Oleh: Melati Cahaya Ramadhani )*
Pemerintah terus berupaya mengatasi dampak banjir yang
melanda kawasan Jabodetabek dengan berbagai langkah strategis, salah satunya
melalui Operasi Modifikasi Cuaca (OMC). Langkah ini dilakukan guna mengurangi
intensitas hujan, terutama yang berasal dari wilayah hulu, sehingga dapat
menekan potensi banjir di kawasan hilir. Pemerintah telah mengerahkan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) untuk menjalankan OMC secara intensif dalam beberapa hari ke
depan. Selain itu, koordinasi dengan pemerintah daerah juga diperkuat guna
meningkatkan efektivitas operasi ini.
Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno menegaskan bahwa langkah
ini diambil sebagai respons terhadap curah hujan yang tinggi, yang menjadi
salah satu penyebab utama banjir di Jabodetabek. Pemerintah menaruh perhatian besar terhadap
pengurangan curah hujan melalui teknik modifikasi cuaca. Selain itu, pihaknya
juga berharap agar pemerintah daerah, seperti Pemprov Jawa Barat dan Pemprov
DKI Jakarta, dapat menambah armada pesawat untuk mendukung operasi ini.
Pemerintah daerah sebelumnya telah berkontribusi dalam operasi serupa, seperti
yang dilakukan saat periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) lalu.
Gubernur Jakarta,
Pramono Anung menekankan pentingnya pendekatan nasional dalam menangani bencana
ini, sehingga operasi OMC tidak hanya menjadi tanggung jawab Jakarta, tetapi
juga pemerintah pusat dan daerah sekitar. Pihaknya telah berkomunikasi dengan
kepala daerah lain untuk membahas solusi jangka panjang dalam mengatasi banjir
kiriman yang sering terjadi akibat luapan Kali Ciliwung dan Kali Pesanggrahan.
Sekretaris BPBD
Jakarta, Maruli Sijabat, mengonfirmasi bahwa operasi modifikasi cuaca di
wilayah Jakarta akan dilakukan dalam kurun waktu lima hari berturut-turut.
Langkah ini diambil mengingat penyelesaian permasalahan banjir tidak bisa
dilakukan secara parsial hanya di satu wilayah, tetapi perlu strategi yang
terkoordinasi antara daerah-daerah terdampak. Berdasarkan laporan BPBD Jakarta,
beberapa wilayah yang terdampak banjir terparah berada di Jakarta Barat,
Selatan, dan Timur, dengan lebih dari 3.000 warga yang harus mengungsi ke
tempat aman.
BNPB telah
menggelar OMC sejak 4 Maret 2025, sebagai langkah mitigasi untuk mencegah
banjir yang lebih parah. Operasi ini direncanakan berlangsung hingga 8 Maret
2025, menyesuaikan dengan prediksi BMKG yang menyebutkan bahwa intensitas hujan
tinggi masih berpotensi terjadi di Jabodetabek. Kepala Pusat Data, Informasi,
dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menjelaskan bahwa modifikasi
cuaca ini bertujuan untuk mengurangi curah hujan di wilayah hulu, sehingga
volume air yang mengalir ke hilir dapat dikendalikan.
Dalam mendukung
operasi ini, TNI Angkatan Udara (AU) juga menyatakan kesiapan mereka untuk
membantu dengan armada pesawat yang dimiliki, seperti C212 dan CN295. Meskipun
hingga saat ini belum ada permintaan resmi dari BNPB atau BMKG kepada TNI AU,
pihaknya memastikan kesiapan penuh jika diperlukan. Hal ini menunjukkan bahwa
OMC mendapat dukungan dari berbagai pihak, baik di tingkat pemerintah pusat
maupun daerah serta institusi terkait lainnya.
Selain
menjalankan modifikasi cuaca, pemerintah juga fokus pada evakuasi dan
penyelamatan warga terdampak banjir. Pratikno menegaskan bahwa koordinasi telah
dilakukan dengan berbagai pihak, termasuk perwakilan dari Jawa Barat, Banten,
DKI Jakarta, Basarnas, dan BMKG, guna memastikan respons cepat terhadap kondisi
darurat. Lokasi-lokasi yang membutuhkan bantuan segera telah dipetakan, dan
langkah-langkah penanganan pun dilakukan dengan optimal.
Tidak hanya
berfokus pada pengurangan curah hujan dan evakuasi warga, pemerintah juga mulai
melakukan upaya pemulihan terhadap infrastruktur yang terdampak banjir.
Sejumlah fasilitas umum seperti jalan, jembatan, dan rumah ibadah yang
mengalami kerusakan mulai diperbaiki agar masyarakat dapat kembali menjalankan
aktivitasnya dengan normal. Hal ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk
tidak hanya menangani dampak jangka pendek dari bencana, tetapi juga memastikan
pemulihan yang berkelanjutan.
Selain itu,
pemerintah juga mengkaji berbagai inovasi teknologi untuk mendukung efektivitas
OMC. Para ahli meteorologi dan klimatologi terus mengembangkan metode
penyemaian awan yang lebih presisi, sehingga modifikasi cuaca dapat memberikan
dampak yang lebih optimal. Dengan pendekatan berbasis data dan pemantauan
satelit, operasi ini diharapkan semakin efisien dalam menekan intensitas hujan.
Di sisi lain,
penting untuk menyadari bahwa OMC bukanlah solusi tunggal dalam mengatasi
banjir. Pemerintah juga perlu memperkuat infrastruktur drainase, memperluas
daerah resapan air, serta meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan. Kombinasi antara modifikasi cuaca, perbaikan infrastruktur, dan
partisipasi masyarakat akan menjadi langkah komprehensif dalam menghadapi
tantangan banjir di masa depan.
Melalui OMC,
pemerintah menunjukkan komitmennya dalam menangani bencana banjir dengan
pendekatan ilmiah dan terukur. Dengan sinergi antara BNPB, BMKG, pemerintah
daerah, serta TNI AU, diharapkan modifikasi cuaca dapat memberikan hasil
optimal dalam menekan curah hujan dan mencegah bencana yang lebih besar. Ke
depan, inovasi dan penguatan teknologi dalam modifikasi cuaca perlu terus
dikembangkan agar upaya mitigasi dapat semakin efektif dan berkelanjutan.
Selain itu, koordinasi lintas sektor dan peningkatan kapasitas daerah dalam
menghadapi bencana perlu terus diperkuat agar setiap daerah lebih tangguh dalam
menghadapi cuaca ekstrem dan risiko bencana hidrometeorologi.
Dengan demikian,
rekayasa cuaca tetap menjadi alat yang dapat digunakan dalam kondisi darurat,
tetapi bukan sebagai solusi permanen. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak
jangka panjangnya dan memastikan bahwa kebijakan ini diimbangi dengan
langkah-langkah adaptasi dan mitigasi lainnya yang lebih berkelanjutan.
)* Pengamat
Kebijakan Sosial – Lembaga Sosial Madani Institute