Hasil PSU Pilkada Disambut Baik Sebagai Wujud Legitimasi Politik

Oleh: Robby Purnomo )*
Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pilkada 2025 bukan hanya sekadar prosedur teknis untuk memperbaiki kekeliruan yang terjadi di tahap sebelumnya. Lebih dari itu, PSU menjadi cerminan komitmen negara dalam menjaga kualitas demokrasi dan memastikan kedaulatan rakyat benar-benar dihormati. Kehadiran negara dalam setiap tahapan PSU menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia berorientasi pada keterbukaan dan keadilan. Melalui mekanisme ini, masyarakat memperoleh keyakinan bahwa suara mereka tetap dijaga, dihargai, dan diakui sebagai bagian penting dalam menentukan arah kepemimpinan daerah. Dengan demikian, PSU hadir bukan sebagai beban, melainkan sebagai ruang koreksi yang memperkuat legitimasi politik.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), August Mellaz menegaskan bahwa pelaksanaan PSU secara terbuka dan sesuai regulasi merupakan wujud nyata dari komitmen penyelenggara pemilu untuk menjamin integritas hasil pemilihan. Setiap suara rakyat tidak hanya dihitung secara administratif, tetapi juga memiliki nilai moral yang menjadi dasar legitimasi pemerintahan. Menurutnya, PSU tidak boleh dipandang sebagai hambatan tambahan, melainkan sebagai instrumen demokrasi untuk menegakkan keadilan. Penegasan ini penting agar publik memahami bahwa demokrasi bukan hanya tentang kemenangan kandidat, tetapi juga tentang memastikan bahwa proses yang melahirkan kemenangan itu berlangsung jujur, adil, dan transparan.

August menambahkan bahwa keberhasilan PSU menjadi tolok ukur bagi KPU dalam menjalankan perannya sebagai wasit demokrasi. Proses ini menegaskan bahwa pemilu bukan hanya urusan teknis administratif, tetapi juga terkait dengan kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara. Transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap aturan hukum menjadi aspek penting dalam menjaga martabat demokrasi. Dengan begitu, pelaksanaan PSU bukan hanya menjawab tuntutan hukum, melainkan juga menjawab kebutuhan moral masyarakat akan pemilu yang benar-benar mencerminkan suara rakyat. Hal ini sekaligus memperlihatkan bahwa demokrasi Indonesia terus mengalami penyempurnaan dari waktu ke waktu.

Dari perspektif pemerintah, pelaksanaan PSU juga menjadi prioritas dalam menjaga stabilitas politik nasional. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan menegaskan bahwa pemerintah memastikan seluruh tahapan PSU berjalan aman, tertib, dan sesuai ketentuan hukum. Kehadiran pemerintah bukan hanya sebagai penjamin keamanan, tetapi juga sebagai pengawal legitimasi demokrasi. Negara melalui aparat keamanan dan lembaga terkait memberikan perlindungan penuh terhadap hak pilih warga negara. Dengan demikian, tidak ada ruang bagi intervensi yang bisa merusak integritas demokrasi, termasuk upaya-upaya manipulasi, intimidasi, ataupun penyebaran disinformasi.

Budi Gunawan juga menekankan bahwa komitmen pemerintah dalam mengawal PSU adalah bukti bahwa negara tidak boleh abai terhadap hak rakyat. Demokrasi hanya dapat berjalan sehat jika masyarakat merasa aman dan bebas dalam menggunakan hak pilihnya. Oleh karena itu, pelibatan aparat negara di setiap tahapan PSU menjadi bentuk nyata dari tanggung jawab pemerintah dalam mengawal transisi kepemimpinan di daerah. Pemerintah melihat PSU bukan sekadar kewajiban teknis, tetapi sebagai bagian dari upaya memperkuat kepercayaan rakyat terhadap sistem demokrasi. Kepercayaan ini menjadi modal sosial yang penting untuk menjaga persatuan dan stabilitas politik nasional di tengah dinamika global yang penuh tantangan.

Selain aspek teknis dan keamanan, PSU juga memberikan dampak positif dari perspektif akademis dan sosial. Guru besar Universitas Lambung Mangkurat, Prof. Bachruddin Ali Akhmad menilai bahwa PSU menghadirkan legitimasi ganda bagi kepala daerah terpilih. Legalitas diperoleh melalui pemenuhan syarat formal pemilu, sementara legitimasi sosial tumbuh dari penerimaan masyarakat atas proses yang berlangsung transparan. Hal ini membuat kepala daerah hasil PSU memiliki pijakan politik yang lebih kokoh, karena mereka terpilih melalui proses demokrasi yang lebih ketat dan terbuka. Dengan legitimasi tersebut, kepala daerah mampu menjalankan pemerintahan daerah dengan lebih percaya diri dan memiliki otoritas moral yang kuat di mata publik.

Bachruddin juga menambahkan bahwa keterlibatan masyarakat yang tetap tinggi dalam PSU membuktikan kematangan berdemokrasi rakyat Indonesia. Di tengah berbagai upaya provokasi yang berpotensi menimbulkan gesekan, publik justru menunjukkan kedewasaan dengan tetap berpartisipasi secara aktif. Hal ini menjadi bukti bahwa masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu yang merusak, baik berupa hoaks maupun provokasi politik. Semakin tinggi tingkat partisipasi, semakin besar pula legitimasi yang diperoleh oleh kepala daerah terpilih. Dengan demikian, PSU menjadi momentum penting yang menegaskan kedewasaan politik rakyat sekaligus memperkuat fondasi demokrasi di Indonesia.

Penyelenggaraan PSU memang membutuhkan sumber daya tambahan, namun hal ini merupakan wujud keseriusan negara memastikan kualitas demokrasi. Namun, jika ditilik lebih jauh, semua itu merupakan investasi bagi keberlangsungan demokrasi yang sehat. Demokrasi yang kredibel membutuhkan mekanisme koreksi agar setiap kekeliruan dapat diperbaiki secara terbuka dan sah. Melalui PSU, rakyat melihat bahwa penyelenggara pemilu dan pemerintah berani mengambil langkah tegas untuk menegakkan aturan meskipun memerlukan pengorbanan. Langkah ini sekaligus menepis keraguan publik terhadap kemungkinan adanya kompromi atau penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilu. Karena itu, PSU justru memperlihatkan bahwa demokrasi Indonesia tidak rapuh, melainkan cukup kuat untuk memperbaiki dirinya sendiri.

Lebih jauh, pelaksanaan PSU juga memberikan pesan penting bagi para kandidat dan partai politik. Mereka diingatkan bahwa kemenangan politik tidak dapat dicapai dengan cara-cara yang menyimpang dari aturan hukum. Proses demokrasi mengharuskan semua pihak tunduk pada regulasi dan mekanisme yang ada. Dengan demikian, PSU meneguhkan prinsip bahwa kedaulatan rakyat adalah nilai tertinggi yang tidak boleh dicederai oleh ambisi politik sesaat. Dalam jangka panjang, kesadaran ini akan membangun tradisi politik yang lebih sehat, kompetitif, dan berorientasi pada pelayanan publik, bukan semata-mata perebutan kekuasaan.

)* Penulis merupakan Pengamat Politik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *