pemerintah akan terus mendengar berbagai masukan dalam memperbaiki sistem dan kebijakan perpajakan yang berkeadilan. Dengan berbagai upaya ini, momentum pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat terus dijaga, sekaligus melindungi masyarakat, serta menjaga kesehatan dan keberlanjutan APBN.

Mari kita sudahi perdebatan yang cenderung mencari kesalahan pihak yang memprakarsai kenaikan tarif PPN. Sebab, hal tersebut justru memperuncing dan memperkeruh opini di masyarakat. Dengan kebijakan yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah, DPR, dan pemangku kepentingan, kenaikan PPN 1% dapat mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia