Sinergis dengan Tim Pengawas Haji, Pemerintah Berikan Layanan Terbaik untuk Jamaah

Jakarta – Pemerintah terus memperkuat sinergi dengan Tim Pengawas Haji untuk memberikan layanan terbaik bagi jamaah haji di tahun ini. Langkah strategis ini menjadi wujud komitmen pemerintah dalam memastikan setiap jamaah haji mendapatkan pelayanan yang aman, nyaman, dan sesuai dengan harapan selama menjalankan ibadah.

Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Khairunas menyampaikan optimisme bahwa haji tahun ini dapat terselenggara dengan baik melalui kerja sama lintas kementerian dan lembaga.

“Alhamdulillah seluruh tim pengawas dari berbagai instansi telah hadir dan memastikan penyelenggaraan haji tahun ini berjalan sukses,” ujar Khairunas.

Khairunas mengungkapkan bahwa tahun ini terdapat tantangan baru dalam bentuk pengelolaan haji oleh delapan syarikah (perusahaan penyedia layanan haji) yang berbeda. Kondisi ini menuntut adanya adaptasi cepat dalam koordinasi dan pengawasan.

“Tahun ini penyelenggaraan haji disediakan oleh 8 Syarikah sehingga harus ada adaptasi dalam penyelenggaraan haji,” tambahnya.

Khairunas menegaskan pentingnya sinergi antarlembaga untuk memastikan setiap jemaah haji Indonesia mendapat pelayanan optimal dan sesuai standar.

“Kita harapkan seluruh tim pengawas dapat bersinergi agar semua jemaah haji dapat dilayani dengan baik,” lanjutnya.

Melalui koordinasi yang erat, proses pengawasan dan pelayanan haji dilakukan secara terintegrasi dan transparan.

Sementara itu, Anggota Tim Pengawas Haji DPR RI, Ina Ammania mengatakan pengawasan difokuskan pada layanan pemondokan, konsumsi, transportasi, serta sistem aplikasi Nusuk.

“Kami ingin memastikan apakah layanan yang diterima jemaah sesuai kontrak dan kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan syarikah,” ujarnya.

Ina juga meminta Kementerian Agama agar segera menyelesaikan berbagai kendala teknis layanan, agar tidak mengganggu kekhusyukan ibadah dan keselamatan jemaah, apalagi menjelang puncak ibadah haji di Arafah.

“Angka kematian ini menjadi alarm serius. Kondisi kesehatan jemaah harus menjadi prioritas utama,” pungkas Ina.

Sinergi yang kuat antara pemerintah dan Tim Pengawas Haji ini menjadi bukti nyata komitmen dalam menjaga kualitas pelayanan dan keselamatan jamaah haji. Pemerintah terus berupaya meningkatkan layanan agar ibadah haji tahun ini menjadi momentum spiritual yang berkesan dan bermakna bagi jamaah.

Lawan OPM, Jaga Kedaulatan Bangsa

Oleh: Melania Kobogau*

Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar. Di tengah semangat pembangunan, persatuan, dan pelayanan publik yang semakin ditingkatkan di Papua, masih ada kelompok yang dengan sadar memilih jalan kekerasan dan pengkhianatan terhadap bangsa. OPM sebagai pelaku kejahatan yang secara terbuka menantang kedaulatan negara dan mengancam keselamatan rakyat sipil.

Tindakan brutal yang dilakukan oleh kelompok ini, seperti penembakan terhadap anggota kepolisian, bukanlah sekadar insiden kriminal biasa. Ini adalah bentuk penyerangan terhadap simbol negara dan supremasi hukum. Korban, yang saat itu baru saja mengantar korban kecelakaan ke rumah sakit, menjadi target kekejaman bersenjata dari kelompok yang tidak memiliki legitimasi apa pun di mata hukum dan konstitusi.

Bupati Jayawijaya, Atenius Murip, dengan tegas mengecam aksi kekerasan tersebut. Menurutnya, Wamena adalah daerah pendidikan, pembangunan, dan pelayanan publik. Tindakan kelompok separatis seperti OPM tidak hanya menciptakan rasa takut, tetapi juga mengganggu tatanan kehidupan masyarakat yang selama ini menginginkan kedamaian. Karena itu, pemerintah daerah bersama aparat keamanan akan mengambil langkah tegas dan tidak memberi ruang sedikit pun bagi mereka yang merusak ketertiban.

Kekerasan bersenjata yang dilakukan OPM tidak dapat dibenarkan dalam alasan apa pun. Mereka menyusup ke kampung-kampung, membawa senjata, dan mengintimidasi warga. Mereka tidak memperjuangkan rakyat Papua, melainkan memperalat rakyat untuk tujuan destruktif yang justru menjauhkan Papua dari kemajuan.

Dalam konteks negara, tindakan kelompok separatis seperti OPM merupakan bentuk ancaman serius terhadap kedaulatan nasional. Mereka telah secara terang-terangan memusuhi negara, menolak ide persatuan, dan memaksakan kehendak melalui kekerasan. Kita tidak bisa terus membiarkan kelompok ini karena mereka terus menjadi penyebab keterbelakangan dan penderitaan masyarakat.

Kepala Operasi Damai Cartenz, Brigadir Jenderal Faizal Ramadhani, menegaskan bahwa aksi penembakan terhadap aparat adalah tindakan kriminal yang keji. Ini menegaskan bahwa pendekatan hukum terhadap OPM harus dilakukan secara konsisten dan tuntas. Tidak boleh ada toleransi terhadap siapa pun yang mencoba merongrong kedaulatan negara dengan senjata.

Selain penegakan hukum, pendekatan pengamanan wilayah pun diperkuat. TNI, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Penerangan Kodam Cenderawasih Kolonel Infanteri Candra Kurniawan, akan rutin melakukan patroli bersama Polri. Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat Papua, terutama di daerah rawan yang menjadi sasaran penyusupan kelompok separatis. Komandan Kodim 1702/Jayawijaya, Letnan Kolonel Reza Mamoribo, juga menegaskan bahwa TNI akan mendukung penuh upaya pengamanan dan menjaga kondusifitas wilayah.

Tidak hanya di Wamena, situasi di Yahukimo pun mendapat perhatian. Kepolisian melalui Satgas Ops Damai Cartenz sedang menyelidiki insiden pembacokan yang diklaim dilakukan oleh kelompok separatis. “Meskipun terdapat klaim, aparat tetap bertindak berdasarkan bukti kuat dan prosedur hukum demi menegakkan keadilan dan menjaga kedaulatan negara. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa semua bentuk tindakan yang mengarah pada separatisme bersenjata harus dianggap sebagai ancaman terhadap negara dan ditindak sesuai hukum.

Kita juga harus menyadari bahwa kelompok seperti OPM kerap memanfaatkan propaganda untuk membelokkan opini publik. Mereka menyebarkan informasi sepihak untuk membenarkan tindakan kekerasan dan seolah-olah bertindak atas nama rakyat Papua. Padahal, dalam realitasnya, rakyat Papua tidak pernah memberi mandat kepada kelompok separatis bersenjata untuk mewakili mereka. Masyarakat Papua justru ingin hidup damai, mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan mendapat perlindungan dari negara. Mereka ingin berkembang sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menegakkan kedaulatan di setiap jengkal wilayahnya. Tidak boleh ada celah yang dibiarkan untuk kelompok separatis yang terus merongrong keamanan nasional. Pemerintah, TNI-Polri, dan seluruh elemen masyarakat harus bersatu melawan segala bentuk upaya separatisme yang menyesatkan dan merusak.

Tindakan OPM selama ini bukan hanya menciptakan penderitaan, tetapi juga telah menjadi penghambat utama pembangunan di Papua. Ketika proyek infrastruktur, pelayanan kesehatan, dan pendidikan diganggu oleh kekerasan, maka yang dirugikan adalah masyarakat sendiri. Oleh karena itu, kita semua harus menyatakan sikap dengan tegas: separatisme tidak memiliki tempat di bumi Indonesia.

Papua adalah bagian sah dari Republik Indonesia. Kedaulatan atas wilayah ini dijamin oleh konstitusi, diperjuangkan oleh para pendiri bangsa, dan dilindungi oleh hukum nasional serta internasional. Tidak ada alasan untuk membiarkan sekelompok orang bersenjata merusak persatuan yang telah dibangun dengan susah payah.

Kini saatnya untuk memperkuat semangat kebangsaan di Papua. Pemerintah harus terus hadir, bukan hanya dengan kekuatan hukum dan keamanan, tetapi juga dengan kesejahteraan, pendidikan, dan keadilan. Dalam waktu yang sama, seluruh tindakan separatisme harus dilawan dengan tegas dan tanpa kompromi. Karena menjaga kedaulatan negara bukan hanya tugas pemerintah, tetapi panggilan seluruh anak bangsa.

*Penulis merupakan kontributor media lokal Papua

Masyarakat Tegas Tolak Teror dan Provokasi OPM

Oleh : Martha Wenda )*

Dalam perjalanan panjang menuju kesejahteraan dan stabilitas di Papua, masyarakat semakin menunjukkan sikap tegas menolak kekerasan yang selama ini mencederai kehidupan sehari-hari. Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang kerap menggunakan cara-cara kekerasan dan provokasi, kini semakin kehilangan pijakan dalam hati rakyat Papua sendiri. Transformasi sosial dan perubahan pola pikir masyarakat menjadi faktor utama yang melandasi penolakan tersebut.

Berkembangnya akses informasi dan pendidikan di wilayah Papua membuka ruang bagi masyarakat untuk melihat persoalan dari perspektif yang lebih rasional dan humanis. Berbeda dengan masa lalu ketika propaganda kekerasan sering dianggap sebagai jalan keluar, kini masyarakat lebih memahami bahwa kekerasan hanya menimbulkan kerugian, bukan solusi. Kesadaran tersebut menjadi modal kuat dalam menolak narasi-narasi destruktif yang selama ini diusung kelompok separatis.

Tidak hanya itu, keterlibatan aktif pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan pelayanan publik membawa perubahan signifikan. Ketika kebutuhan dasar terpenuhi dan harapan akan masa depan yang lebih baik mulai terasa nyata, ruang untuk ideologi kekerasan menjadi semakin sempit. Masyarakat mulai menempatkan prioritas pada kesejahteraan dan perdamaian yang berkelanjutan. Hal ini tercermin dari peningkatan partisipasi warga dalam kegiatan pembangunan dan peningkatan kualitas hidup secara menyeluruh.

Keterlibatan tokoh adat dan tokoh masyarakat dalam proses ini juga menjadi pilar penting. Kepemimpinan yang mengedepankan dialog dan kearifan lokal berhasil menjembatani perbedaan dan menyatukan berbagai elemen dalam masyarakat. Yulianus Magai, tokoh adat dari Kabupaten Jayawijaya, menyampaikan kekecewaannya atas tindakan brutal OPM yang terus-menerus menebar ketakutan.

Ia menyatakan bahwa masyarakat sudah sangat bosan dengan provokasi yang terus-menerus datang dari OPM, yang mengklaim perjuangan tetapi kenyataannya justru melakukan kekerasan, pembakaran, dan menimbulkan ketakutan yang tidak bisa disebut sebagai perjuangan melainkan penjajahan atas rakyat sendiri.

Contoh konkret dari proses harmonisasi ini dapat dilihat di berbagai kampung yang sebelumnya sering menjadi medan konflik. Di tempat-tempat tersebut, interaksi positif antara aparat keamanan dan warga berlangsung secara intensif dan penuh kehangatan. Kegiatan bersama, seperti ibadah bersama atau gotong royong, menjadi sarana mempererat hubungan sosial sekaligus membangun kepercayaan.

Salah satu lokasi yang mencerminkan harmoni tersebut adalah Kampung Eronggobak, Distrik Omukia. Di sana, hubungan erat terjalin antara prajurit TNI dan masyarakat setempat. Ibadah bersama yang rutin diadakan setiap hari Minggu, yang dipimpin oleh Pratu Jitro dari Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti, menjadi simbol kemanunggalan dan persatuan antara aparat dan warga.

Menurut Mayjen TNI Lucky Avianto, Pangkoops Habema, kehadiran TNI di Papua tidak hanya sekadar menjalankan tugas keamanan, melainkan juga membangun relasi sosial yang harmonis. Ia menjelaskan bahwa para prajurit TNI tidak hanya bertugas menjaga kedaulatan negara, tetapi juga menjadi bagian dari keluarga besar masyarakat Papua. Kegiatan-kegiatan seperti yang berlangsung di Eronggobak tersebut menjadi bukti nyata bagaimana kasih dan persaudaraan mampu melampaui segala batas dan menyatukan semua pihak.

Keberhasilan ini tidak lepas dari pendekatan humanis yang dijalankan pemerintah dalam merangkul masyarakat Papua. Program-program pembangunan yang mengedepankan kearifan lokal dan kolaborasi antara tokoh masyarakat, tokoh agama, serta aparat keamanan terbukti efektif menekan pengaruh destruktif yang selama ini diperjuangkan oleh OPM.

Dr. Frans Makabori, pengamat politik dari Universitas Cenderawasih, memandang bahwa menurunnya pengaruh OPM merupakan hasil nyata dari transformasi sosial yang tengah berlangsung. Ia mengemukakan bahwa akses informasi, pendidikan, serta semakin kuatnya kehadiran negara melalui pembangunan membuat masyarakat Papua menjadi lebih sadar dan berpikir rasional, sehingga masyarakat tidak lagi mudah terprovokasi oleh narasi lama yang terus diulang oleh OPM.

Perubahan sikap masyarakat ini menegaskan bahwa kekerasan tidak pernah menjadi solusi bagi persoalan yang kompleks dan berakar dalam sejarah panjang. Penolakan masyarakat Papua terhadap kekerasan yang diusung oleh OPM menjadi bukti kematangan politik dan sosial masyarakat tersebut. Pilihan masyarakat yang lebih mengutamakan jalur pembangunan dan dialog dinilai sebagai sarana utama mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.

Dukungan luas yang kini menguat dari masyarakat terhadap perdamaian dan pembangunan memberikan harapan besar bagi masa depan Papua yang lebih baik. Upaya berkelanjutan dalam memperkuat pendidikan, membangun infrastruktur, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus terus dijaga dan dikawal.

Melihat perkembangan ini, keberhasilan menepis narasi kekerasan dan memperkuat perdamaian bukan hanya sebuah kemenangan pemerintah atau aparat keamanan, tetapi juga kemenangan masyarakat Papua itu sendiri. Masyarakat telah menunjukkan sikap kritis dan konstruktif dengan menolak kekerasan demi masa depan yang damai, harmonis, dan sejahtera.

Momentum positif ini perlu terus dijaga dengan pendekatan inklusif dan humanis yang menghormati nilai-nilai budaya serta aspirasi masyarakat. Kesadaran kolektif yang menolak kekerasan harus menjadi pondasi kuat untuk membangun Papua yang damai dan berdaya saing. Sinergi bersama antara masyarakat, tokoh adat, pemerintah, dan aparat keamanan menjadi sangat penting demi mewujudkan masa depan yang layak bagi seluruh rakyat Papua.

)* Penulis merupakan mahasiswa asal Papua di Manado

OPM Kehilangan Dukungan, Masyarakat Papua Tolak Kekerasan dan Pilih Perdamaian

Jayawijaya – Upaya provokatif yang terus dilancarkan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) kian kehilangan gaungnya. Masyarakat Papua kini semakin sadar bahwa jalan kekerasan bukanlah solusi. Kesadaran kolektif ini terlihat dari semakin kuatnya penolakan terhadap aksi-aksi separatis OPM yang selama ini justru menebar ketakutan dan penderitaan.

Tokoh Adat dari Kabupaten Jayawijaya, Yulianus Magai mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan brutal yang dilakukan oleh OPM.

“Kami sudah bosan dengan provokasi yang terus-menerus datang dari OPM. Mereka bicara soal perjuangan, tapi yang kami lihat adalah kekerasan, pembakaran, dan ketakutan. Itu bukan perjuangan, itu penjajahan atas rakyat sendiri,” tegasnya.

Di wilayah-wilayah yang sebelumnya berada dalam pengaruh OPM, partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pelayanan publik kini meningkat drastis. Sejumlah kepala suku bahkan telah menyatakan komitmen terbuka untuk mendukung langkah pemerintah dan aparat keamanan dalam menciptakan Papua yang damai dan sejahtera.

Pengamat Politik dari Universitas Cenderawasih, Dr. Frans Makabori, menyebut menurunnya pengaruh OPM sebagai hasil nyata dari transformasi sosial yang sedang terjadi.

“Akses informasi, pendidikan, serta semakin kuatnya kehadiran negara melalui pembangunan, membuat masyarakat lebih sadar dan berpikir rasional. Mereka tidak lagi mudah terprovokasi oleh narasi lama yang terus diulang oleh OPM,” jelasnya.

Langkah pemerintah dalam mengedepankan pendekatan humanis pun membuahkan hasil. Program-program pembangunan yang mengutamakan kearifan lokal dan kolaborasi antara tokoh masyarakat, tokoh agama, serta aparat keamanan terbukti efektif dalam meredam pengaruh destruktif OPM.

Salah satu contoh nyata terlihat di Kampung Eronggobak, Distrik Omukia, di mana hubungan harmonis terjalin erat antara prajurit TNI dan warga. Setiap hari Minggu di kampung tersebut diisi dengan ibadah bersama yang dipimpin oleh Pratu Jitro dari Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti. Momen ini menjadi lambang persatuan yang menyatukan prajurit dan masyarakat dalam doa dan kasih.

“Ini adalah bentuk kemanunggalan TNI dengan rakyat,” kata Pangkoops Habema, Mayjen TNI Lucky Avianto.

Ia menambahkan bahwa keberadaan TNI di Papua bukan semata menjalankan tugas keamanan, melainkan juga membangun relasi sosial yang harmonis.

“Para prajurit kita tidak hanya menjaga kedaulatan, tetapi juga menjadi bagian dari keluarga besar masyarakat Papua. Kegiatan seperti yang ada di Eronggobak ini menunjukkan bagaimana kasih dan persaudaraan bisa melampaui segala batas dan menyatukan kita semua,” tutupnya.

Situasi Terkendali, TNI-Polri Pastikan Wamena Aman Pasca Aksi OPM

Papua Pegunungan — Kondisi keamanan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, dipastikan tetap terkendali pasca aksi penembakan yang dilakukan kelompok separatis bersenjata dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada Rabu malam, 28 Mei 2025, di depan RSUD Wamena.

Menanggapi peristiwa itu, aparat TNI dan Polri bergerak cepat untuk memastikan situasi tetap aman dan kondusif. Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Kolonel Infanteri Candra Kurniawan, menyatakan bahwa TNI akan melakukan patroli rutin bersama Polri di wilayah Wamena.

Langkah tersebut merupakan bagian dari komitmen menjaga stabilitas keamanan di tengah masyarakat serta mencegah potensi gangguan lanjutan.

“Kami telah melaksanakan rapat koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Jayawijaya dan unsur Forkopimda lainnya pada 29 Mei lalu untuk memperkuat sinergi lintas sektor dalam menjaga kondusifitas daerah,” ujar Kolonel Candra.

Ia menegaskan bahwa kehadiran aparat di lapangan adalah bentuk nyata perlindungan negara demi menjamin keamanan seluruh masyarakat.

Komitmen yang sama disampaikan Komandan Kodim 1702/Jayawijaya, Letnan Kolonel Reza Mamoribo. Ia menegaskan bahwa TNI sepenuhnya mendukung upaya pengamanan wilayah dan akan terus bersinergi dengan Polres Jayawijaya untuk memastikan ketertiban umum tetap terjaga. Reza juga menegaskan bahwa pihaknya akan proaktif dalam membantu pelaksanaan program pembangunan daerah.

“Segala bentuk ancaman akan sedini mungkin kami cegah, sehingga tercipta rasa aman di tengah masyarakat,” tegas Reza dalam keterangannya. Ia menyebut dukungan terhadap pemerintah daerah adalah bagian dari tanggung jawab TNI dalam menjaga stabilitas wilayah demi kesejahteraan masyarakat Papua.

Sementara itu, Kepala Operasi Damai Cartenz, Brigadir Jenderal Faizal Ramadhani, menyesalkan aksi penembakan yang disebutnya sebagai tindakan kriminal keji dan tidak berperikemanusiaan. Ia memastikan bahwa pelaku akan segera diburu dan diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku.

“Kami tidak akan tinggal diam. Penegakan hukum terhadap pelaku akan menjadi prioritas,” ujar Faizal. Ia juga mengajak masyarakat untuk tetap tenang, tidak terprovokasi, serta mempercayakan penanganan kasus ini sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.

TNI dan Polri terus memperkuat patroli dan pemantauan wilayah demi menjamin stabilitas keamanan jangka panjang. Kehadiran negara melalui aparatnya diyakini mampu mengembalikan rasa aman masyarakat dan mencegah ruang gerak kelompok bersenjata yang kerap menebar teror di wilayah pegunungan Papua. ()

Program MBG Catatkan Prestasi Gemilang, Pemerintah Daerah Berlomba Sediakan Lahan

Oleh: Esti Kumalasari )*

Pemerintah melalui Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menunjukkan komitmen kuat dalam menciptakan generasi masa depan yang sehat dan berkualitas. Namun, sebagaimana program strategis nasional lainnya, pelaksanaan MBG tidak hanya membutuhkan semangat dan regulasi, tetapi juga kesiapan infrastruktur di tingkat daerah, terutama dalam hal penyediaan lahan untuk mendukung berdirinya Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Dalam konteks inilah, penyediaan lahan menjadi titik krusial bagi percepatan keberhasilan program MBG.

Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komjen Pol Tomsi Tohir, menegaskan pentingnya partisipasi aktif seluruh pemerintah daerah (Pemda) dalam mempercepat proses identifikasi dan penyediaan lahan. Menurutnya, percepatan pengumpulan data lahan sangat penting agar pelaksanaan program MBG di berbagai daerah dapat segera terealisasi secara merata. Dari data tersebut akan dicek mana lahan yang layak dan mana yang tidak layak untuk kemudian diserahkan ke Badan Gizi Nasional (BGN).

Pernyataan tersebut menggambarkan adanya sistem kerja yang sistematis, terukur, dan terkoordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah tidak hanya berhenti pada pengumuman program, tetapi juga membangun ekosistem implementasi yang kuat. Penekanan pada kualitas lahan yang diajukan oleh pemerintah daerah juga menunjukkan bahwa program ini tidak asal-asalan. Proses verifikasi akan menjadi penyaring penting agar SPPG benar-benar dibangun di tempat yang strategis, produktif, dan mudah dijangkau masyarakat.

Langkah nyata telah ditunjukkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, Jufri Rahman, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan 92 titik lahan untuk pembangunan SPPG, melebihi target awal dari pemerintah pusat yang hanya menetapkan 84 titik. Ini bukan sekadar angka, tetapi bentuk nyata dari kesiapan dan komitmen pemerintah daerah dalam menyukseskan program nasional. Dengan jumlah tersebut, kesiapan Pemprov Sulsel dalam mendukung program strategis nasional MBG telah mencapai 100 persen.

Namun demikian, Jufri juga mengingatkan bahwa seluruh lahan yang diajukan tetap harus melalui proses verifikasi dari pemerintah pusat. Artinya, Pemprov Sulsel tidak hanya mengedepankan kuantitas, tetapi juga memperhatikan kualitas dan kesesuaian fungsi lahan terhadap tujuan program. Pendekatan seperti ini patut diapresiasi dan dijadikan teladan bagi daerah lain di Indonesia.

Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, juga telah memberikan arahan yang jelas: setiap kepala daerah diminta mengusulkan minimal tiga titik lokasi tanah di wilayah masing-masing. Arahan ini memiliki dimensi strategis yang penting, yakni membangun basis data awal dan memastikan bahwa setiap wilayah memiliki opsi yang dapat segera ditindaklanjuti. Langkah ini diharapkan dapat membantu mengatasi keterbatasan jangkauan BGN, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Pendekatan ini sejalan dengan semangat inklusivitas pembangunan nasional. Program MBG tidak boleh hanya dinikmati oleh masyarakat perkotaan atau daerah maju, melainkan harus menjangkau seluruh anak bangsa, termasuk di wilayah 3T. Dalam kerangka inilah, penyediaan lahan menjadi fondasi dasar untuk mewujudkan keadilan sosial dalam pemenuhan hak gizi.

Peran aktif pemerintah daerah menjadi sangat sentral dalam pelaksanaan program ini. Mereka adalah pihak yang paling memahami kondisi geografis, sosial, dan demografis wilayah masing-masing. Karena itu, keterlibatan aktif dan responsif dari para kepala daerah menjadi syarat mutlak agar program ini bisa berjalan optimal. Selain itu, sinergi antar-instansi, mulai dari dinas pertanahan, perencanaan pembangunan daerah, hingga dinas kesehatan dan pendidikan, perlu diperkuat.

Tantangan yang mungkin muncul seperti sengketa lahan, status tanah yang belum bersertifikat, atau lokasi yang kurang strategis, harus diantisipasi sejak awal. Dalam hal ini, peran Kemendagri, Kementerian ATR/BPN, dan BGN menjadi krusial dalam memberikan asistensi teknis dan kebijakan yang mendukung kelancaran penyediaan lahan.

Selain itu, pendekatan multisektor juga perlu dikedepankan. Lahan yang disediakan untuk SPPG bisa diintegrasikan dengan program pertanian lokal, pemberdayaan masyarakat, dan program penanggulangan stunting. Dengan begitu, keberadaan SPPG tidak hanya berfungsi sebagai dapur layanan gizi, tetapi juga sebagai simpul pemberdayaan ekonomi lokal.

Dalam perspektif kebijakan publik, penyediaan lahan untuk MBG adalah langkah preventif dan promotif yang sangat strategis. Ini adalah investasi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Setiap rupiah yang dibelanjakan untuk memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan asupan gizi yang cukup, adalah upaya menyelamatkan masa depan bangsa.

Pemerintah telah menyalakan obor semangat dalam menghadirkan keadilan gizi bagi seluruh anak bangsa melalui program MBG. Namun, cahaya dari obor itu hanya akan menjangkau lebih luas jika seluruh elemen bangsa turut serta menyalakan lentera-lentera kecil di sekitarnya.

Sudah saatnya semua pihak mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, akademisi, hingga masyarakat bergandengan tangan dalam memastikan ketersediaan lahan yang layak dan strategis bagi berdirinya SPPG di seluruh penjuru Indonesia. Mari kita dukung bersama program MBG dengan langkah nyata, karena masa depan Indonesia yang sehat dimulai dari piring makan anak-anak kita hari ini.

)* Penulis merupakan Pengamat kebijakan publik

Keberadaan Apotek Desa Perluas Akses Masyarakat pada Layanan Kesehatan

Oleh : Lina Sutrisno )*

Pemerintah memperluas cakupan layanan kesehatan melalui Apotek Desa sebagai strategi nasional mewujudkan sistem kesehatan lebih inklusif. Program ini representasi nyata komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam menjamin hak kesehatan masyarakat hingga ke pelosok Nusantara.

Dengan mendorong pemerataan akses farmasi dan pelayanan medis, Apotek Desa mengisi kekosongan layanan kesehatan di wilayah terpencil yang belum terjangkau sistem kesehatan nasional secara menyeluruh.

Langkah ini bukan hanya pendekatan teknokratis, tetapi juga bentuk nyata kehadiran negara di desa. Presiden Prabowo menyampaikan tiap desa di Indonesia akan memiliki apotek dengan harga obat terjangkau masyarakat.

Hal tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah menghadirkan sistem kesehatan yang membumi dan menyentuh kebutuhan warga secara langsung, bukan sekadar proyek administratif semata.

Apotek Desa bukanlah fasilitas statis. Keberadaannya didesain sebagai titik integrasi antara edukasi kesehatan masyarakat, distribusi obat yang terstandar, dan penguatan sistem layanan primer.

Melalui sinergi antara tenaga kefarmasian yang terlatih, fasilitas ini terhubung dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta puskesmas dan pos kesehatan desa. Kehadiran Apotek Desa membuka ruang kolaboratif antarlembaga kesehatan di tingkat lokal, mempermudah koordinasi serta pelaksanaan layanan preventif dan kuratif.

Kementerian Kesehatan menilai pentingnya mengintegrasikan Apotek Desa dengan unit pelayanan kesehatan di desa dan kelurahan, sekaligus menjadikan fasilitas tersebut sebagai bagian dari Koperasi Desa Merah Putih.

Dalam kerangka regulasi yang disiapkan pemerintah, fasilitas ini tidak sekadar menjual obat, tetapi turut menjalankan fungsi ekonomi berbasis sosial melalui koperasi. Peran ini memungkinkan Apotek Desa beroperasi secara berkelanjutan dengan model bisnis inklusif yang memberdayakan masyarakat lokal.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan bahwa Indonesia sudah memiliki infrastruktur dasar untuk menunjang pelaksanaan program Apotek Desa. Yang masih dibutuhkan adalah penambahan sumber daya manusia serta penyempurnaan layanan dan regulasi pendukung.

Budi menyatakan bahwa tenaga mantri, perawat, dan tenaga kefarmasian cukup sebagai fondasi awal untuk menjalankan fungsi apotek secara optimal. Ditambah penguatan layanan sederhana seperti penanganan penyakit ringan—batuk, diare, dan gangguan pencernaan—maka Apotek Desa sudah dapat berfungsi penuh sebagai titik awal layanan kuratif.

Dari sekitar 83.000 desa di Indonesia, sebanyak 29.000 desa masih membutuhkan penguatan Unit Pelayanan Kesehatan Desa/Kelurahan (UPKD/K). Sementara itu, terdapat sekitar 5.830 unit UPKD/K yang mengalami kerusakan berat dan harus ditangani secara bertahap.

Kementerian Kesehatan telah menyiapkan skema pembangunan dengan alokasi anggaran sebesar Rp700 miliar pada 2025, cukup untuk membangun sekitar 700 klinik dan apotek desa yang terintegrasi. Estimasi biaya untuk setiap unit mencapai Rp1 miliar, mencakup bangunan dan kelengkapan fasilitas.

Tak berhenti pada penyediaan infrastruktur, Kementerian Kesehatan bersama kementerian teknis lainnya sedang menyusun model bisnis yang berkelanjutan. Kementerian Koperasi, Kementerian Desa, dan Kementerian Dalam Negeri dilibatkan secara aktif dalam pengaturan regulasi dan kelembagaan.

Tujuannya, menciptakan unit layanan kesehatan yang memiliki kekuatan legal, pendanaan, serta fungsi sosial yang kuat di level akar rumput. Ketika aset, anggaran, dan sumber daya telah tersedia, maka percepatan hanya bergantung pada ketepatan regulasi dan implementasi.

Di sisi lain, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Noffendri Roestam, menyebut bahwa Apotek Desa adalah gagasan brilian yang sangat strategis dalam menjawab persoalan klasik pemerataan akses kesehatan.

Noffendri menegaskan bahwa keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh kualitas pengelolaan dan keseriusan pelaksanaannya di lapangan. Apotek Desa harus menjadi solusi nyata, bukan proyek simbolik yang akhirnya mangkrak atau tidak termanfaatkan maksimal.

Noffendri juga menambahkan bahwa IAI siap mendukung penuh pelaksanaan program melalui penyiapan tenaga apoteker yang kompeten. Ia menyambut baik pendekatan Menteri Kesehatan yang lebih memilih mengoptimalkan 54.000 sarana kesehatan yang sudah ada, seperti puskesmas dan posyandu, tanpa menciptakan regulasi baru yang kompleks. Menurutnya, sinergi antara optimalisasi infrastruktur yang ada dan penambahan fasilitas baru seperti Apotek Desa dapat mempercepat pencapaian tujuan nasional di bidang kesehatan.

Dalam konteks pemerataan pembangunan dan keadilan sosial, Apotek Desa merepresentasikan wajah baru negara yang hadir secara konkret untuk rakyat. Dengan memperluas akses masyarakat desa terhadap obat-obatan dan edukasi kesehatan, program ini mampu menjembatani kesenjangan layanan yang selama ini dirasakan masyarakat luar perkotaan. Fasilitas yang dulu hanya bisa diakses di kota besar kini perlahan hadir di tengah-tengah masyarakat desa, menjangkau mereka yang sebelumnya tercecer dari sistem.

Kekuatan utama dari program Apotek Desa terletak pada pendekatan multisektor yang digunakan pemerintah. Penggabungan peran kesehatan, koperasi, dan kelembagaan lokal menjadi fondasi program yang tidak hanya bertahan jangka pendek, tetapi mampu bertransformasi sebagai sistem pelayanan desa yang adaptif dan produktif. Sistem ini bukan hanya mendorong kesehatan publik, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi mikro berbasis kesehatan masyarakat.

Melalui keberadaan Apotek Desa, visi besar Presiden Prabowo Subianto dalam menciptakan pemerataan dan keadilan sosial tidak lagi sekadar wacana, melainkan sebuah proses konkret yang terus bergerak.

Dengan desain yang tepat dan pengawasan yang kuat, Apotek Desa bukan hanya memperluas akses layanan kesehatan, melainkan menguatkan ketahanan sosial desa di tengah tantangan zaman.

)* Staf Pelayanan Masyarakat – Yayasan Bakti Sosial Nusantara

Distribusi MBG Dipercepat, Bukti Negara Hadir Lindungi Rakyat

Oleh: Meliana Kede )*

Upaya percepatan distribusi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali digencarkan oleh pemerintah dalam beberapa pekan terakhir. Berbagai langkah konkret telah dilakukan untuk memastikan program ini tersalurkan secara merata ke seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan. Melalui kerja sama lintas lembaga, koordinasi yang intensif di lapangan, serta penyesuaian teknis di berbagai daerah, program MBG diarahkan agar lebih tepat sasaran dan efisien dalam pelaksanaannya.

Distribusi bantuan MBG ini ditujukan untuk mengurangi angka stunting, meningkatkan kualitas gizi masyarakat, serta menjaga ketahanan pangan di tengah dinamika ekonomi yang terus berubah. Dengan pendekatan yang terstruktur dan berdasarkan data lapangan yang valid, proses penyaluran bantuan difokuskan kepada keluarga prasejahtera, ibu hamil, balita, dan kelompok rentan lainnya.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengatakan bahwa rancangan Instruksi Presiden (Inpres) yang bertujuan mempercepat pelaksanaan Program MBG sudah selesai dan kini berada di Sekretariat Negara (Setneg). Inpres tersebut tinggal menunggu pengesahan Presiden Prabowo Subianto, dan pembahasannya telah melibatkan kementerian dan lembaga terkait sebagai bagian dari upaya harmonisasi kebijakan. BGN berharap kebijakan ini dapat segera diterapkan untuk menjawab tantangan serius dalam sektor gizi masyarakat.

Menurut Dadan, kolaborasi antara berbagai lembaga seperti Badan Pangan Nasional (Bapanas), yang merumuskan kebijakan mengenai keamanan dan mutu pangan, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang bertugas mengawasi keamanan pangan dan melakukan uji laboratorium apabila terjadi kejadian luar biasa (KLB), adalah langkah yang sangat penting untuk memastikan keberhasilan Program MBG. Dadan menekankan bahwa harmonisasi antara lembaga-lembaga ini menjadi kunci agar program yang akan segera berjalan dapat memenuhi tujuan utamanya: memberikan makanan bergizi secara merata dan tepat sasaran kepada mereka yang paling membutuhkan.

Kementerian terkait telah mengalokasikan anggaran yang memadai serta menetapkan skema penyaluran berbasis wilayah. Setiap daerah diberikan kewenangan untuk mengelola proses teknis pendistribusian, namun tetap dalam pengawasan pusat agar tidak terjadi penyimpangan atau keterlambatan. Selain itu, pengawasan berbasis digital juga telah diterapkan, di mana sistem pelaporan daring digunakan untuk memantau setiap tahap penyaluran bantuan. Dengan sistem ini, transparansi dan akuntabilitas dijaga, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap program ini terus meningkat.

Penyaluran bantuan dilakukan tanpa menggunakan figur publik atau Key Opinion Leader (KOL), dengan tujuan menjaga fokus pada substansi program dan bukan pada aspek promosi. Pemerintah meyakini bahwa keberhasilan suatu kebijakan sosial lebih ditentukan oleh efektivitas pelaksanaannya, bukan oleh seberapa sering program tersebut disorot di media sosial. Oleh karena itu, strategi komunikasi yang digunakan lebih mengandalkan informasi dari kanal resmi pemerintahan serta laporan dari masyarakat secara langsung.

Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tomsi Tohir, mengatakan untuk mempercepat penyediaan lahan demi kelancaran pelaksanaan program MBG adalah langkah yang sangat relevan dan tepat waktu. Dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dan memperbaiki gizi masyarakat, terutama bagi kelompok rentan, ketersediaan lahan menjadi faktor penting yang tidak boleh diabaikan. Keberhasilan Program MBG tidak hanya bergantung pada penyediaan makanan bergizi, tetapi juga pada bagaimana distribusi bantuan ini dapat dilakukan secara efektif dan merata ke seluruh daerah, termasuk wilayah yang terpencil dan sulit dijangkau.

Tomsi menegaskan bahwa setiap pemerintah daerah (Pemda) harus memastikan bahwa mereka memiliki akses yang cukup terhadap lahan yang diperlukan untuk menunjang distribusi bantuan makanan. Instruksi ini sangat penting, mengingat dalam program sebesar MBG yang melibatkan distribusi pangan ke jutaan masyarakat, masalah logistik dan infrastruktur menjadi tantangan yang harus dihadapi. Tanpa adanya akses yang memadai terhadap lahan dan fasilitas distribusi yang baik, pelaksanaan program ini akan terhambat, bahkan mungkin tidak dapat berjalan dengan optimal.

Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menjelaskan mengenai masalah-masalah yang ditemukan dalam distribusi makanan program MBG menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap kualitas dan prosedur produksi pangan dalam program nasional ini. Dalam beberapa kasus yang telah ditemukan, masalah muncul karena makanan dimasak terlalu cepat dan didistribusikan dengan lambat, serta hasil inspeksi menunjukkan adanya dapur yang tidak memenuhi standar. Hal ini menggarisbawahi bahwa meskipun niat program ini sangat mulia untuk meningkatkan gizi masyarakat, implementasi teknisnya membutuhkan perhatian yang lebih mendalam, terutama dalam hal keamanan pangan.

Program MBG merupakan salah satu bukti nyata bahwa negara hadir dan peduli terhadap kondisi sosial ekonomi rakyat. Dengan melibatkan seluruh elemen pemerintahan dari pusat hingga daerah, serta memastikan proses distribusi dilakukan secara adil dan tepat sasaran, pemerintah berupaya menjaga kepercayaan publik sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui langkah-langkah konkret.

Komitmen untuk terus memperbaiki dan mempercepat pelaksanaan program ini menjadi fokus utama, dengan harapan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dapat meningkat setiap harinya. Pemerintah percaya bahwa dengan kerja keras dan kolaborasi yang kuat, Program MBG dapat menjadi pilar penting dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih sehat dan sejahtera.

)* Penulis merupakan seorang Pengamat Ekonomi Kerakyatan

Berbagai Pihak Dukung Program Apotek Desa sebagai Gagasan Presiden Prabowo

Oleh: Citra Indriani Putri )*

Gagasan Presiden Prabowo Subianto dalam membentuk Apotek Desa melalui skema Koperasi Merah Putih berhasil menarik dukungan secara luas dari berbagai pihak. Dukungan tersebut bukan hanya sebagai bentuk apresiasi terhadap visi Kepala Negara dalam memperluas akses pasa layanan kesehatan saja, tetapi juga sebagai langkah konkret untuk terus memperkuat peran para apoteker dalam sistem pelayanan primer, khususnya di wilayah pedesaan dan kelurahan.

Program Apotek Desa secara resmi tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Inpres tersebut menetapkan bahwa koperasi desa akan menjalankan sejumlah kegiatan strategis, salah satunya adalah pendirian Apotek Desa/Kelurahan yang tersebar di lebih dari 80.000 desa dan kelurahan di seluruh Indonesia.

Hal ini menunjukkan betapa kuatnya komitmen pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam membangun layanan kesehatan yang jauh lebih merata dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali, terutama mereka yang berada jauh dari fasilitas kesehatan konvensional dan berada di wilayah terpencil hingga pelosok sekalipun.

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), apt. Noffendri Roestam, menyambut baik gagasan tersebut. Menurutnya, Apotek Desa mampu menjadi jembatan penting dalam menghadirkan pelayanan farmasi yang berkualitas dan terjangkau langsung ke tingkat desa. Ia menilai ide itu sebagai langkah brilian yang secara langsung menjawab kebutuhan mendesak masyarakat pedesaan terhadap akses obat yang aman, legal, dan terkendali.

Pihak IAI secara strategis mengarahkan perhatiannya pada aspek implementasi program tersebut. Apt. Noffendri menekankan pentingnya tata kelola yang baik agar pelaksanaan Apotek Desa tidak berhenti pada wacana atau pembangunan fisik semata, tetapi benar-benar berfungsi secara optimal dan berkelanjutan. Ia mengingatkan bahwa setiap inisiatif yang tidak ditopang oleh manajemen yang matang berisiko mangkrak di tengah jalan.

Dalam upaya mendukung efektivitas program, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah menegaskan bahwa regulasi baru tidak diperlukan. Pemerintah cukup mengintegrasikan infrastruktur yang sudah ada, seperti lebih dari 54.000 sarana kesehatan yang mencakup puskesmas, puskesmas pembantu, dan posyandu. Pendekatan ini dinilai cerdas karena mempercepat implementasi sekaligus meminimalkan kebutuhan investasi tambahan di awal.

Sebagai tindak lanjut, IAI siap menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten, yaitu tenaga apoteker yang akan menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan Apotek Desa. Apt. Noffendri menilai bahwa keterlibatan apoteker dalam program tersebut menjadi elemen kunci dalam menjamin mutu pelayanan dan keamanan penggunaan obat.

Hal serupa diungkapkan apt. Maria Ulfah, Ketua Hisfarkesmas (Himpunan Seminat Farmasi Kesehatan Masyarakat) PP IAI. Ia menilai langkah Presiden Prabowo untuk menambah jumlah apoteker di puskesmas sebagai angin segar dan momen penting dalam memperkuat sistem farmasi di lini pelayanan dasar.

Berdasarkan riset yang dilakukan Hisfarkesmas tahun 2023, dari total 10.300 puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia, hanya sekitar 68% yang memiliki apoteker. Sisanya masih diisi oleh Tenaga Vokasi Farmasi (TVF) atau tenaga kesehatan lain yang belum memiliki kompetensi setara apoteker.

Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran tersendiri, terutama mengingat tanggung jawab apoteker di puskesmas dan apotek desa tidak sekadar menjual obat, tetapi juga menyusun rencana keuangan, mengelola pengadaan obat yang telah menggunakan sistem e-katalog versi 6, hingga menjamin pelayanan farmasi sesuai standar.

Apt. Maria menekankan bahwa hanya apoteker yang memiliki kapasitas untuk menjalankan tanggung jawab sebesar itu. Dalam pandangannya, Apotek Desa/Kelurahan nantinya seharusnya dipimpin oleh apoteker yang didukung oleh TVF sebagai tenaga pendamping. Ia menyebut bahwa kerja apoteker tidak bisa dilakukan secara mandiri, tetapi membutuhkan dukungan sistematis dari tim yang memahami prosedur farmasi dengan baik.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Halal dan JKN IAI, Dr. apt. Abdul Rahem, memberikan perspektif yang lebih konseptual. Ia menyoroti perlunya kejelasan bentuk dan fungsi Apotek Desa/Kelurahan sebelum diterapkan secara nasional.

Menurutnya, apotek tidak boleh diperlakukan seperti toko obat biasa. Ia mengingatkan bahwa apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian yang harus berada di bawah tanggung jawab langsung apoteker sesuai regulasi yang berlaku.

Lebih jauh, apt. Abdul Rahem menjelaskan bahwa Apotek Desa harus memainkan peran ganda: sebagai penyedia obat yang terjamin keamanannya dan sebagai pusat edukasi bagi masyarakat dalam penggunaan obat yang rasional serta upaya pencegahan penyakit. Dengan posisi tersebut, Apotek Desa memiliki potensi besar dalam mendukung ketahanan kesehatan masyarakat desa secara menyeluruh.

Ketiga tokoh farmasi nasional tersebut menyampaikan keyakinan bahwa gagasan Apotek Desa dari Presiden Prabowo merupakan sebuah terobosan besar dalam reformasi layanan kesehatan berbasis komunitas.

Namun, mereka juga mengingatkan bahwa kesuksesan program ini sangat bergantung pada keterlibatan semua pemangku kepentingan, mulai dari tenaga farmasi, pemerintah daerah, hingga masyarakat itu sendiri.

Bila dilaksanakan dengan komitmen penuh dan koordinasi yang solid, Apotek Desa berpeluang menjadi wajah baru pelayanan farmasi yang lebih humanis, inklusif, dan menjangkau seluruh pelosok negeri.

Presiden Prabowo telah menetapkan arah kebijakan yang progresif; kini tantangan berikutnya adalah memastikan bahwa gagasan tersebut benar-benar memberikan manfaat nyata dan berkelanjutan bagi rakyat Indonesia. (*)

)* penulis adalah Pengamat Kebijakan Sosial – Lembaga Sosial Madani Institute

Dukungan Lintas Kementerian Perkuat Realisasi Program 3 Juta Rumah

Oleh: Malika Maharani )*

Program pembangunan 3 juta rumah yang digagas pemerintah menjadi salah satu wujud nyata keberpihakan negara kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Program ini menargetkan tidak hanya peningkatan jumlah hunian, tetapi juga memastikan keterjangkauan dan kualitasnya. Dalam pelaksanaannya, dukungan lintas kementerian dan lembaga menjadi fondasi utama agar program berjalan efektif dan mampu menjawab persoalan krisis perumahan yang selama ini menjadi beban struktural bangsa.

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menekankan bahwa keberhasilan pembangunan perumahan rakyat harus didukung oleh semua pemangku kepentingan. Ia melihat bahwa pembangunan 3 juta rumah bukan hanya soal konstruksi fisik, melainkan menyangkut kompleksitas tata ruang dan penggunaan lahan di Indonesia.

Dalam pandangan AHY, lahan hunian bersaing dengan kebutuhan untuk industri dan perkebunan, sementara di sisi lain negara juga dituntut menjaga keseimbangan ekologis. Untuk itu, pemetaan yang telah dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN menjadi pijakan penting agar pengembangan hunian dapat dilakukan secara terarah tanpa merusak tatanan lingkungan.

AHY juga menyoroti pentingnya koordinasi lintas sektor dalam penyusunan kebijakan tata ruang dan perumahan. Ia percaya bahwa sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta instansi teknis seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), akan mempercepat tercapainya target program. Bagi pemerintah, pembangunan rumah tidak hanya dipandang sebagai proyek infrastruktur, tetapi juga sebagai sarana peningkatan kualitas hidup dan penguatan ekonomi masyarakat.

Sejalan dengan itu, Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan bahwa pihaknya mendukung penuh visi Presiden Prabowo Subianto dalam pelaksanaan program 3 juta rumah. Menurutnya, sinergi antara kementerian dan BUMN telah menunjukkan hasil yang baik dalam banyak program sebelumnya, dan pola tersebut juga digunakan untuk mendukung program perumahan rakyat. Kementerian BUMN telah mengoordinasikan keterlibatan berbagai perusahaan milik negara, termasuk bank-bank Himbara seperti BTN, Mandiri, dan BNI, untuk menyediakan pembiayaan melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi.

Erick menilai bahwa BTN memiliki peran paling strategis karena selama ini menguasai pasar pembiayaan rumah subsidi. Namun, mengingat skala program yang sangat besar, ia berharap bank-bank swasta juga turut serta agar beban tidak hanya dipikul oleh lembaga milik negara. Semangat kolaboratif ini menurutnya penting karena kebutuhan masyarakat akan perumahan sudah sangat mendesak, sementara backlog perumahan nasional masih tinggi. Bagi Erick, program ini bukan hanya soal sektor perumahan, melainkan soal keadilan sosial dan pembangunan ekonomi yang inklusif.

Dari sisi regulasi dan penguatan sistem keuangan, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menegaskan bahwa pihaknya mendukung penuh pembiayaan sektor perumahan sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional. OJK memandang bahwa pembangunan 3 juta rumah akan menciptakan efek berganda terhadap perekonomian, karena dapat mendorong pertumbuhan sektor konstruksi, industri bahan bangunan, dan menyerap banyak tenaga kerja. Dalam kerangka ini, OJK mengarahkan kebijakan keuangan agar mampu mendukung realisasi program secara sehat dan berkelanjutan.

Mahendra juga mencermati pentingnya kolaborasi antara otoritas keuangan dengan perbankan nasional dalam memperluas akses KPR bersubsidi. BTN menjadi mitra utama dalam pembiayaan rumah rakyat, namun OJK juga mendorong peran aktif dari bank-bank lain agar pembiayaan rumah tidak terkonsentrasi hanya pada satu institusi. Dengan regulasi yang adaptif dan dukungan penuh dari sektor jasa keuangan, program ini diyakini dapat terlaksana dengan lebih cepat dan menjangkau lebih luas kalangan masyarakat.

Dukungan lintas kementerian dan lembaga dalam program ini bukan sekadar simbol komitmen, melainkan merupakan strategi konkret yang dirancang untuk menyelesaikan akar persoalan perumahan di Indonesia. Pemerintah tidak hanya fokus pada angka rumah yang terbangun, tetapi juga pada akses, keberlanjutan, dan integrasi kebijakan antara sektor tata ruang, keuangan, dan sosial. Sinergi antara Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Kementerian BUMN, serta OJK menjadi bukti bahwa negara hadir secara utuh dalam menjawab kebutuhan dasar warganya.

Dengan arah kebijakan yang jelas, kepemimpinan yang kuat, dan semangat kolaboratif dari seluruh elemen pemerintahan, program 3 juta rumah tidak sekadar menjadi proyek jangka pendek. Ini adalah bagian dari transformasi sosial yang lebih luas, di mana rumah tidak hanya dipandang sebagai tempat tinggal, tetapi sebagai landasan kehidupan yang layak, produktif, dan berdaya saing. Pemerintah melalui kerja kolektif lintas sektor terus memastikan bahwa pembangunan perumahan rakyat menjadi agenda prioritas demi kesejahteraan bangsa secara menyeluruh.

Penting pula ditekankan bahwa keberhasilan program ini akan berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam aspek pengentasan kemiskinan dan penyediaan pemukiman layak. Selain itu, program ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan kawasan baru yang terintegrasi dengan pusat ekonomi dan transportasi. Dengan pendekatan berbasis kawasan, pembangunan rumah tidak lagi berdiri sendiri, melainkan terhubung dengan infrastruktur dasar seperti jalan, air bersih, dan layanan publik lainnya. Melalui sinergi antarkementerian, pemerintah berupaya memastikan bahwa pembangunan perumahan turut menciptakan lingkungan hidup yang sehat, inklusif, dan mendukung produktivitas masyarakat dalam jangka panjang.

)* Pemerhati Kebijakan Publik