Pemerintah Dorong Transformasi Lahan Tidur Jadi Sentra Swasembada Pangan

Jakarta – Pemerintah terus berkomitmen dalam memperkuat ketahanan pangan na-sional melalui program transformasi lahan tidur menjadi lahan produktif. Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan yang adaptif terhadap krisis iklim dan proaktif menghadapi dinamika geopolitik global.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengatakan jutaan hektare lahan tidur di berbagai daerah kini mulai digarap dengan dukungan pemerintah pusat dan daerah.

“Kami mendorong sinergi antara pemerintah, petani, dan swasta untuk mengoptimal-kan pemanfaatan lahan tidur menjadi sentra produksi pangan. Target kami, Indonesia tidak hanya swasembada, tapi juga jadi lumbung pangan dunia,” ujar Amran.

Pemerintah juga menyediakan insentif berupa bantuan alat mesin pertanian, pupuk bersubsidi, hingga pendampingan teknis oleh penyuluh. Melalui pendekatan kolabo-ratif, program ini diyakini mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara signif-ikan sekaligus memperkuat fondasi kedaulatan pangan nasional.

“Dengan semangat gotong royong, kita wujudkan Indonesia sebagai negara yang mandiri secara pangan,” kata Amran.

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo, mengatakan pihaknya akan terus meningkatkan layanan jaringan irigasi diberbagai daerah untuk men-dukung swasembada pangan.

“Kami juga sudah menyelesaikan Bendungan Keureuto di Kabupaten Aceh Utara dan saat ini menyelesaikan Daerah Irigasi Jambo Aye yang akan memberikan dam-pak langsung terhadap peningkatan produksi pangan di wilayah Aceh,” kata Dody.

Dody juga menyampaikan saat ini sudah terbit Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan, Peningkatan, Rehabilitasi, Serta Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi untuk Mendukung Swasembada Pangan yang dapat menjadi landasan Kementerian PU dalam membantu pembangunan iri-gasi di daerah.

“Sekarang sudah terbit Inpres tentang Irigasi. Dengan terbitnya Inpres tersebut, pemerintah pusat memiliki mandat penuh untuk membangun jaringan irigasi sekunder maupun tersier secara masif dan terintegrasi. Kami minta tolong kepada pemerintah daerah untuk urusan lahannya,” ujar Dody.

Selain itu, Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, mengatakan pihaknya menar-getkan pencapaian swasembada pangan pada 2025 melalui program optimalisasi lahan seluas 13.972 hektare (ha) yang tersebar di enam daerah.

“Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bertekad mewujudkan swasembada pangan secara cepat dan terukur sebagai kontribusi terhadap ketahanan pangan nasional,” ujarnya

Aantusiasme dan komitmen pemerintah pusat terhadap program ini sangat positif. Dukungan penuh dari pemerintah pusat dalam hal pembiayaan akan semakin mem-perkuat langkah cepat Kalimantan Timur mewujudkan swasembada pangan dalam waktu dekat.

“Pemerintah Pusat pun menunjukkan antusiasme tinggi dan berkomitmen untuk memfasilitasi anggaran dalam program optimasi lahan dan pencetakan sawah,” kata Rudy.

Pemerintah Dorong Swasembada Pangan Melalui Penguatan Brigade Pangan

Kalimantan Timur – Pemerintah terus mengakselerasi upaya menuju swasembada pangan nasional melalui penguatan peran Brigade Pangan, khususnya di Kalimantan Timur. Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, menegaskan bahwa keberadaan Brigade Pangan menjadi ujung tombak da-lam mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan di wilayahnya.

“Brigade Pangan yang sudah terbentuk dan tersebar di kabupaten dan kota se-Kalimantan Timur harus menjadi motor penggerak mewujudkan swasembada pangan di Benua Etam,” ujar Rudy Mas’ud saat menghadiri panen hasil demplot pada Pekan Daerah (Peda) XI Petani Nelayan Kaltim 2025 di Kutai Barat.

Brigade Pangan merupakan kelompok kerja lintas sektor yang melibatkan penyuluh, petani, tenaga teknis, hingga aparat pemerintahan desa. Mereka diberi mandat untuk melakukan pendampingan, edukasi, dan pengawasan terhadap seluruh proses pertanian, mulai dari pengolahan lahan, penye-diaan benih, penanaman, pemupukan, hingga panen. Selain itu, mereka juga memfasilitasi distri-busi dan pemasaran hasil pertanian agar petani dapat menikmati hasil secara maksimal.

Rudy menekankan bahwa kehadiran brigade ini menjadi jembatan strategis antara pemerintah dan masyarakat tani agar seluruh program pertanian berjalan efektif dan tepat sasaran.

“Kami ingin memastikan bahwa semua tahapan produksi pertanian berjalan optimal dan tidak ada hambatan di lapangan,” jelasnya.

Sebagai bagian dari langkah konkret, Pemprov Kaltim tahun ini menggulirkan Program Optimal-isasi Lahan seluas 13.972 hektare yang tersebar di enam wilayah, yakni Kabupaten Penajam Paser Utara, Paser, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Berau, dan Kota Samarinda. Rudy berharap Kutai Barat dapat segera bergabung sebagai daerah ketujuh untuk memperkuat target swasembada pan-gan provinsi.

Pada kesempatan tersebut, Rudy juga mengapresiasi keberhasilan demplot yang menampilkan va-rietas padi Gogo, yang menurutnya sangat cocok untuk kondisi tanah dan iklim di Kutai Barat dan Mahakam Ulu.

“Padi Gogo sangat bagus untuk Kutai Barat. Sebab sangat cocok dengan kondisi tanah dan en-demiknya Kutai Barat, termasuk Mahakam Ulu,” katanya.

Ia menambahkan bahwa semangat petani dan potensi lahan Kaltim telah mendapat pengakuan dari pemerintah pusat. Saat Menteri Pertanian mengunjungi Balikpapan dan Penajam Paser Utara, kata Rudy, apresiasi diberikan atas kesiapan daerah dan optimisme petani dalam mendukung program swasembada.

Untuk memperkuat pencapaian ini, Rudy juga menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas petani melalui pelatihan dan penguatan kelembagaan seperti Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) serta ke-lompok tani.

“Intinya, swasembada pangan harus segera kita wujudkan di Kalimantan Timur,” tegasnya.

Dengan sinergi antara pemerintah, petani, dan Brigade Pangan, Kalimantan Timur optimistis men-jadi salah satu lumbung pangan nasional yang tangguh dan berkelanjutan. ()

Pemerintah Pacu Swasembada Pangan dengan Optimalisasi Lahan

Oleh: Bara Winatha*)

Upaya mewujudkan swasembada pangan terus menjadi prioritas utama pemerintah Indonesia dalam menghadapi tantangan global dan domestik terkait ketahanan pangan. Berbagai strategi telah digulirkan, salah satunya adalah optimalisasi lahan suboptimal dan pengembangan komoditas perkebunan rakyat. Langkah ini dipandang sebagai solusi atas keterbatasan lahan produktif dan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi perdesaan yang berkelanjutan.

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Puji Lestari, mengatakan bahwa komoditas perkebunan rakyat seperti kakao, kopi, dan pinang telah menjadi andalan dalam mendorong kesejahteraan petani dan penguatan ketahanan pangan nasional. Pengembangan komoditas tersebut di lahan suboptimal menjadi peluang strategis, terlebih di tengah disrupsi iklim dan tantangan ekonomi global. Peningkatan daya beli petani dari sektor perkebunan akan berdampak pada akses mereka terhadap pangan, pendidikan, dan kesehatan, yang pada akhirnya memperkuat pilar aksesibilitas dalam ketahanan pangan nasional.

Lebih lanjut, inovasi teknologi agronomi, seperti ameliorasi tanah, penggunaan varietas adaptif, sistem agroforestri, serta pengelolaan air berbasis konservasi telah terbukti meningkatkan produktivitas di berbagai daerah. Pemerintah juga telah mendukung penguatan kapasitas petani melalui berbagai program strategis, seperti peremajaan tanaman perkebunan, sertifikasi indikasi geografis, insentif usaha tani, hingga pelatihan teknis. Pendekatan integratif antara teknologi, kebijakan publik, dan pemberdayaan kelembagaan petani, optimalisasi lahan suboptimal dinilai mampu menjadi motor penggerak ekonomi perdesaan sekaligus menopang ketahanan pangan yang inklusif dan berkelanjutan.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Selatan, Syamsir Rahman, mengatakan bahwa provinsinya mendapat apresiasi dari Wakil Menteri Pertanian karena telah berhasil menyelesaikan program optimalisasi lahan hingga 100 persen. Ia menyebut bahwa Sistem Informasi Data (SID) telah tuntas dan kerja sama dengan TNI telah berjalan di beberapa kabupaten, seperti Banjar, Barito Kuala, Hulu Sungai Selatan, dan Tanah Laut. Dalam waktu dekat, seluruh kabupaten di provinsi ini akan masuk dalam cakupan program.

Program cetak sawah rakyat juga telah dimulai di beberapa wilayah, termasuk Kabupaten Tanah Bumbu dan Hulu Sungai Selatan. Dengan target lahan sekitar 20.000 hektare, Kalimantan Selatan dinilai siap menyelesaikan program ini sesuai tenggat waktu yang ditentukan. Gubernur Kalimantan Selatan turut memberikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan program nasional ini, mulai dari penyusunan dokumen hingga pelaksanaan kerja sama lapangan.

Direktur Irigasi Pertanian Kementerian Pertanian RI, Dhani Gartina, mengatakan bahwa dari total target 5.000 hektare lahan untuk cetak sawah rakyat di Kalimantan, tahap awal telah dimulai konstruksinya seluas 341 hektare. Sementara untuk program optimalisasi lahan rawa, tahap awal mencakup 347 hektare yang ditargetkan selesai pada Agustus 2025. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah serta pelaksanaan yang sesuai regulasi dan hasil survei lapangan (SID) untuk menjamin keberhasilan program.

Komitmen dari daerah pun tampak jelas. Bupati Kotabaru, Muhammad Rusli, menyampaikan bahwa pihaknya tidak hanya menargetkan realisasi 5.000 hektare, tetapi juga siap menambah 1.000 hektare lagi. Ia berkomitmen menggerakkan seluruh perangkat daerah untuk mendukung penuh implementasi program nasional ini. Plt Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kotabaru, Sarwani, menyatakan bahwa seluruh jajaran telah diarahkan untuk mengawal pelaksanaan program agar benar-benar memberikan dampak positif bagi petani, terutama dalam meningkatkan produksi pertanian.

Secara nasional, Indonesia memiliki potensi lahan suboptimal yang sangat besar, mencapai sekitar 149,5 juta hektare atau 78,2 persen dari total daratan Indonesia. Lahan ini mencakup berbagai tipe seperti lahan kering masam, rawa pasang surut, rawa lebak, lahan gambut, serta lahan kering beriklim kering. Pemerintah menyadari bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan pangan, pemanfaatan lahan-lahan ini menjadi kebutuhan yang tak terelakkan.

Para peneliti dari BRIN pun memandang lahan suboptimal bukan sebagai hambatan, melainkan sebagai potensi strategis. Dengan pendekatan teknologi tepat guna dan dukungan kebijakan pemerintah, lahan-lahan yang selama ini terabaikan dapat menjadi tumpuan baru pertanian rakyat. Hal ini juga didukung oleh kenyataan bahwa komoditas seperti kakao, kopi, dan pinang telah terbukti mampu tumbuh dan berproduksi baik di lahan-lahan tersebut.

Salah satu pendekatan yang terbukti efektif adalah sistem agroforestri kopi dengan pinang, yang tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada kelestarian lingkungan. Sistem ini meningkatkan kesuburan tanah, mengurangi penguapan air, mendukung konservasi air, serta meningkatkan keanekaragaman hayati dan penyerapan karbon. Diversifikasi produksi ini juga memberi jaminan ekonomi lebih baik bagi petani.

Upaya optimalisasi lahan yang digerakkan pemerintah merupakan bagian dari strategi besar untuk mencapai kemandirian pangan nasional yang berkelanjutan. Hal ini tidak hanya berdampak pada peningkatan produksi pertanian, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi ketimpangan wilayah, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat perdesaan.

Melalui keterlibatan aktif semua pihak—mulai dari pemerintah pusat, daerah, lembaga riset, hingga para petani—optimasi lahan menjadi instrumen yang efektif dalam mempercepat terwujudnya swasembada pangan. Tidak hanya untuk menjamin ketersediaan pangan dalam negeri, tetapi juga untuk menjadikan sektor pertanian sebagai penopang utama ketahanan ekonomi Indonesia di masa depan melalui wujud swasembada pangan.

*)Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan.

Pemerintah Siapkan Langkah Terpadu Dorong Swasembada Pangan

Oleh: Saprudin Hartono *)

Pemerintah tengah mengakselerasi langkah-langkah strategis dalam mendorong tercapainya swasembada pangan nasional. Upaya ini mencakup berbagai aspek mulai dari pembangunan infrastruktur pertanian, penguatan distribusi air, hingga integrasi lintas sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Fokus utama diarahkan pada peningkatan produktivitas lahan dan efisiensi sistem pertanian nasional untuk menjawab tantangan global seperti perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, serta dinamika pasar pangan.

Salah satu langkah konkret ditunjukkan melalui percepatan rehabilitasi Daerah Irigasi (DI) Pondok di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Proyek ini menjadi bagian penting dalam memperkuat sistem irigasi nasional yang selama ini menjadi penopang utama sektor pertanian. Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo, menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya sekadar memperbaiki saluran irigasi lama, tetapi juga membangun ulang sistem distribusi air yang lebih modern dan efisien. Menurutnya, rehabilitasi DI Pondok ditargetkan mampu meningkatkan indeks pertanaman dari 190 persen menjadi 300 persen. Dengan demikian, petani diharapkan dapat melakukan panen tiga kali dalam setahun, naik dari sebelumnya hanya dua kali.

Pemerintah memandang sistem irigasi sebagai infrastruktur strategis yang tidak hanya berperan dalam meningkatkan hasil panen, tetapi juga menjaga stabilitas ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang. DI Pondok, yang memiliki cakupan layanan seluas 3.450 hektare, dipilih sebagai bagian dari program prioritas karena potensinya dalam meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Rehabilitasi saluran sekunder seperti Sambiroto Kiri, Sambiroto Kanan, Dero Kiri, dan Dero Kanan, menjadi langkah krusial untuk memastikan distribusi air yang merata dan berkelanjutan.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, Maryadi Utama, menyatakan bahwa proyek ini dilakukan secara bertahap agar manfaatnya segera dapat dirasakan oleh para petani. Ia menekankan bahwa optimalisasi irigasi menjadi titik tumpu dalam memperkuat ketahanan pangan di wilayah hulu Bengawan Solo. Kehadiran infrastruktur air yang memadai akan membuka peluang peningkatan hasil pertanian secara nyata dan berkelanjutan.

Selain melalui pembangunan fisik, pemerintah juga mendorong model pertanian terpadu yang mengintegrasikan berbagai sektor. Salah satu contoh konkret dapat dilihat di Kampung Pandu, Lamongan, Jawa Timur. Wilayah ini dikembangkan sebagai kampung ketahanan pangan terpadu oleh Kodim 0812 Lamongan, dan telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, serta Pangdam V/Brawijaya, Mayjen TNI Rudy Saladin. Di Kampung Pandu, sistem pertanian, peternakan, dan perikanan dirancang saling terhubung dalam satu ekosistem yang berorientasi pada efisiensi dan keberlanjutan.

Dalam kesempatan peresmian, Gubernur Khofifah menilai bahwa Kampung Pandu merupakan contoh konkret penerapan green economy dan blue economy secara bersamaan. Inovasi yang dikembangkan di lokasi tersebut menunjukkan bahwa teknologi tepat guna dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan sistem produksi pangan tanpa limbah. Sektor pertanian menghasilkan sisa-sisa tanaman yang digunakan untuk pakan ternak, sementara kotoran ternak diolah menjadi pupuk. Limbah dari satu sektor menjadi input untuk sektor lainnya, menciptakan sistem tertutup yang efisien dan ramah lingkungan.

Pangdam V/Brawijaya, Mayjen Rudy Saladin, menyampaikan bahwa integrated farming seperti di Kampung Pandu tidak harus berada di satu lokasi fisik yang sama, melainkan dalam satu sistem yang saling menopang antar sektor. Ia berkomitmen bahwa model ini akan direplikasi di tiap Komando Resor Militer (Korem) di Jawa Timur dengan lahan minimal 10 hektare sebagai bagian dari strategi swasembada pangan berbasis wilayah.

Keberhasilan Kampung Pandu tidak hanya terletak pada produktivitasnya, tetapi juga pada kemampuannya menjadi pusat kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia akademik. Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi, menjelaskan bahwa kawasan ini telah menghasilkan varietas padi unggul seperti PJM 01 hingga PJM 04. Selain itu, kampung ini juga menjadi lokasi bagi riset dan pengembangan inovasi oleh Satgas Sego Boran, yang merupakan bentuk sinergi antara lembaga lokal untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

Langkah-langkah terpadu yang diambil pemerintah menunjukkan pendekatan yang tidak hanya mengandalkan intervensi dari pusat, tetapi juga melibatkan kekuatan lokal dan kolaborasi antar sektor. Model seperti Kampung Pandu dapat menjadi referensi nasional dalam membangun kemandirian pangan berbasis potensi daerah. Hal ini juga membuktikan bahwa pendekatan pembangunan pangan yang inklusif, berbasis inovasi, dan berkelanjutan, dapat memperkuat fondasi negara dalam menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat.

Dengan program yang terintegrasi antara rehabilitasi irigasi dan pengembangan kawasan pangan terpadu, pemerintah berupaya menjawab tantangan global dengan solusi lokal. Pendekatan ini bukan hanya menargetkan peningkatan produksi, tetapi juga membentuk sistem pangan yang resilien terhadap krisis dan perubahan iklim. Dalam konteks ini, dukungan publik terhadap kebijakan pemerintah menjadi krusial, karena swasembada pangan bukan sekadar proyek jangka pendek, melainkan komitmen kolektif untuk menjamin masa depan bangsa.

*) Pengamat Pertanian dari Asosiasi Infra Tani Jaya

Penyusunan UU TNI Berjalan Transparan dan Libatkan Ragam Pemangku Kepentingan

Jakarta – Penyusunan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional In-donesia (UU TNI) ditegaskan oleh pemerintah bahwa proses penyusunan telah berjalan transparan dan melibatkan ragam pemangku kepentingan strategis yang relevan dari berbagai sektor. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memastikan bahwa se-tiap tahapan legislasi berjalan sesuai mekanisme hukum yang berlaku dan memenuhi asas partisipasi bermakna.

Kepastian tersebut ditegaskan dalam sidang lanjutan uji formil terhadap UU TNI yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang tersebut menghadirkan sejumlah perwakilan dari pemerintah dan legislatif guna memberikan penjelasan resmi terkait proses penyusunan un-dang-undang yang merupakan pilar strategis dalam menjaga ketahanan dan stabilitas na-sional.

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyatakan bahwa pemerintah telah menjalankan seluruh proses penyusunan UU TNI sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).

Ia menegaskan bahwa proses tersebut tidak hanya melibatkan institusi militer semata, tetapi juga mengundang partisipasi dari kementerian dan lembaga pemerintah lainnya, kalangan akademisi dari berbagai universitas, hingga organisasi masyarakat sipil.

“Sehingga memenuhi asas keterbukaan dan meaningful participation,” lanjut Supratman.

Dari pihak legislatif, Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menekankan bahwa keterlibatan berbagai elemen masyarakat dalam proses pembahasan UU TNI adalah bentuk nyata dari penerapan prinsip partisipatif dalam sistem demokrasi Indonesia.

“Prosesnya telah melalui sejumlah mekanisme hukum acara,” ujar Utut Adianto.

Ia menyampaikan bahwa DPR telah mempertimbangkan berbagai masukan dari forum kon-sultasi publik, serta memperhatikan dinamika sosial-politik dalam pembahasan RUU TNI. Dengan demikian, UU yang dihasilkan bukan hanya memiliki landasan hukum yang kuat, namun juga legitimasi publik yang tinggi.

Menanggapi adanya uji formil oleh sebagian kalangan akademisi dan masyarakat sipil, DPR menegaskan bahwa proses legislasi telah memenuhi kaidah konstitusional dan partisipatif, DPR menyatakan bahwa gugatan tersebut tidak memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam konstitusi dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini karena taha-pan legislasi telah dilakukan secara prosedural, terbuka, dan terdokumentasi dengan baik.

“Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau paling tidak menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima,” tegas Utut.

Pernyataan pemerintah dan DPR tersebut menunjukkan bahwa pembentukan UU TNI tidak dilakukan secara terburu-buru ataupun tertutup. Sebaliknya, proses ini mencerminkan se-mangat deliberatif dengan melibatkan pemangku kepentingan dari berbagai latar belakang. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam menjadikan legislasi sebagai ruang dialog antara negara dan masyarakat.

Ragam pemangku kepentingan yang dilibatkan mencakup institusi militer, akademisi dari fakultas hukum dan ilmu politik, pengamat pertahanan, praktisi HAM, organisasi sipil, hingga mahasiswa. Dengan pendekatan tersebut, penyusunan UU TNI mencerminkan prinsip good governance dalam pengelolaan sektor pertahanan negara.

Pemerintah juga memastikan bahwa hasil akhir dari UU TNI tetap menjunjung tinggi prinsip supremasi sipil atas militer serta menjaga keseimbangan antara kepentingan pertahanan negara dan hak-hak konstitusional warga negara.

Keterlibatan publik tidak berhenti pada tahap penyusunan, namun juga akan dilanjutkan pada tahap evaluasi implementasi UU di kemudian hari. Dalam hal ini, DPR dan pemerintah ter-buka terhadap evaluasi dan usulan kebijakan sepanjang sesuai dengan semangat demokrasi dan kepentingan nasional.

Dengan demikian, penyusunan UU TNI menjadi contoh legislasi yang baik di Indonesia, yang mengedepankan transparansi, inklusivitas, serta akuntabilitas publik.

(*)

UU TNI Dirancang Sesuai Aturan Hukum dan Prinsip Keterbukaan

Jakarta — Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menegaskan bahwa pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan mengedepankan prinsip keterbukaan serta partisipasi bermakna.

Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menyampaikan bahwa proses pembahasan hingga pengesahan UU TNI tidak lepas dari kesepakatan politik antara dua lembaga negara yakni pemerintah dan DPR. Menurutnya, keberlanjutan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI terjadi setelah Presiden mengirimkan Surat Presiden (Surpres) Nomor R-12/Pres/02/2025 pada 13 Februari 2025.

“Dalam hal Presiden yang baru berkeputusan untuk melanjutkan proses pembentukan RUU dan mengirim Surpres, lalu DPR RI menyetujui untuk melakukan pembahasan, itu menunjukkan adanya kesepakatan politis,” jelas Utut.

Ia menegaskan bahwa kesepakatan tersebut menjadi dasar konstitusional dalam membentuk pera-turan perundang-undangan yang sah dan legitimate.

“Hal tersebut dapat dimaknai adanya kesepakatan politis untuk melanjutkan proses pembentukan RUU a quo dan pembentukan undang-undang konstitusional,” tambahnya.

Sementara itu, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas menjelaskan bahwa secara prosedural, penyusunan UU TNI telah melalui tahap-tahap yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Ia menampik anggapan bah-wa revisi dilakukan secara terburu-buru.

“Pada tahun 2023, Mabes TNI telah melaksanakan beberapa Focus Group Discussion (FGD) guna membahas materi yang akan menjadi muatan dalam RUU TNI Perubahan. Hasil FGD tersebut men-jadi bahan penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada tahun 2024,” ungkap Supratman.

Menurutnya, tahapan ini menunjukkan bahwa pembentukan UU TNI dilakukan secara terencana dan partisipatif.

“Sehingga memenuhi asas keterbukaan dan meaningful participation,” tegasnya.

Dukungan terhadap keberadaan UU TNI juga datang dari masyarakat sipil. Ketua LSM Gerakan Masyarakat Peduli Rakyat (Gempar) NTB, Suburman, menilai bahwa revisi UU TNI merupakan langkah strategis dalam memperkuat pertahanan negara di tengah dinamika global yang terus beru-bah.

“Revisi UU TNI adalah langkah yang tepat dalam rangka mendukung kepentingan nasional. Tugas dan fungsi TNI perlu diperkuat agar lebih efektif dan efisien dengan perkembangan situasi global yang cepat berubah,” ujar Suburman.

Ia menyatakan bahwa pembaruan peran dan kewenangan TNI melalui payung hukum yang sah merupakan bentuk antisipasi terhadap potensi ancaman masa depan, sekaligus mencerminkan re-spons pemerintah terhadap kebutuhan keamanan nasional secara modern dan adaptif.

Sejumlah pakar juga menilai bahwa UU TNI 2025 merupakan bagian dari upaya reformasi sektor keamanan yang tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Dengan pen-guatan regulasi ini, TNI diharapkan mampu menjalankan tugas-tugasnya secara profesional, trans-paran, dan akuntabel.

Langkah pemerintah dan DPR dalam merancang UU TNI yang sesuai aturan hukum dan terbuka ter-hadap masukan publik dinilai sebagai bentuk kematangan demokrasi dalam proses legislasi. Hal ini juga menunjukkan komitmen kuat negara dalam menjamin tata kelola pertahanan yang taat hukum dan responsif terhadap tantangan zaman.

Proses Legislasi UU TNI Telah Libatkan Akademisi dan Masyarakat Sipil

Oleh : Aristika Utami

Proses legislasi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) mencerminkan pentingnya keterbukaan dalam pembentukan kebijakan strategis negara. Proses ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI sebagai pembentuk undang-undang, melainkan juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari kalangan akademisi, pakar pertahanan, serta organisasi masyarakat sipil. Hal ini bertujuan agar regulasi yang dihasilkan memiliki legitimasi publik dan mencerminkan kebutuhan riil pertahanan negara di tengah perubahan zaman, tanpa mengesampingkan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

Komisi I DPR RI sebagai pihak yang membahas UU ini secara aktif menggelar forum dengar pendapat dengan menghadirkan berbagai elemen masyarakat. Para akademisi dari sejumlah perguruan tinggi ternama turut dilibatkan untuk memberikan pandangan berbasis kajian ilmiah. Dalam diskusi-diskusi tersebut, para akademisi menekankan pentingnya pembahasan yang komprehensif dan partisipatif. Mereka menilai bahwa pembentukan undang-undang yang mengatur militer tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa, karena berpotensi mengganggu keseimbangan antara otoritas sipil dan militer dalam sistem demokrasi.

Ketua LSM FKSPKT Kabupaten Tabalon, Ahmad Rusmadi S.AP mengatakan pihaknya mendukung penuh pengesahan UU TNI dan percaya, undang-undang ini akan memperjelas fungsi dan kedudukan TNI, memungkinkan mereka berkolaborasi secara solid dengan berbagai komponen bangsa.

Dalam proses pengesahan, sidang-sidang Komisi I DPR dilakukan secara terbuka dan dapat dipantau publik melalui siaran langsung maupun pemberitaan media massa. Ini merupakan bentuk akuntabilitas yang harus diapresiasi, mengingat isu militer kerap dianggap sensitif dan tertutup. Transparansi ini juga memperkuat legitimasi publik terhadap hasil akhir dari proses legislasi tersebut. DPR sebagai lembaga legislatif juga telah memastikan bahwa seluruh tahapan berjalan sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan, mulai dari penyusunan naskah akademik, pembahasan substansi, hingga harmonisasi regulasi bersama Kementerian Hukum dan HAM.

Dari pihak legislatif, Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menegaskan bahwa seluruh proses legislasi UU TNI telah mengikuti mekanisme yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ia menyatakan bahwa DPR telah melibatkan banyak pihak dalam pembahasan, termasuk akademisi, masyarakat sipil, dan instansi pemerintah terkait. Menurutnya, semua masukan telah dihimpun dan dipertimbangkan secara cermat dalam proses penyusunan. Ia juga menilai bahwa substansi UU ini masih tetap berada dalam koridor supremasi sipil dan konstitusi, serta menjadi langkah penting untuk memperbarui sistem pertahanan nasional yang adaptif terhadap ancaman masa kini.

Di tengah proses ini, koalisi masyarakat sipil juga menunjukkan peran aktif mereka dengan menyuarakan keberatan terhadap beberapa pasal dalam UU TNI yang dinilai rawan disalahgunakan. Mereka menganggap bahwa perluasan peran TNI dalam operasi militer selain perang, serta kemungkinan prajurit aktif menduduki jabatan sipil, dapat menimbulkan ambiguitas dalam tata kelola pemerintahan sipil. Meskipun demikian, mereka tetap menekankan pentingnya pembahasan yang terbuka dan bersedia terlibat dalam dialog kebijakan untuk memperkuat prinsip-prinsip demokrasi.

Proses panjang pembentukan UU TNI ini juga menjadi refleksi dari kematangan demokrasi Indonesia dalam mengelola isu-isu sensitif. Tidak ada proses legislasi yang sempurna dan tanpa kritik. Namun, keterbukaan terhadap masukan, transparansi pembahasan, serta keterlibatan luas dari berbagai elemen bangsa, menjadi fondasi utama yang memperkuat kualitas dan legitimasi undang-undang tersebut. UU TNI bukan hanya menjadi produk hukum semata, melainkan juga simbol komitmen Indonesia dalam memperkuat sektor pertahanan secara demokratis, profesional, dan akuntabel.

Sementara itu, pemerintah dan DPR tetap menegaskan bahwa revisi UU TNI ini dilakukan dalam semangat reformasi sektor pertahanan. Mereka menyampaikan bahwa tantangan baru seperti ancaman siber, bencana alam, dan konflik non-konvensional membutuhkan kerangka hukum yang lebih responsif. Pemerintah juga menyatakan bahwa pelibatan TNI dalam urusan sipil tetap akan diatur secara ketat dan harus berada di bawah kendali politik negara.

Dukungan terhadap UU ini juga datang dari beberapa organisasi kemasyarakatan di daerah. Mereka menilai bahwa kehadiran undang-undang baru ini akan memperkuat peran TNI dalam menjaga kedaulatan nasional dan mendukung ketertiban di wilayah-wilayah perbatasan serta daerah rawan konflik. Dalam beberapa pernyataan publik, kelompok-kelompok ini menyebut bahwa UU TNI memberikan kepastian hukum bagi TNI dalam menjalankan tugasnya secara profesional dan konstitusional.

Dengan melibatkan berbagai perspektif dan suara dari elemen bangsa, proses legislasi UU TNI telah menjadi salah satu contoh dinamika demokrasi yang berjalan aktif. Perbedaan pandangan antara kalangan sipil, akademisi, dan pembuat undang-undang menjadi bagian penting dari proses pembentukan hukum yang sehat. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa partisipasi publik tidak berhenti setelah undang-undang disahkan. Pengawasan terhadap implementasi UU dan evaluasi berkala tetap menjadi tanggung jawab bersama demi menjaga profesionalisme militer dalam bingkai demokrasi.

Ke depan, UU TNI yang baru diharapkan tidak hanya memperkuat postur pertahanan negara, tetapi juga mempertegas komitmen Indonesia dalam menempatkan militer di bawah kontrol sipil, sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. Keseimbangan antara kebutuhan keamanan nasional dan perlindungan terhadap hak-hak sipil akan terus menjadi ujian bagi demokrasi Indonesia. Dengan melibatkan semua unsur bangsa dalam proses legislasi ini, harapannya TNI akan semakin profesional, adaptif, dan tetap teguh dalam menjalankan perannya sebagai alat negara yang tunduk kepada hukum, bukan kekuasaan.

)* Pengamat Kebijakan Publik

UU TNI Cerminkan Komitmen Pemerintah terhadap Reformasi dan Supremasi Sipil

Oleh : Rivka Mayangsari*)

Pemerintah Indonesia kembali menegaskan komitmennya terhadap reformasi sektor pertahanan dan penegakan prinsip supremasi sipil melalui revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru. UU ini dirancang tidak hanya untuk memperkuat sistem pertahanan negara, tetapi juga menjaga agar prinsip-prinsip demokrasi tetap menjadi fondasi utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketua Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan, Utut Adianto, menyampaikan bahwa proses legislasi UU TNI telah berjalan secara sah, tertib, dan transparan. Ia menjelaskan bahwa seluruh tahapan telah memenuhi prosedur hukum yang berlaku, sesuai dengan asas pembentukan perundang-undangan di Indonesia.

Utut menerangkan bahwa DPR RI melalui Komisi I telah menjunjung tinggi asas kedayagunaan dan hasil guna dalam penyusunan UU tersebut, sebagaimana telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan sebelumnya. Ia juga menegaskan bahwa dalam proses penyusunan undang-undang ini tidak terdapat pelanggaran terhadap satu pun asas hukum yang berlaku.

Ia menjabarkan bahwa partisipasi publik telah diakomodasi secara maksimal, termasuk melalui penyelenggaraan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang melibatkan pakar, akademisi, dan unsur masyarakat. Ia menyebut bahwa partisipasi tersebut bersifat bermakna karena tidak hanya formalitas, tetapi benar-benar substansial, di mana semua suara didengar dan dipertimbangkan secara serius.

Sikap senada juga disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas. Ia menyatakan bahwa proses penyusunan UU TNI telah mengacu sepenuhnya pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).

Supratman menjelaskan bahwa bahkan sebelum RUU TNI Perubahan diajukan oleh DPR, pemerintah telah terlebih dahulu melakukan penyerapan aspirasi publik melalui berbagai forum diskusi yang digelar sejak tahun 2023. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) dan uji publik yang diselenggarakan oleh Markas Besar TNI.

Ia menambahkan bahwa dalam proses penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), pemerintah menyelenggarakan kegiatan dengar pendapat publik yang dihadiri oleh kementerian dan lembaga terkait, akademisi, serta kelompok masyarakat sipil. Dengan mekanisme ini, aspirasi yang muncul dari berbagai elemen masyarakat dijaring dan dianalisis secara mendalam.

Supratman menyatakan bahwa dalam sistem pemerintahan Indonesia yang demokratis, keberadaan TNI yang profesional harus tetap berada di bawah kontrol otoritas sipil. Menurutnya, TNI aktif wajib tunduk pada ketentuan, aturan, dan administrasi kementerian atau lembaga sipil sebagai bagian dari upaya menjaga prinsip supremasi sipil.

Lebih lanjut ia menegaskan bahwa UU TNI terbaru dirancang tidak hanya untuk merespons dinamika ancaman pertahanan yang semakin kompleks, tetapi juga untuk mengoptimalkan profesionalisme TNI sebagai alat negara. Ia menambahkan bahwa regulasi ini sekaligus memastikan bahwa pemerintah sipil tetap memegang kendali penuh atas kebijakan strategis pertahanan tanpa intervensi kekuasaan militer.

Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto juga memberikan pandangannya mengenai revisi UU TNI. Ia menyampaikan bahwa proses penyusunan revisi undang-undang ini tetap berpegang pada prinsip supremasi sipil dan prinsip demokrasi.

Ia menerangkan bahwa dasar hukum penyusunan UU ini sudah sesuai, serta memberi batasan yang jelas mengenai kewenangan prajurit aktif dalam menduduki jabatan sipil. Menurutnya, dengan adanya kejelasan tersebut, maka tidak perlu muncul kekhawatiran yang berlebihan dari masyarakat.

Panglima TNI juga menekankan bahwa dalam konteks global saat ini, militer modern dituntut untuk tidak hanya tangguh dalam bidang pertahanan, tetapi juga adaptif terhadap perubahan tata kelola pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu, UU TNI ini dirancang untuk memperjelas hubungan antara militer dan sipil agar sinergi dapat tercapai tanpa tumpang tindih kewenangan.

Ia menyatakan bahwa implementasi UU TNI yang baru diharapkan akan memperkuat profesionalisme TNI, baik dalam aspek operasional militer maupun dalam hal akuntabilitas, transparansi, serta penghormatan terhadap sistem hukum nasional yang demokratis.

Dengan pendekatan yang demikian, posisi TNI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi semakin jelas, yaitu sebagai alat negara yang menjaga kedaulatan namun tetap tunduk pada konstitusi dan otoritas sipil.

Secara keseluruhan, pembentukan UU TNI ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam melakukan reformasi pertahanan yang inklusif dan demokratis. Pemerintah bersama DPR RI telah menunjukkan bahwa penguatan pertahanan nasional dapat berjalan beriringan dengan penghormatan terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

Dengan disahkannya regulasi ini, Indonesia tidak hanya memperkuat sistem pertahanannya, tetapi juga menegaskan bahwa kekuasaan sipil tetap menjadi pengendali utama dalam sistem ketatanegaraan yang modern dan beradab.

Sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan antara keamanan nasional dan prinsip demokrasi, pemerintah juga merencanakan evaluasi berkala terhadap implementasi UU TNI ini. Evaluasi tersebut akan dilakukan dengan melibatkan lembaga independen, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil guna memastikan bahwa pelaksanaannya tidak menyimpang dari semangat reformasi dan supremasi sipil. Langkah ini menjadi penting untuk menjamin bahwa penguatan TNI tidak menimbulkan dominasi militer dalam ranah sipil. Dengan demikian, UU TNI tidak hanya menjadi produk hukum, tetapi juga menjadi alat transformasi institusional yang progresif dan berpihak pada kepentingan rakyat.

*) Pemerhati isu politik

Pemerintah Dorong Transisi Energi Melalui Danantara

Jakarta – Pemerintah terus memperkuat komitmennya dalam mendorong transisi energi menuju pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) melalui berbagai inisiatif strate-gis, dan pembangunan ekonomi hijau melalui kehadiran dua lembaga investasi strate-gis, yakni Indonesia Investment Authority (INA) dan Danantara.

Danantara, yang merupakan platform pembiayaan hijau berbasis digital hasil kolaborasi lintas sektor, telah dijadikan kanal utama dalam memfasilitasi investasi hijau, termasuk untuk proyek-proyek EBT, konservasi lingkungan, dan pengembangan ekonomi berke-lanjutan. Melalui Danantara, pemerintah membuka peluang lebih besar bagi pelaku usaha, investor, hingga masyarakat umum untuk terlibat dalam proyek transisi energi.

Wakil Menteri Keuangan, Thomas Djiwandono, mengatakan bahwa Indonesia Invest-ment Authority (INA) dan Danantara memiliki peran yang saling melengkapi dalam pembiayaan proyek-proyek jangka panjang, khususnya di sektor energi hijau dan hilir-isasi industri.

“INA sangat fokus pada investasi berbasis imbal hasil (IRR). Bukan berarti Danantara tidak, tetapi karena ukuran dan basis asetnya, Danantara bisa mendatangkan investasi atau bahkan mengurangi risiko yang tidak bisa dilakukan INA,” ujar Thomas.

Menurut Thomas, INA telah lebih dulu beroperasi sebagai sovereign wealth fund Indo-nesia dan telah terlibat dalam sejumlah proyek dengan imbal hasil tinggi. Namun, pen-dekatan INA cenderung selektif dan fokus pada investasi yang sudah minim risiko.

Sementara itu, Danantara yang baru dibentuk di bawah pemerintahan Presiden Prabowo, hadir untuk menjangkau proyek-proyek strategis yang lebih kompleks dan berisiko, seperti hilirisasi mineral dan infrastruktur energi.

“Dengan aset yang lebih besar, Danantara bisa bertindak sebagai de-risking agent. Tapi keduanya tetap saling melengkapi. Jika digabung, mereka bisa mendukung pem-biayaan proyek strategis secara lebih efektif,” tambah Thomas.

Sementara itu, Chief Investment Officer Badan Pengelola Investasi Danantara, Pandu Patra Sjahrir, mengatakan bahwa Danantara mengelola dividen BUMN serta dua jenis holding investasi dan operasional dengan tujuan membentuk sovereign fund bertaraf global.

“Danantara mengelola operasional 889 perusahaan BUMN. Dividen dari korporatisasi ini akan diinvestasikan kembali ke dalam dan luar negeri untuk tujuan komersial,” ungkap Pandu.

Pandu juga menegaskan komitmen Danantara dalam menerapkan good governance dan meritokrasi, termasuk menempatkan talenta terbaik di perusahaan-perusahaan BUMN seperti Pertamina dan Telkom.

Dengan peran strategis INA dan Danantara, pemerintah berharap percepatan transisi energi dan industrialisasi nasional dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan. Me-lalui pendekatan kolaboratif ini, pemerintah optimistis bahwa transisi energi bukan sekadar wacana, melainkan menjadi gerakan nyata dan terukur. Danantara bisa men-jadi salah satu motor utama dalam mendorong transformasi energi nasional menuju ma-sa depan yang lebih bersih, mandiri, dan berkelanjutan.

Danantara Buka Peluang Investasi Ekosistem Proyek Baterai Mobil Listrik

Karawang – Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia membuka peluang in-vestasi dalam megaproyek ekosistem baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) terin-tegrasi yang digarap oleh konsorsium Indonesia dan China. Proyek bernilai ini dinilai sebagai salah satu langkah strategis dalam mendorong hilirisasi industri dan menciptakan daya saing nasional di sektor energi bersih.

Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Sjahrir, menegaskan bahwa Danantara tengah mengevaluasi proyek tersebut dari sisi komersial dan dampaknya terhadap pencip-taan nilai tambah serta lapangan kerja.

“Melihat dari sisi pihak kami pasti mengevaluasi semua proyek seperti ini, ini bagus banyak nilai tambahnya, banyak job creation-nya, tentu kita akan evaluasi dan semuanya secara komersial dilihat,” ujar Pandu

Megaproyek yang dibangun secara terintegrasi dari hulu hingga hilir ini melibatkan sejumlah BUMN strategis seperti PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan Indonesia Battery Corporation (IBC), serta konsorsium global CATL Brunp dan Lygned (CBL) anak usaha dari perusahaan baterai terbesar dunia Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL).

Dengan nilai investasi mencapai USD 5,9 miliar atau setara Rp96 triliun, proyek ini menar-getkan produksi baterai sebesar 6,9 gigawatt per hour (GWh) pada tahun 2026, dan akan ditingkatkan hingga mencapai kapasitas penuh sebesar 15 GWh pada 2028.

Lebih lanjut, Direktur Utama IBC, Toto Nugroho, menjelaskan bahwa pendanaan proyek dilakukan secara proporsional antara konsorsium asing dan BUMN. Untuk proyek hulu, An-tam memegang 51 persen saham, sedangkan di sektor hilir seperti smelter dan pabrik bat-erai, konsorsium China memiliki 70 persen dan sisanya 30 persen oleh IBC.

“Pendanaan disiapkan oleh pihak partner, misalnya 70-30, artinya mereka 70 persen, 30 per-sen di BUMN. Di BUMN kami, IBC itu kan ada 4 pemegang saham. Ada Inalum, Antam, PPI dari Pertamina, dan PLN. Nah ini yang mengkontribusi untuk kita chip-in yang 30 persen,” ujar Toto.

Ia juga menyatakan bahwa Danantara memiliki potensi besar untuk mengambil peran lebih signifikan di masa mendatang. Proyek ini mencerminkan semangat sinergi lintas negara dan sektor untuk mendorong Indonesia menjadi pemain utama di industri kendaraan listrik.

Dengan semakin terbukanya peluang investasi dari Danantara, megaproyek baterai ken-daraan listrik ini diharapkan tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di rantai pasok global, tetapi juga menarik investor strategis yang berorientasi jangka panjang.