Pembaharuan Infrastruktur Dukung Program Swasembada Pangan Pemerintah
Oleh : Gavin Asadit )*
Pemerintah Indonesia terus memperkuat komitmennya dalam mewujudkan program swasembada pangan nasional. Salah satu upaya strategis yang digencarkan adalah pembaharuan infrastruktur pertanian, khususnya sistem irigasi dan sumber daya air. Langkah ini sejalan dengan visi besar Indonesia menuju kedaulatan pangan dan ketahanan nasional yang tertuang dalam agenda pembangunan jangka panjang menuju Indonesia Emas 2045.
Kondisi geografis Indonesia yang beragam, serta tantangan iklim global yang semakin ekstrem, menuntut ketersediaan infrastruktur pertanian yang tangguh dan adaptif. Untuk itu, pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2025 mendorong percepatan pembangunan, rehabilitasi, serta pengelolaan jaringan irigasi dan infrastruktur air lainnya di 14 provinsi prioritas. Wilayah-wilayah tersebut dipilih berdasarkan urgensi ketahanan pangan dan potensi produksi strategis, termasuk provinsi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua.
Langkah ini bukan sekadar janji politik. Dalam APBN 2025, pemerintah telah mengalokasikan anggaran lebih dari Rp14 triliun untuk pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur air. Dana ini mencakup pembangunan embung, perbaikan saluran irigasi, penyediaan pompa air, hingga pembuatan sumur dangkal. Program ini bertujuan meningkatkan luas lahan tanam produktif, mempercepat indeks pertanaman (IP), serta menjamin ketersediaan air bagi petani sepanjang musim tanam.
Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, menjadi ujung tombak pelaksanaan proyek ini. Dirjen SDA, Lilik Retno Cahyadiningsih, menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan efisiensi pemanfaatan air hingga 0,43 USD per meter kubik dan peningkatan cakupan sawah beririgasi menjadi 62,37 persen pada tahun 2029. Selain itu, pelayanan irigasi yang bersumber dari waduk ditargetkan meningkat menjadi 16,57 persen dari total lahan sawah nasional.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo menekankan pentingnya infrastruktur sumber daya air dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Menteri Dody mengingatkan pentingnya pembangunan infrastruktur sumber daya air yang kokoh, baik secara fisik maupun visi, untuk menghadapi urbanisasi dan perubahan iklim
Tak hanya pembangunan fisik, Kementerian Pertanian juga memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah melalui sistem Komando Strategis Pembangunan Pertanian (Kostratani). Sistem ini memadukan data, teknologi, dan kelembagaan petani agar pemanfaatan infrastruktur baru menjadi optimal.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hasil positif dari program ini. Hingga pertengahan tahun 2025, produksi beras nasional mencapai 21,76 juta ton naik sekitar 14,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Cadangan beras nasional pun mencatat rekor tertinggi dalam 57 tahun terakhir, yakni sebesar 4 juta ton. Bahkan, laporan United States Department of Agriculture (USDA) memperkirakan produksi beras Indonesia akan mencapai 34,6 juta ton pada akhir tahun ini, melampaui target pemerintah.
Namun, tantangan ke depan tetap besar. Kemarau panjang akibat El NiƱo dan degradasi lingkungan menjadi ancaman serius terhadap kelangsungan produksi pangan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah mengeluarkan instruksi kepada seluruh kepala daerah agar mempercepat penanganan irigasi rusak, memperbanyak sumur bor dan pompa air, serta menyiapkan cadangan pangan daerah. Pemerintah daerah juga diminta memperkuat koordinasi dengan Perum Bulog untuk penyerapan hasil panen petani dan menjaga stabilitas harga.
Pemerintah tidak menutup mata terhadap keterbatasan anggaran dan tenaga teknis dalam proyek ini. Oleh karena itu, skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) mulai diperluas untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur pertanian, terutama pembangunan bendungan, sistem irigasi modern, serta gudang penyimpanan berbasis teknologi. Investasi swasta diharapkan dapat mempercepat pembangunan infrastruktur, sekaligus membuka lapangan kerja baru di sektor pedesaan.
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, keberhasilan infrastruktur pertanian tidak hanya dinilai dari jumlah bendungan atau saluran irigasi yang dibangun, tetapi juga dari kemampuan sistem tersebut bertahan dan berfungsi dalam jangka panjang. Oleh karena itu, pemerintah memperkuat sistem evaluasi dan pemeliharaan infrastruktur melalui pendekatan berbasis data. Kementerian PUPR, misalnya, kini menggunakan teknologi satelit dan pemetaan geospasial untuk memantau efektivitas proyek irigasi secara real time.
Modernisasi pertanian turut menjadi bagian dari strategi infrastruktur. Pemerintah telah membentuk Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BrMP) yang bertugas menstandarkan penggunaan alat mesin pertanian (alsintan), sistem pertanian presisi, serta pemanfaatan sensor cuaca dan tanah. Kolaborasi BrMP dengan universitas dan lembaga riset diharapkan mampu mempercepat transformasi pertanian konvensional menjadi pertanian digital yang efisien dan produktif.
Program swasembada pangan bukanlah proyek jangka pendek, tetapi visi jangka panjang untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Pembaharuan infrastruktur menjadi fondasi utama dari visi ini, yang bukan hanya memperkuat sektor pertanian, tetapi juga menjamin kesejahteraan petani, ketahanan ekonomi, dan stabilitas sosial bangsa.
Dengan fondasi infrastruktur yang semakin kokoh dan kebijakan yang terintegrasi, Indonesia tampak berada di jalur yang tepat menuju swasembada pangan. Tantangan masih banyak, mulai dari cuaca ekstrem, alih fungsi lahan, hingga konflik tata kelola air. Namun dengan sinergi yang kuat antara pusat dan daerah, serta keterlibatan masyarakat dan sektor swasta, harapan untuk mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia di tahun-tahun mendatang menjadi semakin nyata.
)* Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan