Pemerintah Lakukan Sejumlah Langkah Antisipatif Hadapi Kebijakan Tarif Trump

Oleh : Rivka Mayangsari*)
Di tengah gejolak perdagangan global yang semakin proteksionis, terutama akibat kebijakan tarif yang agresif dari Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Trump, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Negara ini dengan sigap dan penuh strategi telah merumuskan berbagai langkah antisipatif demi melindungi perekonomian nasional sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam percaturan perdagangan internasional.
Dewan Ekonomi Nasional (DEN), sebagai lembaga strategis yang selalu berada di garis depan dalam memberikan masukan kebijakan, telah menyampaikan serangkaian rekomendasi konkret kepada pemerintah untuk menghadapi potensi penerapan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat terhadap produk ekspor unggulan Indonesia. Rekomendasi ini bukanlah reaksi spontan, melainkan respons proaktif atas dinamika global yang semakin menantang dan kecenderungan proteksionisme yang menguat dari Negeri Paman Sam.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menilai bahwa kesiapan Indonesia menghadapi kebijakan resiprokal dari AS harus dilakukan secara rinci, terukur, dan penuh kehati-hatian. Pemerintah didorong untuk segera mengidentifikasi sektor-sektor ekspor yang paling rentan terkena dampak, serta menyiapkan kebijakan penyesuaian untuk memastikan kesetaraan dalam hubungan dagang bilateral.
Selain itu, DEN juga memberikan perhatian khusus pada hambatan non-tarif yang selama ini masih membatasi masuknya produk-produk asal Amerika Serikat ke Indonesia. Langkah-langkah pengurangan hambatan seperti pelonggaran larangan terbatas dan penyederhanaan aturan teknis menjadi strategi penting untuk memperkuat posisi tawar Indonesia di meja perundingan.
Koordinasi lintas kementerian dan lembaga menjadi kunci dalam merespons kebijakan tarif Trump ini. DEN dengan tegas menyarankan agar pemerintah membentuk tim lintas sektor yang bertugas menganalisis rincian tarif yang diterapkan AS, menelaah dasar pertimbangannya, serta merumuskan strategi balasan yang tidak gegabah, melainkan sesuai dengan kepentingan nasional.
Sejalan dengan rekomendasi DEN, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pun bergerak cepat. Pemerintah telah mengonfirmasi bahwa dalam waktu dekat akan segera menghitung dampak pengenaan tarif AS terhadap berbagai sektor di Indonesia. Tujuan utamanya adalah melindungi stabilitas ekonomi nasional dan memberikan ruang aman bagi pelaku usaha agar tetap mampu bertahan di tengah badai proteksionisme global.
Bersama Bank Indonesia (BI), pemerintah juga memastikan stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga dan ketersediaan likuiditas valas cukup untuk memenuhi kebutuhan ekspor-impor. Kolaborasi erat ini menjadi tameng utama dalam menjaga kepercayaan investor di tengah ketidakpastian ekonomi dunia.
Langkah antisipatif ini tidak muncul secara mendadak. Sejak awal tahun 2025, pemerintah telah menyusun berbagai strategi dan skenario menghadapi potensi kebijakan tarif dari Amerika Serikat. Melalui koordinasi intensif antara tim lintas kementerian, perwakilan Indonesia di Washington DC, serta pelaku usaha nasional, Indonesia menunjukkan kesiapannya untuk menghadapi setiap dinamika global.
Presiden Prabowo sendiri telah memberi instruksi tegas kepada Kabinet Merah Putih untuk mempercepat reformasi kebijakan, baik dari sisi peraturan maupun praktik di lapangan. Reformasi ini difokuskan pada penyederhanaan regulasi serta penghapusan hambatan non-tarif (Non-Tariff Measures/NTMs) yang selama ini dinilai menghambat arus perdagangan dan investasi.
Tak hanya di tingkat bilateral, Indonesia juga menunjukkan kepemimpinannya di kawasan. Pemerintah secara aktif mendorong solidaritas ASEAN dalam menghadapi tekanan perdagangan global yang dipicu kebijakan tarif AS. Indonesia telah menjalin komunikasi intensif dengan Malaysia, yang saat ini memegang posisi Ketua ASEAN, agar sepuluh negara di Asia Tenggara dapat bersikap kompak dan berbicara dengan satu suara. Pendekatan kolektif ini diyakini akan memperkuat posisi tawar ASEAN sekaligus menciptakan kestabilan regional.
Dari sisi swasta dan analis pasar, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memandang langkah pemerintah yang menghindari konfrontasi langsung sebagai keputusan yang bijaksana. Menurutnya, dibanding membalas dengan kebijakan tarif serupa, Indonesia lebih baik memanfaatkan peluang untuk memperluas pasar ekspor, terutama ke negara-negara nontradisional yang menawarkan preferensi tarif lebih rendah.
Josua menilai bahwa sektor padat karya seperti pakaian jadi dan alas kaki adalah contoh nyata di mana Indonesia bisa lebih agresif menembus pasar baru, mengingat daya saing produk nasional yang tinggi dan preferensi tarifnya.
Selain itu, Josua juga menggarisbawahi pentingnya langkah-langkah jangka panjang yang harus diambil oleh pemerintah. Mulai dari pemberian insentif fiskal untuk industri padat karya, kemudahan akses bahan baku, hingga pembiayaan yang mendukung produktivitas nasional. Pemerintah juga didorong untuk mempercepat implementasi berbagai perjanjian perdagangan internasional seperti CPTPP, RCEP, EU-CEPA, dan BRICS+ demi memperluas akses pasar global sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika Serikat.
Dalam menghadapi tantangan global ini, diplomasi ekonomi menjadi salah satu senjata utama Indonesia. Dengan terus mengupayakan dialog dalam kerangka kerja multilateral seperti Trade and Investment Framework Agreement (TIFA), Indonesia membuktikan komitmennya dalam membangun sistem perdagangan global yang adil, stabil, dan saling menguntungkan.
Dengan semangat gotong royong, strategi yang terukur, dan kepemimpinan yang visioner, Indonesia siap menghadapi tantangan kebijakan tarif Trump. Pemerintah tidak hanya melindungi kepentingan ekonomi nasional, tetapi juga memastikan bahwa Indonesia terus melangkah maju sebagai kekuatan ekonomi yang tangguh dan disegani di kancah global.

*) Pemerhati ekonomi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *