Junjung Tinggi Nasionalisme dari Fenomena Pengibaran Bendera Bajak Laut
Jakarta – Perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia diwarnai dengan maraknya tren pengibaran bendera bajak laut dari serial anime One Piece yang viral di media sosial. Fenomena ini memunculkan perdebatan publik mengenai batasan kebebasan berekspresi dalam budaya populer dengan kewajiban menjaga kehormatan simbol negara, khususnya Bendera Merah Putih.
Wakil Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menegaskan bahwa Bendera Merah Putih memiliki kedudukan khusus yang diatur dalam perundang-undangan. Ia mengakui simbol budaya populer seperti bendera One Piece adalah bagian dari kreativitas, namun tidak bisa disejajarkan dengan lambang negara.
“Kita semua bertanggung jawab untuk menjaga kehormatan simbol negara, sekaligus tetap membuka ruang dialog yang sehat dan membangun. Mari rayakan HUT ke-80 Kemerdekaan RI dengan penuh semangat, tetap kritis, namun selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia,” kata Ibas.
Ia menambahkan, momentum kemerdekaan seharusnya dijadikan sarana memperkuat cinta Tanah Air. Bendera Merah Putih adalah representasi perjuangan panjang bangsa dan pengingat nilai-nilai Pancasila yang menyatukan seluruh elemen masyarakat.
“Pada peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI ini, mari kita utamakan Merah Putih sebagai wujud cinta tanah air dan penghormatan kepada para pahlawan,” tegasnya.
Senada dengan itu, anggota Komisi III DPRD Kalimantan Tengah, Hero Harappano Mandouw, juga mengingatkan agar euforia perayaan kemerdekaan tidak mengaburkan penghormatan terhadap simbol negara. Menurutnya, pengibaran bendera bajak laut yang viral tidak boleh sampai dianggap menggantikan kedudukan Merah Putih.
“Kita semua tentu ingin merayakan kemerdekaan ini dengan meriah, tetapi jangan sampai euforia ini justru membuat kita lupa akan nilai-nilai luhur bangsa. Bendera Merah Putih adalah identitas dan kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia,” ujar Hero.
Sementara itu, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pringsewu, H. Muhammad Faizin, menilai bahwa fenomena pengibaran bendera fiksi di bawah Merah Putih berpotensi menimbulkan multitafsir. Menurutnya, meski dimaksudkan untuk hiburan, tindakan itu bisa mencederai sakralitas simbol negara.
“Sebagaimana para pendiri bangsa dan para pahlawan telah memperjuangkannya dengan darah dan jiwa, maka sudah sepantasnya kita semua menghormatinya dengan penuh kesadaran dan adab,” jelas Faizin.
Faizin juga mengapresiasi semangat kreativitas generasi muda, namun mengingatkan agar ekspresi tersebut tetap dalam koridor etika dan kepatutan, baik secara keislaman maupun kebangsaan.
“Bahwa dalam perspektif Islam, menghormati simbol-simbol yang disepakati bersama adalah bagian dari adab dan hikmah,” pungkasnya.
Fenomena ini menjadi pengingat penting bahwa dalam merayakan HUT ke-80 Kemerdekaan, menjaga kehormatan Bendera Merah Putih harus tetap menjadi prioritas utama.***