Pemerintah Targetkan 3 Juta Rumah Tersedia Hingga 2029

Jakarta – Pemerintah menargetkan pembangunan tiga juta unit rumah subsidi hingga tahun 2029 sebagai bagian dari komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memperluas akses terhadap hunian layak bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menegaskan bahwa program ini menjadi salah satu prioritas utama dalam mendorong pemerataan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi nasional.

“Program tiga juta rumah ini bukan sekadar janji, tapi bentuk nyata kehadiran negara. Kami siap mendukung penuh kebijakan Presiden Prabowo agar target pertumbuhan ekonomi 8 persen bisa tercapai melalui sektor perumahan,” ujarnya.

Dalam mendukung percepatan program tersebut, Kementerian PKP bersama BP Tapera menargetkan peningkatan kuota rumah subsidi dari 220.000 unit menjadi 350.000 unit hingga akhir tahun 2025.

Langkah ini didukung dengan berbagai kemudahan seperti pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

“Kami optimis target 350 ribu rumah subsidi bisa tercapai, asalkan seluruh ekosistem bergerak—dari pengembang, ketersediaan lahan, sampai kepastian pembiayaan,” ungkap Maruarar.

Menteri PKP juga meninjau langsung Perumahan Gran Harmoni Cibitung, Bekasi, bersama Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid, Ketua PWI, dan ATVSI.

Dalam kegiatan tersebut, diserahkan kunci rumah subsidi kepada lima pekerja industri media dan 78 wartawan lainnya.

Kegiatan serupa dilakukan secara serentak di Medan, Palembang, Makassar, Manado, dan Yogyakarta, masing-masing untuk sepuluh wartawan.

“Rumah subsidi untuk wartawan ini bukan sogokan. Ini wujud nyata pemerintah hadir untuk semua kelompok masyarakat. Wartawan harus tetap kritis dan jadi mata serta telinga kita semua,” tegas Maruarar.

Ia juga menyatakan kesiapannya menambah kuota menjadi 2.000 unit jika peminat terus meningkat, bahkan menargetkan hingga 3.000 unit rumah untuk wartawan.

“Saya sanggup menyediakan 3.000 rumah subsidi untuk rekan-rekan media,” katanya.

Sementara itu, Menteri Komdigi Meutya Hafid juga menyatakan dukungannya terhadap inisiatif ini.

“Sekitar 70 persen dari total 100.000 wartawan di Indonesia belum memiliki rumah. Program ini sangat dibutuhkan,” ujar Meutya.

Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, turut menekankan pentingnya peran bank penyalur, terutama BUMN, dalam menjaga konsistensi penyaluran dana FLPP.

Ia berharap regulasi baru akan memperkuat semangat seluruh pemangku kepentingan.

“Sekarang saatnya rakyat punya rumah bersubsidi. Kita harus kerja bersama, tidak boleh cengeng. Mari buat terobosan,” tutup Maruarar.**

[edRW]

 

Pemerintah Dorong Regulasi Baru Demi Perkuat Hak Pekerja Migran

Jakarta – Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 18 Tahun 2017 dinilai sebagai langkah strategis memperkuat pelindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Dalam rapat pleno Badan Legislasi DPR RI, Anggota Fraksi Partai Demokrat, Wahyu Sanjaya, menegaskan pentingnya revisi ini untuk memastikan kesejahteraan dan hak-hak para pekerja migran yang kerap menghadapi tantangan serius.

“Sebagai pahlawan devisa, mereka memberikan kontribusi besar bagi ekonomi nasional, tetapi masih menghadapi persoalan dalam pelindungan dan jaminan sosial,” ujarnya.

Wahyu juga menyoroti banyaknya pekerja nonprosedural akibat proses birokrasi yang rumit dan biaya tinggi.

“Kita butuh sistem yang efisien dan transparan agar migrasi tenaga kerja tidak menjebak pekerja dalam situasi merugikan,” tambahnya.

Ia menyebut, dengan revisi ini, proses migrasi akan lebih sederhana, terbuka, dan aman.

Regulasi baru ini juga dinilai mampu memperluas akses kerja ke luar negeri dan memastikan pekerja migran kembali dalam kondisi lebih sejahtera.

Langkah penguatan juga dilakukan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) melalui penandatanganan nota kesepakatan bersama sejumlah kementerian dan lembaga.

Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, menjelaskan bahwa peningkatan pelatihan dan pendidikan keterampilan merupakan fokus utama pelindungan PMI.

“Saya berharap nota kesepakatan ini segera berkembang menjadi MoU yang ditindaklanjuti di lapangan. Jangan berlama-lama kalau urusannya kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.

Ia menyebut, pelindungan bagi PMI harus konkret, termasuk dengan memastikan mereka memahami jalur resmi dan menguasai bahasa negara tujuan.

Dari 10 juta PMI, hanya 5,2 juta yang berangkat secara prosedural.

“Ada yang bilang tiap 1 orang resmi, ada 3 yang tidak resmi,” ungkap Karding. Minimnya penguasaan bahasa asing, menurutnya, menjadi salah satu faktor kerentanan pekerja.

Sementara itu, Deputi Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, mengungkapkan bahwa pemerintah sedang menyiapkan MoU penempatan PMI sektor domestik di Arab Saudi, yang akan menjamin kontrak kerja yang jelas, gaji transparan, dan perlindungan hukum, khususnya bagi perempuan pekerja sektor informal.

“Kedepannya, yang ditempatkan adalah pekerja berkeahlian menengah ke atas, agar risiko dapat ditekan,” kata Woro.

Menteri Karding menambahkan bahwa reformasi ketenagakerjaan di Arab Saudi, seperti penghapusan sistem Kafala dan penggunaan sistem digital Musaned, menjadi peluang penting.

Pemerintah menargetkan penempatan 450.000 PMI per tahun dengan proyeksi remitansi yang signifikan bagi perekonomian nasional.**

[edRW]

Pemerintah Perkuat Sistem Perlindungan untuk Pekerja Migran

Jakarta – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan pentingnya perlindungan bagi pekerja migran dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-2 ASEAN-Gulf Cooperation Council (GCC) di Kuala Lumpur, Malaysia.

Dalam pidatonya, Presiden menyampaikan bahwa saat ini merupakan momen yang tepat untuk memperkuat kerja sama antar kawasan, termasuk dalam menjamin kesejahteraan pekerja migran.

“Memastikan upah yang adil, kondisi kerja yang aman dan sehat, serta meningkatkan jumlah pekerja terampil adalah kunci menuju kerja layak bagi para migran,” ujar Presiden di hadapan para pemimpin ASEAN dan negara-negara Teluk.

Sejalan dengan arahan Presiden, Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Dzulfikar Ahmad, menjelaskan bahwa Kementerian P2MI tengah menjalankan transformasi kelembagaan dengan dua fokus utama.

Pertama, meningkatkan kualitas perlindungan PMI dari awal hingga akhir masa kerja, dan kedua, memaksimalkan penempatan pekerja terampil untuk mendorong kesejahteraan dan devisa negara.

“Transformasi ini harus berjalan seiring dengan kolaborasi lintas sektor. Kehadiran Caritas Indonesia yang memperkenalkan program perlindungan bagi pekerja migran dan korban perdagangan orang patut diapresiasi,” ujar Dzulfikar.

Ia menambahkan bahwa program ini selaras dengan visi KemenP2MI dan diharapkan terus berjalan secara konsisten agar masyarakat dapat memahami prosedur kerja luar negeri dan peluang kerja yang layak.

Sementara itu, Deputi Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menyampaikan bahwa pemerintah berkomitmen penuh untuk memperkuat sistem perlindungan pekerja migran, terutama dalam penempatan ke Arab Saudi.

Ia menyebut saat ini tengah dibahas Nota Kesepahaman (MoU) yang mencakup kontrak kerja yang jelas, sistem gaji yang transparan, dan akses terhadap perlindungan hukum.

“Mayoritas pekerja di sektor domestik adalah perempuan dengan keahlian rendah. Ke depan, kita harus mengutamakan penempatan pekerja dengan pelatihan dan sertifikasi agar potensi masalah bisa ditekan,” tegas Woro.

Pembahasan MoU tersebut merupakan bagian dari tindak lanjut arahan Presiden Prabowo Subianto yang meminta pencabutan moratorium penempatan pekerja migran sektor domestik ke Arab Saudi. Moratorium ini diberlakukan sejak 2011 menyusul kasus eksekusi mati tanpa notifikasi resmi kepada pemerintah Indonesia.

Langkah ini diperkuat dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2024 yang mengatur penguatan tata kelola penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia.

Pemerintah kini tengah mengakselerasi pencabutan moratorium melalui koordinasi lintas kementerian sebagai bentuk nyata keberpihakan pada perlindungan hak PMI di luar negeri.*

[edRW]

 

Perlindungan Pekerja Migran Jadi Prioritas Diplomasi Luar Negeri

Oleh: Rezqy Cahyadi )*

Perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia bukan sekadar kewajiban moral, melainkan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi diplomasi luar negeri Indonesia di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Komitmen ini tercermin kuat dalam sikap dan kebijakan yang dijalankan oleh Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI), yang terus memperkuat sistem pelindungan menyeluruh bagi warga negara Indonesia, khususnya mereka yang bekerja di luar negeri.

Menteri Luar Negeri, Sugiono, menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab penuh untuk hadir di setiap langkah kehidupan warganya, di mana pun mereka berada. Prinsip ini dijadikan sebagai fondasi utama dalam membangun arah diplomasi yang tidak hanya menitikberatkan pada hubungan politik dan ekonomi antarnegara, tetapi juga menjamin keamanan dan hak-hak dasar para pekerja migran. Bagi pemerintah, misi melindungi WNI di luar negeri, termasuk pekerja migran, merupakan amanat prioritas dari Asta Cita, yakni visi besar Presiden Prabowo dalam mewujudkan kedaulatan, kemakmuran, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pendekatan yang dijalankan pemerintah tidak hanya bersifat reaktif terhadap kasus-kasus yang muncul, melainkan telah bergeser menuju pola perlindungan yang antisipatif. Hal ini tampak dari inisiatif diplomatik yang mulai diarahkan untuk menangani potensi ancaman terhadap WNI, seperti kejahatan transnasional termasuk penipuan daring yang belakangan meningkat. Pemerintah menilai bahwa perlindungan tidak cukup dilakukan melalui intervensi setelah kejadian terjadi, tetapi harus dibangun sejak awal dengan sistem pencegahan dan mitigasi risiko yang efektif.

Dalam banyak kesempatan, pemerintah juga tidak lupa memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pekerja migran Indonesia yang telah berjasa besar menyokong ekonomi keluarga dan nasional. Meski menghadapi beragam tantangan di negeri orang, para pekerja migran tetap menunjukkan dedikasi yang luar biasa. Pemerintah menyadari betul peran krusial mereka dan menjadikannya sebagai dasar untuk memperkuat berbagai instrumen perlindungan. Pendekatan diplomatik kini mencakup pula penguatan peran diaspora yang berjumlah lebih dari 8 juta jiwa, yang dianggap sebagai aset strategis bangsa.

Sikap Presiden Prabowo terhadap isu ini sangat tegas. Dalam forum internasional seperti KTT ASEAN-GCC, Presiden secara terbuka mengangkat isu perlindungan pekerja migran ASEAN di negara-negara Teluk. Pemerintah Indonesia menyuarakan perlunya keadilan dalam upah, jaminan kondisi kerja yang aman dan layak, serta peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pelatihan dan sertifikasi. Ini mencerminkan keberanian diplomatik yang dilandasi keberpihakan kepada rakyat, khususnya yang berada dalam posisi rentan di negara lain.

Dalam kerangka kebijakan nasional, perlindungan terhadap pekerja migran tidak hanya ditangani oleh Kementerian Luar Negeri semata. KemenP2MI sebagai lembaga yang secara khusus menangani pekerja migran, menunjukkan keseriusan yang sama. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah menjalin kemitraan dengan Palang Merah Indonesia (PMI). Kolaborasi ini bukan semata simbolik, melainkan dirancang untuk menjawab berbagai kebutuhan riil di lapangan. PMI, dengan pengalaman panjang di bidang kemanusiaan dan jaringan internasional yang luas, menjadi mitra strategis dalam memperluas jangkauan perlindungan, terutama di negara-negara yang belum memiliki perwakilan diplomatik Indonesia.

Menteri P2MI Abdul Kadir Karding memandang kerja sama ini sebagai terobosan penting. Bagi pemerintah, tidak semua kondisi di luar negeri memungkinkan perlindungan negara dijalankan secara langsung. Terutama di wilayah-wilayah dengan keterbatasan infrastruktur diplomatik, peran lembaga kemanusiaan seperti PMI sangat diperlukan. Misalnya, di kawasan Afrika, banyak pekerja migran Indonesia yang belum tersentuh oleh sistem perlindungan formal. Dalam situasi seperti itu, PMI dapat bertindak cepat sebagai garda terdepan, memberikan bantuan darurat maupun layanan psikososial yang dibutuhkan.

Langkah kolaboratif ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap pekerja migran memang memerlukan pendekatan lintas sektor. Pemerintah tidak bekerja sendiri, melainkan merangkul mitra-mitra potensial demi tercapainya sistem perlindungan yang komprehensif. Dengan jaringan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah internasional yang dimiliki PMI, bantuan terhadap pekerja migran dapat segera diakses, kapan pun dan di mana pun mereka membutuhkan. Pemerintah memandang ini sebagai bagian dari reformasi perlindungan yang tidak hanya berbasis birokrasi, tetapi juga solidaritas kemanusiaan.

Melalui berbagai kebijakan dan aksi nyata tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlindungan terhadap pekerja migran bukan sekadar wacana dalam diplomasi, melainkan telah menjadi prioritas yang diwujudkan dalam program-program konkret. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap nasib para pekerja migran sebagai bagian dari warga negara yang layak mendapatkan hak dan perlindungan penuh dari negara.

Diplomasi Indonesia kini semakin berorientasi pada perlindungan warga negara, menjadikannya salah satu pilar utama dalam kebijakan luar negeri. Ini mencerminkan semangat baru dalam hubungan internasional, di mana kepentingan rakyat menjadi titik pangkal setiap langkah diplomatik. Dengan pendekatan yang menyeluruh dan kolaboratif, perlindungan pekerja migran diharapkan tidak hanya menjadi prioritas di atas kertas, tetapi benar-benar hadir dalam kehidupan nyata jutaan warga Indonesia yang berjuang di luar negeri demi masa depan yang lebih baik.

)* Pengamat Hubungan Internasional

Negara Perkuat Akses Layanan Darurat bagi Pekerja Migran

Oleh: Fauzan Naufal )*

Pemerintah terus memperkuat komitmennya dalam memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada pekerja migran Indonesia. Dalam menghadapi kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh para tenaga kerja di luar negeri, salah satu prioritas yang kini dikembangkan adalah peningkatan akses layanan darurat. Langkah ini menjadi bukti konkret bahwa negara tidak hanya hadir saat pekerja migran dikirim ke luar negeri, tetapi juga saat mereka berada dalam situasi krisis.

Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) telah menjalin kemitraan strategis dengan Palang Merah Indonesia (PMI), yang secara struktural dan fungsional memiliki kapasitas tanggap darurat tingkat global. Menteri Abdul Kadir Karding melihat kolaborasi ini sebagai bentuk lompatan penting dalam sistem perlindungan migran yang lebih antisipatif. Baginya, perlindungan terhadap pekerja migran tidak dapat dibebankan sepenuhnya kepada pemerintah. Diperlukan mitra dengan jaringan luas, pengalaman kemanusiaan, dan kesiapsiagaan, dan PMI dianggap memiliki semua itu.

Melalui nota kesepahaman yang ditandatangani bersama Ketua Umum PMI, Jusuf Kalla, disepakati kerja sama yang mencakup beragam aspek layanan darurat. Mulai dari bantuan saat terjadi bencana, penyediaan layanan kesehatan, dukungan psikososial, hingga evakuasi dalam situasi konflik atau kekerasan di negara tujuan. PMI akan memainkan peran penting dalam menjangkau pekerja migran yang berada di wilayah-wilayah tanpa kehadiran perwakilan diplomatik atau atase ketenagakerjaan.

Jusuf Kalla menyatakan bahwa organisasi yang dipimpinnya memiliki jalur komunikasi dan koordinasi dengan federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di seluruh dunia. Keunggulan jaringan ini menjadikan PMI sebagai mitra ideal untuk menjangkau para pekerja migran Indonesia, bahkan di lokasi-lokasi yang sulit dijangkau oleh institusi negara. Dalam situasi genting, mitra lokal PMI dapat digerakkan dengan cepat untuk memberikan bantuan yang diperlukan.

Langkah ini menjadi jawaban atas tantangan nyata yang dihadapi banyak pekerja migran, khususnya mereka yang bekerja di sektor informal atau nonprofesional dan tersebar di wilayah-wilayah seperti Afrika atau Timur Tengah. Di tempat-tempat tersebut, akses terhadap perwakilan pemerintah Indonesia sering kali terbatas, sementara kondisi kerja rentan terhadap eksploitasi atau kekerasan. Oleh karena itu, kehadiran PMI sebagai garda depan bantuan kemanusiaan akan menjadi penopang signifikan dari sistem perlindungan nasional.

Dalam kerangka besar perlindungan pekerja migran, pemerintah juga memperkuat sinergi antarinstansi. Kementerian Sosial (Kemensos) bersama KemenP2MI/BP2MI turut menandatangani nota kesepahaman untuk memperluas layanan sosial dan mempercepat penanganan bagi Pekerja Migran Indonesia Bermasalah (PMIB). Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono, menggarisbawahi bahwa kolaborasi lintas kementerian ini bertujuan memastikan kesejahteraan pekerja migran dan keluarganya melalui pendekatan yang lebih sistematis.

Agus Jabo menjelaskan bahwa pekerja migran yang mengalami masalah menjadi salah satu sasaran dalam program Pemerlu Atensi Sosial (PAS) Kemensos. Negara telah membangun layanan rehabilitasi sosial yang menjangkau dari pemulangan ke tanah air, pemberian kebutuhan dasar, hingga pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi. Sejak 2015, lebih dari 60.000 pekerja migran telah mendapatkan layanan ini melalui jaringan sentra, balai besar, dan rumah perlindungan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Pelayanan tidak berhenti pada pemulangan semata. Pemerintah juga fokus pada reintegrasi sosial dan ekonomi mantan pekerja migran. Dengan menyediakan pelatihan vokasional dan bantuan kewirausahaan, negara ingin memastikan bahwa mereka yang kembali dari luar negeri dapat menjalani kehidupan yang lebih mandiri dan sejahtera. Hal ini sejalan dengan visi untuk menjadikan mantan pekerja migran sebagai agen pembangunan di daerah asal mereka.

Melalui nota kesepahaman yang ditandatangani dengan BP2MI, Kemensos memperluas kerja sama di tiga bidang utama. Pertama, peningkatan kesejahteraan melalui program jaminan sosial dan pelatihan. Kedua, pencegahan dan penanganan masalah sosial seperti kekerasan, eksploitasi, serta perdagangan manusia. Ketiga, penguatan reintegrasi sosial PMIB agar mereka tidak kembali ke situasi kerentanan setelah pulang ke Indonesia. Agus Jabo menegaskan bahwa keberhasilan perlindungan migran hanya bisa tercapai jika seluruh elemen, baik pemerintah maupun masyarakat, bekerja sama mendukung upaya ini.

Upaya negara memperkuat akses layanan darurat ini juga menjadi refleksi atas paradigma baru dalam diplomasi kemanusiaan. Pemerintah kini tidak lagi semata-mata mengandalkan pendekatan birokratis, melainkan membuka ruang partisipasi bagi lembaga nonpemerintah yang memiliki kapasitas operasional tinggi di tingkat global. Sinergi antara KemenP2MI, PMI, dan Kemensos menciptakan ekosistem perlindungan yang lebih kokoh, fleksibel, dan tanggap terhadap kondisi lapangan.

Pentingnya kolaborasi ini tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa pekerja migran Indonesia merupakan kelompok yang berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional, sekaligus menjadi duta bangsa di luar negeri. Oleh karena itu, negara berkewajiban memastikan mereka tidak hanya dihargai karena sumbangan devisa, tetapi juga dilindungi secara maksimal, baik secara hukum, sosial, maupun kemanusiaan.

Dengan penguatan akses layanan darurat ini, pemerintah memberikan pesan kuat bahwa keselamatan dan kesejahteraan pekerja migran merupakan bagian tak terpisahkan dari prioritas nasional. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, arah kebijakan ini semakin terfokus pada perlindungan nyata dan langsung bagi warga negara Indonesia di luar negeri. Negara hadir tidak hanya sebagai regulator, tetapi sebagai pelindung aktif yang bekerja melalui kolaborasi strategis dan intervensi cepat.

)* Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

Akses Faskes Daerah Terpencil Terjangkau Berkat Apotek Desa

JAKARTA, Pemerintah terus berupaya untuk semakin memperluas akses layanan kesehatan hingga ke seluruh pelosok Nusantara melalui program strategis Apotek Desa, sebagai bagian dari visi besar Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan keadilan sosial.

Menurut Presiden Prabowo bahwa kehadiran apotek di tiap desa dinilai mampu menjawab adanya tantangan mengenai keterjangkauan fasilitas kesehatan, terutama bagi masyarakat di wilayah terpencil yang selama ini masih kesulitan menjangkau faskes.

“Jadi tiap desa akan punya apotek dengan obat yang terjangkau oleh rakyat desa,” tegas Presiden Prabowo.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan bahwa sistem pelayanan kesehatan yang ada selama ini memang masih belum berada pada taraf yang ideal. Adanya fakta bahwa 10 ribu puskesmas nyatanya memang masih belum cukup untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

“Yang akan jalan segera klinik dan apotek desa. Nggak cukup 10 ribu puskesmas di kecamatan untuk cover seluruh wilayah Indonesia, pengalaman dari COVID-19,” ujarnya.

Budi merencanakan penurunan layanan kesehatan hingga 85 ribu desa, dengan mengonsolidasikan 66 ribu pustu dan poskesdes yang telah ada.

Untuk menjawab tantangan keterbatasan SDM, pihaknya akan menurunkan tenaga perawat dan bidan, serta memberikan pelatihan tambahan guna menjamin kualitas layanan.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP-IAI) Noffendri Roestam menyampaikan dukungan penuh terhadap program Apotek Desa. Program ini tertuang dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Keberhasilan program ini sangat bergantung pada kesiapan tenaga apoteker dan pengelolaan yang tepat sasaran di lapangan.

“Menkes menegaskan tidak perlu dibuat regulasi baru, cukup mengoptimalkan sarana yang sudah ada. Ada 54.000 sarana kesehatan baik berupa puskesmas, pustu, maupun posyandu yang dapat diintegrasikan mendukung program apotek desa/kelurahan,’’ ujarnya di Jakarta.

Apotek Desa akan dikelola oleh tenaga teknis kefarmasian terlatih dan terintegrasi dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta Puskesmas setempat, sehingga pelayanan bisa menjadi jauh lebih terpadu dan mampu menyentuh secara langsung apa saja kebutuhan warga. Langkah ini tidak hanya menyediakan obat generik dan obat bebas terbatas saja, tetapi juga mampu semakin memperkuat edukasi kesehatan bagi seluruh masyarakat di desa. (*)JAKARTA, Pemerintah terus berupaya untuk semakin memperluas akses layanan kesehatan hingga ke seluruh pelosok Nusantara melalui program strategis Apotek Desa, sebagai bagian dari visi besar Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan keadilan sosial.

Menurut Presiden Prabowo bahwa kehadiran apotek di tiap desa dinilai mampu menjawab adanya tantangan mengenai keterjangkauan fasilitas kesehatan, terutama bagi masyarakat di wilayah terpencil yang selama ini masih kesulitan menjangkau faskes.

“Jadi tiap desa akan punya apotek dengan obat yang terjangkau oleh rakyat desa,” tegas Presiden Prabowo.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan bahwa sistem pelayanan kesehatan yang ada selama ini memang masih belum berada pada taraf yang ideal. Adanya fakta bahwa 10 ribu puskesmas nyatanya memang masih belum cukup untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

“Yang akan jalan segera klinik dan apotek desa. Nggak cukup 10 ribu puskesmas di kecamatan untuk cover seluruh wilayah Indonesia, pengalaman dari COVID-19,” ujarnya.

Budi merencanakan penurunan layanan kesehatan hingga 85 ribu desa, dengan mengonsolidasikan 66 ribu pustu dan poskesdes yang telah ada.

Untuk menjawab tantangan keterbatasan SDM, pihaknya akan menurunkan tenaga perawat dan bidan, serta memberikan pelatihan tambahan guna menjamin kualitas layanan.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP-IAI) Noffendri Roestam menyampaikan dukungan penuh terhadap program Apotek Desa. Program ini tertuang dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Keberhasilan program ini sangat bergantung pada kesiapan tenaga apoteker dan pengelolaan yang tepat sasaran di lapangan.

“Menkes menegaskan tidak perlu dibuat regulasi baru, cukup mengoptimalkan sarana yang sudah ada. Ada 54.000 sarana kesehatan baik berupa puskesmas, pustu, maupun posyandu yang dapat diintegrasikan mendukung program apotek desa/kelurahan,’’ ujarnya di Jakarta.

Apotek Desa akan dikelola oleh tenaga teknis kefarmasian terlatih dan terintegrasi dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta Puskesmas setempat, sehingga pelayanan bisa menjadi jauh lebih terpadu dan mampu menyentuh secara langsung apa saja kebutuhan warga. Langkah ini tidak hanya menyediakan obat generik dan obat bebas terbatas saja, tetapi juga mampu semakin memperkuat edukasi kesehatan bagi seluruh masyarakat di desa. (*)

Jadikan Harga Obat Terjangkau Rakyat, Presiden Prabowo Luncurkan Apotek Desa

JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto meluncurkan program strategis Apotek Desa sebagai langkah konkret menjadikan harga obat terjangkau rakyat, termasuk masyarakat pedesaan dan pelosok Tanah Air. Program ini diumumkan Presiden Prabowo usai panen raya serentak bersama jajaran kementerian dan lembaga pangan di Majalengka, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

“Jadi tiap desa akan punya apotek dengan obat yang terjangkau oleh rakyat desa,” ujar Prabowo.

Ditambahkannya bahwa dengan adanya Apotek Desa, maka bukan tidak mungkin harga obat bisa lebih terjangkau hingga 10 persen bahkan sepertiga dari harga pada umumnya di kota.

“Obat-obat itu, obat istilahnya generik, obat mungkin kotaknya tidak terlalu berwarna-warni, tapi obatnya sama, yang bisa terjangkau oleh rakyat dalam harga yang mungkin bisa sepertiga, bahkan bisa 10% dari harga yang ada di kota-kota,” tambah Presiden.

Prabowo menargetkan koperasi tersebut dilengkapi fasilitas seperti gudang, pendingin hasil panen, serta kendaraan distribusi untuk mendukung rantai pasok.

“Setiap koperasi akan kita beri kredit untuk punya truk. Kita harapkan tiap koperasi desa akan punya dua truk masing-masing,” jelasnya.

Presiden juga menegaskan bahwa koperasi di tingkat desa/kelurahan Merah Putih diharapkan menjual obat-obatan murah bagi masyarakat.

Senada, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono memperkuat gagasan tersebut dalam Rapat Koordinasi Nasional PAPDESI di Solo, bulan April lalu.

Ia menyatakan bahwa keterlibatannya sebagai pembina organisasi desa bertujuan mendukung penuh program Apotek Desa.

“Keinginan presiden jelas. Koperasi desa jangan hanya dibentuk, tapi harus benar-benar jalan, di antaranya harus ada gerai sembako, klinik desa, apotek desa, simpan pinjam, cold storage untuk ikan dan daging, serta penyedia pupuk,” ungkap Sudaryono.

Ia menyoroti inspirasi dari sistem layanan India.

“Di India, obat penurun darah tinggi harganya bisa 10% dari harga di Indonesia. Kita ingin warga desa punya akses kesehatan yang murah dan dekat,” imbuhnya.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa Apotek Desa adalah bagian penting dalam transformasi layanan kesehatan komunitas.

“Klinik dan apotek desa berperan dalam menjalankan program pemerintah dalam layanan kesehatan masyarakat desa,” ujarnya.

Apotek Desa merupakan bagian dari grand design pembangunan 80 ribu koperasi di seluruh desa. Program ini telah menjangkau 100 desa hingga April 2025 dan ditargetkan hadir di 10.000 desa pada 2027 sebagai simbol nyata kehadiran negara hingga ke akar rumput. (*)

Pemerintah Siapkan Regulasi untuk Percepatan Penerima MBG

Jakarta – Pemerintahan Presiden Prabowo tengah melakukan percepatan untuk mencapai target penerima program makan bergizi gratis (MBG) hingga 82,9 juta orang. Sejalan dengan itu, pemerintah akan menerbitkan aturan berupa Peraturan Presiden (Perpres) atau Instruksi Presiden (Inpres).

Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan bahwa pihaknya tengah mengajukan regulasi untuk memperkuat peran kementerian dan lembaga dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Regulasi tersebut diusulkan BGN dalam bentuk Instruksi Presiden (Inpres) yang kini telah berada di Sekretariat Negara.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana mengatakan selama ini kerja sama antar-lembaga dalam program pemenuhan gizi masih mengandalkan nota kesepahaman (MoU). Adapun ke depan, dia berharap disahkannya Inpres dapat membuat setiap kementerian/lembaga memiliki dasar hukum yang jelas untuk menjalankan peran mereka.

“Terkait dengan inpres yang sedang diajukan dan sekarang sudah ada di Setneg terkait dengan instruksi bagaimana lembaga lain bisa terlibat mendapatkan perintah dari presiden untuk agar lebih aktif terlibat dalam program makan bergizi dengan fokus terhadap keamanan pangan,” kata Kepala BGN, Dadan Hindayana.

Dalam draf Inpres tersebut, terdapat tiga kementerian/lembaga yang akan bergandengan dengan BGN. Pertama, Badan Pangan Nasional ditugaskan menyusun kebijakan nasional tentang keamanan dan mutu pangan, serta mengoordinasikan pengawasan mutu dan keamanan pangan.

Kemudian BPOM akan bertanggung jawab melakukan pembinaan teknis dan pengawasan pangan olahan, termasuk memberikan dukungan laboratorium dalam kasus dugaan keracunan atau kontaminasi makanan.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan akan menyusun pedoman dan pengawasan terhadap higienitas makanan serta dapur penyelenggara program.

“Serta (kemenkes) menyusun sistem deteksi dan respon cepat terhadap kejadian luar biasa keracunan pangan,” terang Dadan.

Selain Inpres, pemerintah juga akan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) guna memperkuat aspek penjaminan mutu dan keamanan pangan, termasuk manajemen risiko dan penguatan kapasitas pemerintah daerah. Perpres ini juga akan memetakan peran dan fungsi setiap kementerian/lembaga terlibat.

“Dalam perpres yang memang kami akan petakan terkait dengan peran dan fungsi dari lembaga serta K/L lainnya,” ujar Dadan.
Dadan berharap regulasi tersebut bisa segera disahkan agar pelaksanaan Program Makan Bergizi dapat berjalan lebih baik ke depannya, sehingga BGN akan lebih fokus terhadap intervensi pemenuhan gizi bagi masyarakat.

“Dan mudah-mudahan di dalam waktu yang tidak terlalu lama itu akan segera disahkan sehingga masing-masing lembaga memiliki kewenangan yang besar untuk ikut terlibat dalam program makan bergizi dan BGN tetap fokus pada intervensi pemenuhan karena tugas utamanya demikian,” kata Dadan.

Hal-hal lainnya, sambung Dadan, bisa diisi oleh Kementerian dan lembaga yang memiliki fungsi di tempat-tempat seperti itu.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menggelar rapat koordinasi terbatas terkait percepatan program tersebut dengan kementerian/lembaga terkait. Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini, Wakil Menteri BUMN Aminuddin Ma’ruf, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy.

Zulhas mengatakan bahwa rapat tersebut membahas terkait penyempurnaan tata kelola program tersebut sehingga dapat mencapai target.

“Kami membahas, kita akan menyempurnakan tata kelolanya agar bisa bergerak lebih cepat lebih bagus sehingga tujuan sasaran 82,9 juta itu bisa percepat capaiannya. Akan ada pembahasan mengenai Perpres tadi,” ujar Zulhas.

Zulhas mengatakan pembahasan aturan tersebut memakan waktu. Pihaknya pun tidak masalah apabila pembahasannya dapat membuat para pegawai menginap berhari-hari.

“Kesimpulannya kita memutuskan akan ada tim kementerian terkait memang nggak bisa 1 jam 2 jam itu saya kira menjadi isi bahan untuk merumuskan Perpres atau Inpres. Mungkin perlu konsinyering, waktu dua hari tiga hari sampai tuntas dipaparkan target kita. Apa yang perlu dicapai, termasuk penting tata kelola, SPPG itu gimana agar 82,9 juta cepat tercapai. Perlu mengadakan segera konsinyering dengan bahan yang kita bicarakan tadi. Setelah selesai rapat berikutnya mudah-mudahan akan ada kesimpulan,” jelas Zulhas.

Sebagai informasi, penerima MBG saat ini baru menyasar 3,5 juta orang. Pemerintah menargetkan sebanyak 82,9 juta orang menerima program tersebut hingga akhir tahun. Pemerintah optimis bahwa dengan adanya regulasi MBG akan menjadi landasan kuat dalam mempercepat penyaluran makanan bergizi gratis yang berkelanjutan dan menyeluruh.

[edRW]

Pemerintah Terus Dorong Percepatan program MBG

Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri terus mendorong percepatan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan memfokuskan pada penyediaan lahan untuk pembangunan dapur umum atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Langkah ini diambil guna memastikan pelaksanaan program berjalan tepat waktu dan menyasar anak-anak sekolah secara langsung.

Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Tomsi Tohir, mengatakan seluruh pemerintah daerah (Pemda) diminta untuk segera mengidentifikasi dan mengajukan maksimal 10 lokasi yang akan dijadikan dapur umum program Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Data tersebut sangat diperlukan bagi BGN, karena dari data-data itu kan harus dicek lagi. Harus dicek lagi mana yang layak dan mana yang tidak layak,” kata Tomsi.

Menurutnya, pengajuan hingga sepuluh lokasi penting dilakukan untuk menyediakan pilihan jika ada lokasi yang tidak memenuhi syarat teknis atau administratif. Langkah ini juga bertujuan mengantisipasi kemungkinan adanya penyesuaian anggaran.

Tomsi menekankan urgensi penyediaan lahan khususnya di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), agar anak-anak di daerah terpencil turut merasakan manfaat program ini.

Pemerintah menargetkan 1.542 dapur MBG dapat dibentuk paling lambat Agustus 2025. Dapur-dapur ini akan menjadi pusat pengolahan dan distribusi makanan bergizi bagi para siswa. Penentuan lokasi dapur mempertimbangkan kedekatannya dengan sekolah untuk memastikan efisiensi distribusi makanan.

“Dicarikan titik yang paling strategis, yang paling strategis sekali lagi,” ujar Tomsi.

Sejalan dengan hal tersebut, Deputi Bidang Promosi dan Kerja Sama BGN, Nyoto Suwignyo, menjelaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah mengarahkan agar dapur MBG dibangun di atas lahan milik Pemda dengan status hak pakai. Kebijakan ini ditujukan agar tidak menimbulkan beban biaya tambahan dan mempercepat proses legalitas penggunaan lahan.

“Artinya lokasi ini kita harapkan jangan jauh dari kelompok sasaran,” tandas Nyoto.

Nyoto menambahkan bahwa dapur sebaiknya berada dekat dengan sekolah yang mencakup sedikitnya 3.000 siswa dan dapat dijangkau dalam waktu maksimal 20 menit.

Program MBG menjadi salah satu prioritas nasional dalam meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia dan mencegah stunting sejak dini. Keterlibatan aktif seluruh lapisan daerah dapat mempercepat realisasi program ini.

Upaya percepatan yang dilakukan pemerintah dalam program Makan Bergizi Gratis menunjukkan komitmen kuat untuk menekan angka gizi buruk dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak usia dini.

Dengan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah serta dukungan masyarakat, program MBG diharapkan segera terlaksana secara menyeluruh, sehingga manfaatnya bisa segera dirasakan jutaan anak Indonesia.

(*)

[edRW]

Pemerintah Gencarkan Operasi Laut dan Darat Cegah Penyelundupan

Jakarta – Pemerintah Republik Indonesia semakin menggencarkan langkah-langkah tegas dalam memerangi praktik penyelundupan yang merugikan negara. Melalui koordinasi lintas instansi, operasi laut dan darat terus ditingkatkan intensitasnya sebagai bagian dari upaya menjaga kedaulatan, keamanan, dan stabilitas ekonomi nasional.

Fokus utama dari operasi ini mencakup wilayah-wilayah perbatasan, pelabuhan tikus, jalur-jalur perdagangan laut ilegal, serta titik-titik rawan di sepanjang garis pantai dan jalur darat lintas negara. Dengan mengedepankan sinergi antara TNI AL, Bakamla, Bea Cukai, Kepolisian, dan instansi terkait lainnya, operasi pengawasan kini dilakukan secara sistematis dan berlapis.

Di wilayah perairan, patroli laut ditingkatkan dengan mengoperasikan kapal-kapal patroli modern yang dilengkapi sistem navigasi mutakhir dan alat pemantauan canggih. Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengejar kapal-kapal mencurigakan yang mencoba menyelundupkan barang masuk atau keluar wilayah Indonesia.

Selain itu, pengawasan udara melalui drone pengintai dan kerja sama dengan Badan Keamanan Laut terus dikembangkan guna memperluas jangkauan deteksi dini terhadap aktivitas mencurigakan di zona ekonomi eksklusif maupun perairan dekat pulau-pulau terluar.

Direktorat Polisi Perairan dan Udara Polda Kalimantan Utara sepakat perkuat kerja sama keamanan laut dengan Pasukan Polis Marin Wilayah 4 Sabah, Malaysia di perbatasan Kaltara.

“Inisiatif ini krusial untuk mencegah berbagai aktivitas ilegal,” kata Direktur Polairud Polda Kaltara Komisaris Besar Polisi Tidar, Wulung Dahono

Menurut ia, pertemuan ini menjadi ajang untuk mempererat jalinan kerja sama dan koordinasi antarkedua instansi penegak hukum maritim. Dengan sinergi yang lebih erat, diyakini tantangan keamanan maritim dapat diatasi secara lebih efektif dan komprehensif.

Di sisi darat, aparat gabungan mengintensifkan pengawasan di kawasan perbatasan darat, khususnya di wilayah Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Pemerintah juga memperkuat sistem intelijen dan pelacakan logistik untuk mengungkap jalur distribusi barang ilegal yang masuk melalui penyelundupan.

Direktur Direktorat Interdiksi Narkotika Ditjen Bea Cukai, Syarif Hidayat mengatakan selama kurun waktu lima bulan pada 2025 Bea Cukai telah mencegah penyelundupan 6,4 ton narkotika di wilayah Indonesia.

“Untuk tahun 2025 kami berhasil mencegah 6,4 ton narkotika jumlah yang sangat luar biasa besar,” katanya Syarif

Guna mendukung efektivitas operasi laut dan darat ini, pemerintah pemerintah daerah juga dilibatkan aktif dalam mendukung operasi ini, termasuk melalui penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya penyelundupan dan konsekuensi hukum yang mengikutinya. Pendekatan ini diharapkan bisa menciptakan efek jera bagi para pelaku, sekaligus mendorong masyarakat untuk lebih peduli terhadap kedaulatan dan keamanan negara.