Pemerintah Serap Aspirasi Terkait Rencana Ukuran Rumah Subsidi
Jakarta – Pemerintah masih mengkaji secara mendalam rencana penyesuaian ukuran rumah subsidi agar tetap memenuhi kelayakan dan kebutuhan masyarakat. Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menegaskan bahwa rencana tersebut belum final dan masih berada dalam proses evaluasi serta pembahasan mendalam.
Sekarang saya masih berada pada tahap menerima berbagai masukan. Keputusan akan diambil pada waktunya. Sampai hari ini belum ada keputusan yang ditetapkan, kata Maruarar.
Rencana ini mendapat beragam respons dari masyarakat, yang menjadi bagian penting dalam proses perumusan kebijakan yang inklusif. Maruarar menyebut bahwa dinamika seperti ini merupakan hal yang wajar dalam proses kebijakan publik.
Menanggapi berbagai respons publik, Maruarar menyatakan bahwa kritik maupun dukungan adalah hal yang lumrah dalam proses perumusan kebijakan.
Kami terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak, karena perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah. Saat ini belum ada keputusan yang diambil, saya masih dalam tahap mendengarkan dan menerima masukan, ujarnya.
Rencana pengurangan ukuran rumah subsidi dimuat dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 yang saat ini masih dalam proses penyusunan. Draf tersebut mencakup ketentuan mengenai batasan luas tanah, luas bangunan, harga jual rumah subsidi, serta besaran subsidi untuk uang muka dalam pelaksanaan program Kredit/Pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Namun, ketentuan tersebut belum bisa diterapkan sebelum dilakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2021, yang merupakan perubahan dari PP Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Sebagai acuan, ketentuan terdahulu dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023 menetapkan bahwa rumah subsidi harus memiliki luas tanah paling sedikit 60 meter persegi dan paling banyak 200 meter persegi, sedangkan luas bangunan rumah subsidi sebelumnya ditetapkan berada dalam rentang 21 sampai 36 meter persegi.
Selain membahas soal ukuran, Maruarar juga mengusulkan pilihan lain berupa hunian bertingkat sebagai bagian dari program subsidi.
Saya berencana membangun rumah susun atau apartemen yang tetap masuk dalam kategori rumah subsidi, ujarnya.
Ia berharap masyarakat mendukung gagasan tersebut agar dapat segera direalisasikan. Wacana ini selaras dengan rencana FLPP tahun 2025 yang menargetkan pembangunan 350 ribu unit rumah bersubsidi dengan anggaran Rp43 triliun.
Maruarar mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mengkaji kemungkinan penggunaan sebagian dana tersebut untuk pembangunan hunian vertikal seperti apartemen. Skema pendanaan FLPP akan tetap dilakukan secara campuran, yaitu 75 persen dari pemerintah dan 25 persen dari bank, didukung oleh PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) dan PMN sebesar Rp7,02 triliun.