Hormati Merah Putih, Tolak Provokasi Bendera Bajak Laut

Jakarta — Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, polemik pengibaran bendera bajak laut bertema One Piece mengusik kesakralan simbol negara. Sejumlah tokoh nasional angkat bicara, menyerukan penolakan terhadap tindakan tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap Merah Putih dan nilai-nilai kebangsaan.

Tokoh hukum dan aktivis antikorupsi, Mohammad Trijanto, menyebut pengibaran bendera One Piece sebagai bentuk pelecehan konstitusional yang dapat dijerat sanksi pidana.

“Mengganti bendera Merah Putih—lambang sakral kedaulatan bangsa—dengan bendera bajak laut fiktif dari budaya luar adalah tindakan pelecehan konstitusional dan perendahan martabat nasional. Ini bukan soal kreativitas, ini pelanggaran hukum,” tegasnya.

Trijanto merujuk Pasal 66 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, yang mengatur larangan terhadap penghinaan bendera negara. Ia menegaskan bahwa pengibaran simbol fiktif sebagai pengganti Merah Putih tidak dapat dibenarkan atas nama kebebasan berekspresi.

“Simbol negara bukan sekadar kain, tapi identitas hukum dan kehormatan kita sebagai bangsa,” ujarnya.

Mohammad Trijanto pun menginisiasi pembentukan Jaringan Pemantau Simbol Negara di berbagai daerah. Ia mengajak masyarakat sipil untuk turut menjaga kehormatan Merah Putih.

“Kalau bangsa ini tak mampu menjaga kehormatan Merah Putih, jangan harap dihormati oleh bangsa lain,” pungkasnya.

Senada dengan itu, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menegaskan bahwa larangan pengibaran bendera selain Merah Putih merupakan langkah menjaga integritas nasional.

“Pelarangan ini adalah upaya menjaga simbol-simbol nasional sebagai wujud penghormatan terhadap negara,” ucap Pigai.

Ia menambahkan bahwa tindakan semacam itu bisa dikategorikan sebagai makar simbolik jika dikibarkan sejajar atau menggantikan posisi Merah Putih.

Pigai juga merujuk pada Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, yang diakui PBB, sebagai dasar legitimasi bagi negara untuk membatasi ekspresi yang membahayakan stabilitas nasional.

“Sikap pemerintah adalah demi core of national interest,” tambahnya.

Sementara itu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon meminta masyarakat lebih bijak menyambut perayaan kemerdekaan.

“Kita harus fokus pada peringatan Indonesia merdeka. Jangan sampai ada salah tafsir, sebaiknya kita mengedepankan atribut Merah Putih di mana-mana,” imbau Fadli.

Fadli menekankan pentingnya menjaga suasana khidmat di tengah semangat nasionalisme.

“Kita ingin 80 tahun Indonesia merdeka dirayakan secara masif. Jangan sampai ada gangguan, apalagi dengan simbol-simbol yang tidak semua orang pahami,” tuturnya.

Maraknya Bendera One Piece, Siber Ansor NU Tegaskan Jaga Martabat Bendera Merah Putih!

Jakarta – Kemerdekaan Indonesia didapatkan dari hasil perjuangan panjang para Pahlawan dan persatuan seluruh rakyat Indonesia saat itu, bukan oleh karakter fiksi bajak laut. Pengibaran bendera karakter anime atau budaya asing, dinilai kurang tepat dalam konteks perayaan kemerdekaan nasional.

Badan Siber Ansor, Divisi Digital Nahdlatul Ulama (NU), mengingatkan agar menjelang HUT ke-80 RI, urgensi menjaga martabat Bendera Merah Putih sebagai simbol kedaulatan bangsa tidak boleh tergantikan.

Ketua Badan Siber Ansor, Ahmad Luthfi, menyampaikan bahwa simbol negara seperti Merah Putih tidak boleh dikalahkan oleh budaya populer mana pun.

“Simbol negara seperti Merah Putih tidak boleh dikalahkan oleh budaya populer mana pun,” tegasnya.

Ahmad Luthfi mengajak masyarakat untuk meneladani nilai-nilai yang diajarkan oleh Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi tetapi tetap dalam tanggung jawab kebangsaan.

Sementara itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap fenomena pengibaran bendera One Piece menjelang perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Anggota Fraksi PKB DPR RI, Anna Mu’awanah, mengungkapkan kekhawatiran akan tergerusnya nilai-nilai kebangsaan akibat tren ini.

“Fenomena ini menimbulkan pertanyaan publik dan kekhawatiran akan potensi pergeseran nilai-nilai kebangsaan yang seharusnya dijaga dengan penuh kesadaran Sejarah,” tutur Anna.

Menurutnya, simbol bajak laut memiliki konotasi negatif di berbagai negara dan tidak pantas ditampilkan pada bulan sakral kemerdekaan Indonesia.

Disisi lain, Ahli hukum dan aktivis pemberantasan korupsi nasional Mohammad Trijanto, S.H., M.M., M.H., memandang fenomena tersebut bukan semata-mata sebagai pelanggaran norma sosial, tetapi juga sebagai tindakan merendahkan simbol negara yang dapat berimplikasi pada sanksi hukum pidana.

“Mengganti bendera Merah Putih dengan bendera bajak laut fiktif dari budaya luar adalah tindakan pelecehan konstitusional dan perendahan martabat nasional. Ini bukan soal kreativitas, ini pelanggaran hukum,” ujar Trijanto dalam pernyataan resminya .

Sementara itu, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) selaku Wakil Ketua MPR RI memberikan respons atas fenomena yang sedang ramai diperbincangkan yaitu pengibaran bendera bertema anime One Piece menjelang momen peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.

“Kami memahami semangat kreativitas dan kecintaan terhadap budaya populer. Namun, kita perlu selalu mengingat bahwa Bendera Merah Putih adalah lambang persatuan dan kedaulatan bangsa Indonesia,” ungkap Ibas.

Menurut Ibas, yang juga memimpin Fraksi Partai Demokrat di DPR RI, Bendera Merah Putih memiliki signifikansi yang mendalam, bukan sekadar objek material berwarna.

Bendera Merah Putih merupakan simbolisasi dari perjalanan perjuangan bangsa yang panjang, reminder akan nilai-nilai mulia Pancasila, dan lambang persatuan yang menyatukan seluruh komponen masyarakat Indonesia.

“Saya mengajak semua lapisan masyarakat untuk tetap memprioritaskan penghormatan terhadap simbol-simbol negara. Sikap ini penting agar semangat persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga, khususnya dalam momen bersejarah HUT ke-80 RI,” ujarnya.

Senada dengan Ibas, Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam memasang atribut peringatan kemerdekaan dengan menekankan pentingnya pengibaran bendera Merah Putih sebagai simbol utama dalam menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia.

“Harus kita fokuskan ke depan ini peringatan Indonesia merdeka, jadi harus bendera kita yang utama. Jangan sampai nanti ada salah persepsi, jadi saya pikir harus bijak sebaiknya kita mengedepankan pemasangan atribut merah putih dimana-mana,” ujar Fadli Zon.

Fadli berharap momen bersejarah ini dapat diisi dengan semangat nasionalisme yang kuat dan penghormatan terhadap simbol-simbol negara. [RWA]

Kibarkan Bendera One Piece di Momen Sakral, Menko Polkam: Pemerintah Akan Ambil Langkah Tegas

JAKARTA, Belakangan ini viral di media sosial fenomena pengibaran bendera bajak laut (One Piece) jelang momen sakral peringatan hari kemerdekaan RI ke-80. Video dan foto pengibaran bendera tersebut di berbagai tempat beredar di media sosial.

Sejumlah pihak menilai bahwa fenomena ini menyimpan potensi bahaya laten terhadap semangat nasionalisme. Namun ada juga yang menilai hanya sebatas bentuk ekspresi budaya populer.

Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Budi Gunawan meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan gerakan tersebut.

“Sebagai bangsa besar yang menghargai sejarah, sepatutnya kita semua menahan diri untuk tidak memprovokasi dengan simbol-simbol yang tidak relevan dengan perjuangan bangsa,” kata Budi Gunawan.

Budi juga menambahkan bahwa pemerintah mengapresiasi bentuk kreativitas masyarakat dalam berekspresi asalkan tidak melanggar batas dan mencederai simbol negara. Pihaknya memastikan pemerintah akan mengambil langkah tegas jika terdapat upaya kesengajaan dalam menyebarkan narasi itu.

“Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 24 ayat (1) menyebutkan ‘Setiap orang dilarang mengibarkan Bendera Negara di bawah bendera atau lambang apa pun’. Ini adalah upaya kita untuk melindungi martabat dan simbol negara,” tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Menurutnya fenomena tersebut perlu diwaspadai, karena pengibaran simbol bajak laut itu diduga mengandung agenda sistematis merusak persatuan.

“Kita juga mendeteksi dan juga dapat masukan dari lembaga-lembaga pengamanan intelijen, memang ada upaya-upaya namanya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Dasco.

Menurutnya, kemunculan simbol seperti bendera One Piece bukan hanya fenomena iseng, melainkan dapat menjadi alat provokasi yang membahayakan stabilitas.

“Saya mengimbau kepada seluruh anak bangsa, mari kita bersatu. Kita harus bersama-sama melawan hal-hal yang seperti itu,” ucap Dasco.

Sementara itu, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai menyatakan pemerintah berhak menindak tegas orang yang mengibarkan bendera One Piece, karena melanggar hukum sekaligus sebagai bentuk makar. Dalam KBBI, makar adalah tipu muslihat, perbuatan atau usaha untuk menjatuhkan menyerang, dan menjatuhkan pemerintahan yang sah.

“Pelarangan pengibaran bendera tersebut adalah upaya pentingnya menjaga simbol-simbol nasional sebagai wujud penghormatan terhadap negara,” jelasnya. [*]

MBG Papua Dipercepat, Pemerintah Fokus Perbaiki Gizi Anak Sekolah

Sorong – Pemerintah terus memperkuat komitmen terhadap peningkatan gizi anak-anak di wilayah Papua melalui percepatan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Di Papua Barat Daya, langkah konkret ditunjukkan dengan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan MBG yang diketuai Wakil Gubernur.

Anggota Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) Perwakilan Papua Barat Daya, Otto Ihalauw, menyebut pembentukan Satgas sebagai bukti keseriusan pemerintah menjalankan MBG.

“Setelah rapat nasional di Sentul, Gubernur dan seluruh kepala daerah langsung merealisasikannya,” ujarnya.

Otto menjelaskan, Satgas akan menjadi cikal bakal kehadiran Badan Gizi Nasional (BGN) di Papua Barat Daya. Satgas ini bertugas mengawal seluruh tahapan implementasi, termasuk penyediaan fasilitas dapur, pengadaan bahan makanan, hingga distribusi ke penerima manfaat.

“Yang paling penting adalah memastikan program berjalan sukses serta mengantisipasi potensi kekurangan pangan dan berbagai kendala lainnya,” lanjut Otto.

Saat ini, ada sekitar 22.000 penerima manfaat yang dilayani oleh 59 Satuan Pelayanan Gizi di enam kabupaten/kota di wilayah Papua Barat Daya.

Di sisi lain, sosialisasi MBG juga terus digencarkan. Di Manokwari Selatan, ratusan warga mengikuti kegiatan sosialisasi MBG yang digelar oleh BGN bersama Komisi IX DPR RI.

Anggota DPR RI, Obet Rumbruren menegaskan pentingnya MBG dalam menunjang kesehatan dan pendidikan anak-anak.

“Masyarakat tidak perlu lagi khawatir atau membuang waktu menyiapkan bekal makanan untuk anak-anak sekolah, karena makanan bergizi sudah disediakan,” kata Obet.

Ia menjelaskan bahwa MBG merupakan program inisiatif Presiden Prabowo Subianto untuk mencerdaskan generasi dari Sabang sampai Merauke.

Program MBG akan berjalan selama lima tahun dan menggunakan sistem dapur mandiri, dapur mitra, hingga dapur gede (dapur produksi besar) yang akan menyuplai makanan bergizi setiap hari ke sekolah-sekolah.

Obet juga menekankan pentingnya mengoptimalkan bahan pangan lokal dalam pelaksanaan MBG.

“Potensi rumput laut di Mansel, misalnya, dapat menjadi salah satu sumber makanan bergizi dalam program ini,” ujarnya.

Ia memastikan bahwa setiap makanan yang disajikan akan melewati prosedur pengujian ketat agar aman dan layak dikonsumsi anak-anak.

Ia pun berharap pemerintah daerah mendukung penuh pelaksanaan MBG demi terciptanya sumber daya manusia unggul di masa depan.

“Program MBG sejalan dengan visi Indonesia 2045 yang menargetkan terciptanya generasi emas,” pungkas Obet.

Dengan sinergi pusat dan daerah, program ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam upaya memberantas stunting dan malnutrisi di Papua sekaligus mendorong kemandirian pangan lokal yang berkelanjutan.

Satgas MBG Papua Barat Daya, Fondasi Kuat Menuju Generasi Sehat dan Mandiri

Oleh : Martha Wamber )*

Langkah konkret pemerintah dalam mempercepat pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Papua Barat Daya menandai fase baru pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Tanah Papua. Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan MBG yang dipimpin langsung oleh pejabat tinggi daerah menjadi indikasi bahwa program ini bukan sekadar janji, melainkan bagian integral dari strategi nasional untuk memajukan kawasan timur Indonesia melalui intervensi gizi yang terukur.

Anggota BP3OKP Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya, Otto Ihalauw, menilai bahwa kehadiran Satgas Percepatan merupakan bentuk nyata keseriusan pemerintah. Percepatan ini dilakukan menyusul tindak lanjut rapat nasional yang melibatkan para kepala daerah se-Tanah Papua. Penunjukan Wakil Gubernur sebagai Ketua Satgas Percepatan MBG menjadi sinyal kuat bahwa pelaksanaan program ini diposisikan sebagai prioritas utama pembangunan sosial di daerah.

Pembentukan Satgas tidak hanya berfungsi sebagai instrumen koordinasi, tetapi juga sebagai jembatan awal menuju kehadiran Badan Gizi Nasional (BGN) di Papua Barat Daya. Dengan keberadaan BGN, pelaksanaan MBG dapat berjalan lebih sistematis dan terintegrasi dengan berbagai lembaga lokal. Mekanisme ini memungkinkan transfer kebijakan pusat ke daerah berjalan lancar tanpa mengorbankan konteks lokal yang sangat penting dalam pengelolaan pangan.

Otto Ihalauw menekankan pentingnya Satgas sebagai pengawal pelaksanaan program, khususnya dalam fase awal. Tugas utama Satgas meliputi pengawasan terhadap penyediaan fasilitas, pemenuhan bahan makanan bergizi, dan distribusi yang tepat sasaran. Fungsi strategis ini menjadi krusial mengingat besarnya tantangan geografis dan logistik di Papua Barat Daya. Dengan pengawasan terstruktur, potensi kekurangan pangan maupun gangguan teknis lainnya dapat diminimalkan sejak dini.

Saat ini, sebanyak 22.000 penerima manfaat tercatat sebagai sasaran MBG di Papua Barat Daya. Mereka dilayani melalui 59 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di enam kabupaten dan kota. Skala ini menunjukkan besarnya cakupan program dan kompleksitas teknis yang dihadapi, sekaligus membuka ruang partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaannya.

Anggota Komisi IX DPR RI, Obet Rumbruren, mengungkapkan bahwa masyarakat Manokwari Selatan mulai merasakan dampak positif dari hadirnya MBG. Tidak hanya anak-anak yang menerima makanan bergizi secara rutin, namun keluarga secara keseluruhan merasakan ketenangan karena kebutuhan dasar anak-anak mereka dijamin negara. Penerimaan masyarakat yang positif menjadi indikator bahwa program ini mampu menjawab kekhawatiran lama terkait stunting dan malnutrisi.

MBG tidak hanya menyentuh aspek gizi, tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi lokal. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan dapur MBG membuka peluang kerja dan sirkulasi ekonomi baru di tingkat desa. Di Manokwari Selatan, dua dapur MBG yang beroperasi di Distrik Ransiki dan Oransbari melayani lebih dari 7.000 penerima manfaat. Model ini memperlihatkan bahwa pendekatan program tidak bersifat top-down, melainkan kolaboratif dan berbasis komunitas.

Lebih lanjut, Obet Rumbruren menyoroti potensi bahan pangan lokal seperti rumput laut yang dapat dimanfaatkan dalam penyusunan menu MBG. Selain nilai gizinya tinggi, integrasi bahan lokal memperkuat kedaulatan pangan daerah dan memperpendek rantai distribusi. Strategi ini juga memupuk kesadaran masyarakat akan potensi yang mereka miliki dalam memperkuat ketahanan gizi anak-anak.

Program MBG juga dirancang selaras dengan visi besar Presiden Prabowo Subianto, yakni mencetak generasi muda yang sehat, cerdas, dan berdaya saing. Program ini bukan sebatas bantuan sosial, tetapi investasi jangka panjang menuju Indonesia Emas 2045. Visi ini terefleksi dalam sistem pengawasan ketat yang memastikan keamanan dan kualitas makanan yang disajikan kepada anak-anak sekolah.

Obet Rumbruren menegaskan bahwa pengawasan gizi dan kualitas pangan dalam program ini akan dilakukan secara berlapis. Ini penting untuk memastikan bahwa MBG tidak hanya menjawab kebutuhan jangka pendek, tetapi benar-benar menjadi alat transformasi sosial yang berkelanjutan. Setiap menu yang disiapkan akan melalui proses verifikasi gizi dan uji kelayakan konsumsi.

Kunci keberhasilan MBG juga terletak pada dukungan aktif kepala daerah. Obet Rumbruren mengimbau seluruh bupati di Papua Barat untuk turut mensukseskan program ini. Peran kepala daerah tidak hanya sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai motor penggerak koordinasi lintas sektor. Dalam konteks Papua, di mana tantangan geografis dan sosial sangat khas, kepemimpinan daerah menjadi elemen sentral.

MBG di Papua Barat Daya menghadirkan model pembangunan inklusif yang menjawab kebutuhan dasar masyarakat sekaligus menggerakkan potensi lokal. Keterlibatan langsung masyarakat, pendampingan institusional melalui Satgas, serta dukungan penuh dari pemerintah pusat, menciptakan ekosistem kolaboratif yang kokoh. Program ini merefleksikan arah baru pembangunan Papua yang tidak hanya berorientasi pada infrastruktur fisik, tetapi juga investasi pada kualitas manusia.

Langkah ini patut diapresiasi sebagai bentuk nyata keberpihakan negara terhadap masyarakat di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Dengan MBG, Papua tidak hanya membangun tubuh-tubuh kecil yang sehat, tetapi juga merancang masa depan yang lebih cerah melalui generasi cerdas, kuat, dan mandiri.

)* Penulis merupakan Mahasiswa di Surabaya asal Manokwari

Berbagai Kalangan Sambut Positif Kebijakan Presiden Prabowo Soal Abolisi dan Amnesti

Jakarta – Persetujuan DPR RI terhadap usulan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti bagi Hasto Kristiyanto mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan.

Langkah ini dinilai sebagai upaya menyejukkan situasi nasional dan memenuhi rasa keadilan di tengah masyarakat.

Pengamat Politik dan Direktur Informasi dan Komunikasi GREAT Institute, Khalid Zabidi, menyebut keputusan ini sebagai bentuk komitmen Presiden Prabowo dalam membangun suasana damai.

“Presiden menunjukkan sikap kenegarawanan dan keberpihakan pada persatuan. Abolisi dan amnesti ini bukan hanya solusi hukum, tetapi juga upaya rekonsiliasi untuk meredakan ketegangan politik,” ujar Khalid.

Ia juga memuji Sufmi Dasco Ahmad yang dinilainya berperan penting di balik langkah tersebut.

“Dasco benar-benar bekerja untuk kepentingan demokrasi dan penegakan hukum,” terang Khalid.

Tom Lembong divonis dalam kasus impor gula, sementara Hasto Kristiyanto dinyatakan bersalah dalam kasus suap.

Melalui pengampunan, keduanya kini bebas dari jerat hukum.

“Presiden Prabowo fokus membangun dan menyiapkan masa depan bangsa. Keputusan ini menjadi angin segar yang menyejukkan dan diharapkan dapat memperkuat persatuan nasional,” ucap Khalid.

Pengamat komunikasi politik Universitas Pancasila, Anto Sudarto, juga melihat langkah Prabowo akan diterima positif oleh banyak pihak.

“Dengan adanya amnesti dan abolisi, Prabowo akan lebih mudah membangun komunikasi politik dengan Megawati dan kelompok masyarakat sipil nantinya,” tambah Anto.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB, Abdullah, menyatakan dukungan penuh.
.
Abdullah menyampaikan bahwa pemberian amnesti dan abolisi memiliki konsekuensi penting bagi sistem hukum nasional.

“Pemberian amnesti dan abolisi tentu memiliki dampak yang signifikan terhadap sistem hukum kita. Karena itu, prinsip-prinsip hukum seperti asas legalitas, asas praduga tak bersalah, serta asas persamaan di hadapan hukum tetap harus menjadi fondasi utama,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan substansi dari kebijakan tersebut secara lebih rinci. “Amnesti kepada Hasto Kristiyanto dapat menghentikan pelaksanaan hukuman dan memulihkan nama baik. Abolisi terhadap Thomas Lembong menghentikan proses hukum yang tengah berjalan,” jelasnya.

Abdullah menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya penghormatan terhadap langkah konstitusional Presiden.

“Selama dijalankan dalam kerangka hukum yang benar dan berpihak pada keadilan, keputusan ini perlu dihormati sebagai bagian dari kewenangan konstitusional Presiden,” pungkasnya.

Presiden Tuai Pujian atas Langkah Humanis dalam Kebijakan Hukum

Langkah Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Kebijakan ini dinilai sebagai keputusan konstitusional yang menunjukkan pendekatan humanis dalam penegakan hukum.

Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyebut keputusan tersebut sebagai langkah yang tepat.

“Pemberian amnesti dan abolisi oleh pemerintah termasuk kepada Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong adalah keputusan yang sudah tepat dan sesuai dengan konstitusi dan hukum serta konstitusi kita,” kata Habiburokhman.

Ia menjelaskan bahwa kewenangan Presiden memberikan pengampunan telah diatur dalam Pasal 14 ayat 2 UUD 1945, serta diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 11 Tahun 1954 tentang Pemberian Amnesti dan Abolisi.

Ia juga menegaskan bahwa diskusi mengenai pemberian pengampunan hukum telah lama menjadi pembahasan di DPR.

“Rata-rata setiap LP mengalami overcapacity hingga 400%. Lebih dari setengah penghuni LP kebanyakan adalah pengguna narkotika,” ungkapnya, menekankan urgensi reformasi sistem pemasyarakatan yang menjadi konteks lebih luas dari kebijakan ini.

Habiburokhman juga membantah adanya intervensi Presiden terhadap proses hukum.

“Terkait kasus Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, kami memaknai bahwa Presiden Prabowo sama sekali tidak mengintervensi kerja aparat penegak hukum, tetapi mengambil alih penyelesaian persoalan hukum maupun politik dengan cara konstitusional,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa tidak ada kerugian keuangan negara maupun keuntungan pribadi dalam kasus yang menjerat kedua tokoh tersebut.

Di sisi lain, Pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengaku baru mengetahui kabar pemberian abolisi kepada kliennya.

“Iya kita juga akan ngomong ke Pak Tom besok, pasti,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan apresiasinya terhadap langkah DPR dan pemerintah.

“Ya kita satu, mengucapkan terima kasih atas atensinya para anggota DPR. Upaya mereka itu harus kita hargai sebagai sikap untuk perbaikan, kan gitu,” katanya.

Sementara itu, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, juga memberikan pujian.

“Ini keputusan hebat dan luar biasa, juga cerdas serta tegas dari Presiden Prabowo,” tulisnya melalui akun X.

Jimly menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk pemanfaatan kewenangan konstitusional secara strategis.

“Kita mesti apresiasi juga mereka yang punya ide dan inisiatif untuk usulkan amnesti juga abolisi yang sangat jarang diterapkan dalam praktik, padahal Presiden berwenang untuk memberikan dengan pertimbangan DPR,” tandasnya.

Kebijakan Amnesti dan Abolisi Presiden Cerminkan Keberanian dan Kebijaksanaan

Oleh: Rayyan Fadhil )*

Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti dan abolisi terhadap dua tokoh nasional, Hasto Kristiyanto dan Thomas Lembong, mendapat respons positif dari berbagai pihak. Langkah ini dianggap sebagai wujud nyata keberanian dalam kepemimpinan dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan hukum di tengah tantangan politik dan hukum nasional.

Kebijakan tersebut dinilai sebagai bukti kuat bahwa kepala negara mampu mengedepankan semangat rekonsiliasi serta menjunjung tinggi nilai-nilai konstitusi. Melalui amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan dan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Presiden dinilai berhasil menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan kepentingan nasional yang lebih luas.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, menyampaikan apresiasi terhadap keputusan tersebut. Menurutnya, langkah Presiden merupakan bentuk kepemimpinan yang tidak ingin terjebak pada kegaduhan politik yang tidak produktif. Ia menilai kebijakan ini merupakan upaya Presiden menjaga stabilitas nasional dan mendorong arah pembangunan yang damai dan progresif.

Ahmad Sahroni juga menekankan bahwa pemberian abolisi terhadap Thomas Lembong bukan sekadar respons hukum, melainkan juga strategi politik kenegaraan yang matang. Ia menyatakan bahwa Presiden memahami urgensi menjaga suasana kondusif demi kelangsungan agenda-agenda penting negara, tanpa harus mengabaikan proses yudisial yang telah berjalan sebelumnya.

Langkah serupa disampaikan oleh Anggota Komisi XIII DPR RI, Yanuar Arif Wibowo. Ia menilai bahwa keputusan Presiden merupakan bukti kenegarawanan yang mengedepankan pandangan jernih atas persoalan hukum yang menjerat dua tokoh tersebut. Menurutnya, tidak ada intervensi dalam proses hukum, karena keputusan diambil setelah seluruh prosedur peradilan dijalani dan dinyatakan selesai.

Yanuar Arif Wibowo juga menggarisbawahi peran penting Kementerian Hukum dan HAM serta DPR RI yang secara sigap menanggapi dan menyetujui usulan pemberian amnesti dan abolisi. Menurutnya, ini mencerminkan kolaborasi kuat antara lembaga negara dalam mendukung arah kebijakan presiden yang berlandaskan konstitusi.

Ia menambahkan bahwa keputusan ini menjadi cerminan bagaimana negara dapat bersikap adil, rasional, dan humanis. Pemerintah, kata dia, tidak hanya berpikir soal penegakan hukum, tetapi juga memperhatikan dampak sosial dan politik dari suatu keputusan, terutama dalam kasus-kasus yang mendapat perhatian luas dari masyarakat.

Pemberian abolisi dan amnesti menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan RI semakin menegaskan pesan moral di balik keputusan tersebut. Menurut Yanuar, momen ini memberi makna tambahan terhadap semangat rekonsiliasi dan persatuan nasional, di mana Presiden menggunakan hak konstitusionalnya demi menjaga keutuhan bangsa.

Mantan Hakim Mahkamah, Konstitusi Jimly Asshiddiqie, juga memberikan tanggapan positif. Ia melihat langkah Presiden sebagai bentuk penggunaan kewenangan konstitusional yang sah dan strategis. Jimly menilai, keputusan ini tidak hanya menunjukkan ketegasan, tetapi juga kecerdasan dalam membaca situasi politik dan hukum secara objektif.

Jimly Asshiddiqie menyebut bahwa pemberian pengampunan dalam bentuk abolisi dan amnesti memang jarang digunakan, namun tetap berada dalam koridor hukum. Ia menilai keputusan ini akan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem hukum nasional, sekaligus menjadi preseden baik dalam tata kelola kenegaraan.

Dalam kasus Thomas Lembong, pengadilan menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak menikmati keuntungan pribadi dari kebijakan importasi gula yang dipersoalkan. Meski tetap divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara serta denda, proses pemberian abolisi menunjukkan bahwa negara memiliki mekanisme korektif yang adil melalui jalur konstitusional.

Sementara itu, dalam perkara Hasto Kristiyanto, terdapat fakta hukum mengenai keterlibatan dalam pemberian dana untuk operasi politik yang dinyatakan melanggar aturan. Namun, setelah proses peradilan selesai, Presiden menggunakan kewenangannya untuk menghapus seluruh konsekuensi hukum, sejalan dengan semangat keadilan restoratif.

Secara hukum, abolisi dan amnesti memiliki perbedaan yang mendasar. Abolisi menghapuskan peristiwa pidana, sedangkan amnesti menghapuskan akibat hukum dari suatu tindak pidana. Dalam konteks ini, keputusan terhadap Tom Lembong menghilangkan dakwaan, sedangkan keputusan terhadap Hasto menghapus dampak hukum dari vonis yang telah dijatuhkan.

Kedua pengampunan itu telah melalui proses formal melalui Surat Presiden yang diajukan ke DPR. Abolisi terhadap Tom Lembong tertuang dalam Surat Presiden Nomor R43/Pres/30 Juli 2025, sementara amnesti terhadap Hasto tercantum dalam Nomor 42/Pres/07/2025. Keduanya disetujui DPR dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan, politik, dan stabilitas nasional.

Keputusan ini menunjukkan bahwa Presiden tidak semata-mata memprioritaskan aspek politik dalam masa pemerintahannya, melainkan juga menjadikan prinsip-prinsip konstitusional sebagai dasar dalam menyelesaikan persoalan hukum. Ini mencerminkan cara pandang yang lebih luas, yakni bagaimana hukum berfungsi untuk keadilan, bukan sekadar hukuman.

Melalui langkah ini, pemerintah dinilai hadir secara penuh untuk membuktikan bahwa hukum dan kemanusiaan dapat berjalan berdampingan. Dengan tetap menjaga supremasi hukum, negara juga menunjukkan kepedulian terhadap kondisi sosial-politik masyarakat, terutama ketika kasus menyentuh tokoh yang punya kontribusi dalam kehidupan publik.

Kebijakan pengampunan ini tidak hanya berdampak pada dua orang terpidana, tetapi juga menjadi simbol bahwa pemerintahan saat ini mampu menyikapi persoalan dengan cara berdaulat dan terukur. Presiden Prabowo menampilkan sikap kenegarawanan yang tidak reaksioner, melainkan penuh pertimbangan dan tanggung jawab konstitusional.

)* Pemerhati Kebijakan Publik

Kebijakan Pengampunan Presiden Mencerminkan Keadilan Restoratif

Oleh: Rania Zhafira )*

Kebijakan pengampunan yang diambil Presiden Prabowo Subianto terhadap dua tokoh nasional, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, menuai dukungan dari sejumlah pihak yang menilai langkah tersebut sebagai bentuk nyata keadilan restoratif. Melalui mekanisme konstitusional, Presiden mengajukan surat resmi kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk memberikan amnesti kepada Hasto dan abolisi kepada Tom. Langkah ini dinilai sebagai manifestasi dari prinsip penyelesaian perkara yang lebih berkeadilan dan menyeluruh.

Amnesti kepada Hasto diberikan setelah adanya putusan hukum tetap, sedangkan abolisi terhadap Tom diberikan saat proses hukum masih berlangsung. Keduanya merupakan bentuk pengampunan yang diberikan dalam kerangka konstitusi dan telah melalui persetujuan lembaga legislatif. Kebijakan ini dipahami sebagai upaya Presiden untuk menuntaskan persoalan hukum yang dinilai lebih banyak bermuatan politis, bukan semata persoalan pidana.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai bahwa amnesti dan abolisi adalah kewenangan sah yang dimiliki oleh Presiden. Ia menjelaskan bahwa amnesti adalah pemafaan terhadap hukuman setelah vonis inkrah, sementara abolisi adalah penghentian proses hukum yang sedang berjalan. Dalam dua kasus ini, Presiden dinilai telah menggunakan keduanya secara tepat sesuai konteks hukum masing-masing.

Menurut Abdul Fickar, pengampunan ini bukan semata soal hukum, tetapi menjadi bagian dari rekonsiliasi nasional yang lebih luas. Ia memandang bahwa keputusan Presiden perlu dipahami dalam konteks menjaga keutuhan bangsa dan meredam ketegangan politik yang tidak produktif. Dengan memberhentikan proses hukum yang dinilai memiliki muatan politis, pemerintah dianggap menunjukkan komitmennya terhadap keadilan yang lebih substansial.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan bahwa lembaganya telah menerima dan memberikan persetujuan atas surat Presiden terkait amnesti dan abolisi tersebut. Surat bernomor R43/Pres/072025 yang diajukan Presiden untuk memberikan abolisi kepada Tom Lembong, serta surat nomor 42/Pres/072025 untuk memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan lebih dari seribu warga lainnya, telah dibahas dan disetujui oleh DPR. Persetujuan ini menunjukkan bahwa kebijakan pengampunan bukan keputusan sepihak, tetapi merupakan hasil mekanisme konstitusional yang melibatkan cabang kekuasaan negara lainnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengapresiasi langkah Presiden dalam memberikan abolisi kepada Tom Lembong. Ia menilai keputusan ini sebagai bentuk nyata perhatian Presiden terhadap stabilitas politik nasional. Menurutnya, dengan menghentikan proses hukum terhadap tokoh-tokoh yang kasusnya kental dengan nuansa politis, pemerintah sedang berupaya menciptakan suasana yang lebih kondusif bagi pembangunan bangsa.

Ahmad Sahroni juga menilai bahwa kebijakan ini mencerminkan komitmen Presiden untuk menghindari kegaduhan politik yang tidak perlu. Di tengah tantangan besar yang sedang dihadapi negara, ia melihat langkah ini sebagai bentuk keberanian politik untuk memprioritaskan isu-isu strategis ketimbang mempertahankan konflik yang berkepanjangan. Menurutnya, Presiden tengah menunjukkan kepemimpinan yang berorientasi pada kemaslahatan publik dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, kebijakan ini juga mencerminkan pemahaman Presiden terhadap prinsip-prinsip dasar konstitusi. Dengan memanfaatkan hak prerogatif secara tepat dan proporsional, Presiden menunjukkan bahwa hukum dapat berjalan beriringan dengan politik kebangsaan yang sehat. Keputusan ini pun dinilai sebagai respons yang tepat terhadap situasi nasional yang memerlukan pendekatan rekonsiliasi.

Langkah ini juga memperlihatkan bahwa sistem hukum Indonesia tetap terbuka terhadap penyelesaian alternatif, selama tetap berada dalam kerangka hukum yang sah. Dalam praktiknya, pendekatan restoratif menjadi semakin relevan, terutama dalam kasus-kasus yang menyangkut tokoh publik dan berdampak luas terhadap stabilitas politik. Oleh karena itu, kebijakan pengampunan ini dianggap sebagai instrumen penting untuk meredam eskalasi ketegangan dan memperkuat semangat persatuan nasional.

Pemerintah juga menunjukkan bahwa pemberian pengampunan bukan bentuk pembiaran terhadap pelanggaran hukum, melainkan strategi penyelesaian yang mempertimbangkan banyak aspek, termasuk kepentingan bangsa secara keseluruhan. Pendekatan semacam ini menunjukkan bahwa keadilan bukan sekadar menegakkan hukum secara kaku, tetapi juga menyentuh sisi kemanusiaan dan politik kebangsaan.

Dengan kebijakan ini, Presiden Prabowo Subianto telah memperlihatkan bahwa ia tidak hanya bertindak sebagai kepala pemerintahan, tetapi juga sebagai pemimpin yang memahami nuansa sosial dan dinamika politik. Ia dinilai mampu mengambil keputusan dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap stabilitas dan keharmonisan bangsa.

Keputusan memberikan amnesti dan abolisi ini pun menjadi refleksi dari model kepemimpinan yang tegas namun bijaksana. Melalui prosedur yang sah dan legitimasi dari DPR, Presiden menunjukkan bahwa negara mampu menjalankan fungsi hukumnya tanpa mengabaikan kebutuhan rekonsiliasi. Hal ini diharapkan menjadi landasan bagi langkah-langkah berikutnya dalam membangun pemerintahan yang kuat, inklusif, dan berkeadilan.

Kebijakan pengampunan ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki ruang untuk menyelesaikan ketegangan melalui jalan hukum yang konstruktif. Dengan tetap menjunjung tinggi prinsip konstitusi, Presiden telah memberikan teladan bahwa kepemimpinan tidak selalu harus berwujud penindakan, tetapi juga mampu hadir dalam bentuk pengampunan yang mengedepankan masa depan bersama.

)* Pengamat Kebijakan publik

Jangan Terprovokasi, Pengibaran Bendera One Piece Bisa Picu Disintegrasi Bangsa

JAKARTA – Pengibaran bendera bajak laut ala anime One Piece jelang momentum peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 mengundang perhatian serius dari sejumlah tokoh nasional.

Fenomena tersebut dinilai bisa memicu provokasi dan bahkan mengarah pada disintegrasi bangsa, jika tidak segera ditanggapi secara bijak dan proporsional.

Menanggapi adanya fenomena pengibaran bendera One Piece, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa sejumlah lembaga intelijen telah melaporkan dugaan adanya upaya sistematis untuk memecah belah bangsa melalui simbol-simbol non-negara.

“Kita juga mendeteksi dan juga dapat masukan dari lembaga-lembaga pengamanan intelijen, memang ada upaya-upaya namanya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Dasco saat ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025) malam.

Menurutnya, pengibaran simbol-simbol seperti Jolly Roger, yang merupakan bendera bajak laut dalam serial One Piece tersebut, sama sekali tidak bisa dianggap sebagai sekadar tren atau hiburan semata.

Kemunculannya yang masif, bahkan pada saat momentum sakral menjelang perayaan 17 Agustus dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang tidak menginginkan Indonesia untuk terus bisa maju.

“Ya banyak juga ternyata yang tidak ingin bangsa Indonesia maju ke depan,” tegas Dasco.

Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Golkar MPR, Firman Soebagyo menilai bahwa fenomena tersebut sebagai tindakan yang sangat provokatif.

Ia menyebut bahwa pengibaran bendera One Piece itu sebagai simbol makar yang sama sekali tidak bisa ditoleransi lagi oleh berbagai pihak.

“Jelas ini adalah melakukan bagian provokasi kemudian yang akan merugikan bangsa dan negara. Ini enggak boleh,” ujarnya.

Firman juga meminta kepada seluruh aparat keamanan untuk sesegera mungkin dapat menindak tegas para pelaku dan kemudian menggali terkait motif di balik tindakan tersebut sebenarnya apa.

Di sisi lain, Sosiolog Universitas Parahyangan, Garlika Martanegara, menyatakan bahwa fenomena tersebut juga sama saja mencerminkan bagaimana rendahnya tingkat literasi digital serta lunturnya rasa nasionalisme yang terjadi di kalangan masyarakat sekarang ini.

“Namanya sosmed, itu kadang potongan-potongan berita yang enggak jelas, terus juga ya maaf, entah dari mana sumbernya,” kata Garlika.

Ia menilai bahwa masyarakat perlu dengan jauh lebih cermat dalam menanggapi seluruh tren di media sosial, apalagi jika hal tersebut berpotensi menurunkan makna perjuangan kemerdekaan. (*)