Program Perumahan Subsidi Siap Diluncurkan, Respon Cepat Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo

Jakarta — Pemerintah memastikan program perumahan subsidi akan segera diluncurkan pada September mendatang, sebagai respon cepat terhadap arahan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan yang menekankan pentingnya penyediaan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya buruh dan pekerja.

Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah mengungkapkan, program ini baru bisa dieksekusi setelah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 mulai mengakomodir secara penuh seluruh program prioritas Presiden Prabowo. Meski demikian, persiapan teknis sudah dimatangkan agar pembangunan dapat dimulai sesuai jadwal.

“Bulan depan kita akan mulai membangun 25 ribu rumah, dan pada Desember 2025 target 50 ribu unit akan tercapai,” jelas Fahri.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menambahkan bahwa target awal penyediaan rumah subsidi yang semula 20 ribu unit kini direvisi menjadi 50 ribu unit hingga akhir 2025. Menurutnya, revisi target ini dilakukan karena tingginya minat dari pekerja.

“Minat pekerja terhadap program ini sangat tinggi, sehingga kami memutuskan menaikkan target secara signifikan,” kata Yassierli.

Menteri PKP, Maruarar Sirait, juga menegaskan bahwa keberhasilan program ini tidak lepas dari kolaborasi lintas kementerian dan dukungan penuh seluruh ekosistem perumahan nasional.

“Ini adalah kolaborasi yang indah antara kementerian dan seluruh pemangku kepentingan perumahan. Salah satunya terwujud melalui program subsidi rumah yang nyata manfaatnya bagi buruh dan pekerja,” ujarnya.

Maruarar juga menilai bahwa kebijakan sektor perumahan saat ini mendapat sambutan positif dari masyarakat. Peningkatan minat tersebut sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo yang menaikkan kuota rumah subsidi nasional dari 220 ribu unit menjadi 350 ribu unit.

Selain itu, pemerintah memberikan berbagai insentif untuk mendorong akses kepemilikan rumah, seperti pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah di bawah Rp2 miliar, pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta pembebasan biaya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

“Kebijakan ini adalah bentuk intervensi negara yang efektif dalam membantu masyarakat memiliki hunian layak,” tutur Maruarar.

Program rumah subsidi ini, lanjutnya, tidak hanya ditujukan untuk mengatasi backlog kepemilikan rumah yang masih tinggi, tetapi juga untuk memperbaiki kondisi hunian tidak layak. Upaya tersebut akan dilakukan melalui bantuan stimulan, penataan kawasan kumuh, serta pembangunan prasarana dan sarana permukiman di berbagai daerah.

Dengan peluncuran resmi pada September, pemerintah optimistis program ini akan menjadi tonggak penting dalam meningkatkan kesejahteraan buruh dan pekerja, sekaligus menjawab tantangan penyediaan hunian yang terjangkau dan berkualitas. (*)

Rumah Subsidi untuk Jurnalis Komitmen Pemerintah Jalankan Program Strategis secara Inklusif

Oleh: Diki Rahman)*

Pemerintah melalui langkah kolaboratif antar lembaga meluncurkan program perumahan subsidi khusus untuk para jurnalis. Hal tersebut merupakan bagian dari upaya strategis meningkatkan kesejahteraan insan pers sekaligus memperkuat demokrasi tanah air. Program ini menjadi bukti nyata bahwa negara tak hanya hadir dalam wacana, melainkan dalam tindakan yang inklusif dan tepat sasaran.

Program rumah subsidi ini dilaksanakan dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dijalankan dengan syarat yang dirancang pro-rakyat. FLPP memiliki bunga fix sebesar 5%, uang muka hanya 1%, hingga tenor hingga 20 tahun. Tak hanya itu, FLPP juga mendapat dukungan teknis berupa pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) serta kemudahan administrasi lainnya.

Program ini berlaku tidak hanya untuk jurnalis di kota besar, tetapi menyentuh hingga mereka yang berada di wilayah pedalaman, dengan begitu program ini menjadikannya inklusif secara geografis. Dua fase nyata penyerahan sudah berlangsung. Tahap awal dimulai pada 6 Mei 2025, dengan penyerahan simbolis 100 unit rumah subsidi bagi wartawan di beberapa kota, termasuk Cibitung, Medan, Palembang, Makassar, Manado, dan Yogyakarta.

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Viada Hafid, menyatakan bahwa meski awalnya ditargetkan 1.000 unit, antusiasme tinggi memicu peningkatan kuota hingga 3.000 unit, ini menjawab langsung kebutuhan lebih dari 70.000 wartawan yang belum memiliki hunian layak. Meskipun jurnalis diberi perhatian khusus, skema ini juga mendorong agar seluruh masyarakat berpenghasilan rendah mendapat akses yang mudah dan setara. Hal ini dikarenakan program subsidi perumahan nasional memiliki target total mencapai 3 juta unit rumah.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, dalam penyerahan simbolis perumahan bersubsidi mengatakan akan menyerahkan kunci rumah bersubsidi untuk para wartawan. Pihaknya ingin wartawan juga bisa memiliki rumah subsidi berkualitas yang dibangun oleh pengembang yang bertanggung jawab. Selain itu, Menteri PKP juga mengapresiasi Menkomdigi yang memiliki semangat dalam menyediakan hunian yang layak bagi para wartawan.

Dalam pelaksanaannya program perumahan bersubsidi ini melalui beberapa mekanisme yang ada. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bagaimana mekanisme inklusif dalam kriteria penerima, yakni dengan menyesuaikan batas penghasilan agar lebih banyak jurnalis yang berdomisili khususnya di Jabodetabek dapat merasakan manfaatnya dari program ini.

Pihaknya juga mengatakan pada awalnya penetapan batas penghasilan maksimal sekitar Rp7–8 juta. Namun, setelah mempertimbangkan realitas lapangan dan urgensi peran jurnalis sebagai pilar demokrasi, batas ini kami longgarkan sehingga jurnalis berkeluarga dengan penghasilan hingga Rp13 juta, dan jurnalis lajang dengan penghasilan antara Rp11–12 juta, tetap bisa mengakses program subsidi ini.

Di tengah dinamika digital, peran jurnalis sebagai penyampai informasi kredibel sangat vital. Namun, realitas ekonomi sering kali menghambat mereka dengan 70% dari sekitar 100.000 jurnalis di tanah air belum memiliki rumah layak. Pemerintah melalui Komdigi merespons dengan cepat, selain dengan memberi akses fisik berupa subsidi hunian, kehadiran negara juga memperkuat rasa aman bagi insan pers untuk tetap kritis dan profesional, tanpa tekanan ekonomi.

Lebih dari sekadar subsidi, ini adalah afirmasi terhadap nilai demokrasi. Ketika pemerintah menyediakan hunian yang layak dan terjangkau, jurnalis tidak lagi dibelenggu oleh ketidakpastian hidup sehari-hari. Mereka pun menjadi lebih fokus dalam tugas mencari dan menyebarkan kebenaran sebuah fondasi bagi demokrasi yang sehat.

Menggenggam masa depan media yang tangguh dengan rumah layak sebagai fondasi kehidupan, jurnalis mampu menghasilkan karya yang lebih berkelas tanpa terbelenggu oleh kekhawatiran ekonomi. Kehadiran negara di ranah kesejahteraan pers turut mempertegas komitmen terhadap demokrasi dan kebebasan media. Dengan jaminan kesejahteraan dan perlindungan dari negara, jurnalis dapat bekerja dengan tenang yakni menggali dan menyuarakan kebenaran, memperkuat fungsi pers sebagai pilar demokrasi yang kritis, independen, dan terpercaya.

Namun dalam pelaksanaannya beberapa pihak memang menyuarakan kekhawatiran mengenai kemungkinan konflik kepentingan misalnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) yang mempertanyakan jalur khusus untuk jurnalis dalam skema subsidi, khawatir berdampak pada independensi pers. Namun, pemerintah merespons dengan menekankan transparansi, keterlibatan lembaga verifikator seperti Dewan Pers dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), serta target jangka panjang yang melibatkan masyarakat luas, sehingga program ini tidak eksklusif melainkan bagian dari prioritas nasional yang inklusif.

Program ini juga mencerminkan gaya pemerintahan yang pragmatis dan responsive dengan sisi humanis dalam kebijakan pembangunan, bahwa profesi penting seperti jurnalis layak mendapat perhatian khusus agar mereka dapat mendukung demokrasi secara optimal, tanpa kehilangan independensi. Program rumah subsidi untuk jurnalis adalah langkah strategis dan inklusif yakni dengan memperkuat kesejahteraan insan pers, mendukung demokrasi yang sehat, dan merefleksikan pemerintahan yang tidak hanya hadir lewat pesan, tetapi lewat tindakan nyata.

Melalui sinergi antar lembaga, kuota yang ditingkatkan jadi 3.000 unit, serta skema yang terjangkau dan transparan, pemerintah menegaskan bahwa pembangunan inklusif ini adalah pelaksanaan nyata yang layak diapresiasi. Keberhasilan ini tidak hanya menghadirkan akses yang lebih merata ke masyarakat luas, tetapi juga menjadi fondasi kuat untuk mempercepat pemerataan manfaat pembangunan di seluruh lapisan masyarakat. Sinergi ini bukan sekadar angka, tetapi merupakan fondasi berkelanjutan untuk memastikan bahwa setiap warga, tanpa terkecuali, dapat merasakan dampak positif dari pembangunan inklusif ini.

*)Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Pemerintah

Larangan Pengibaran Bendera Selain Merah Putih Lindungi Kesucian Momentum Kemerdekaan

Jakarta – Bulan kemerdekaan menjadi saat bagi bangsa Indonesia meneguhkan kembali persatuan dengan mengibarkan Bendera Merah Putih.

Namun, munculnya narasi pengibaran bendera bajak laut dari manga One Piece pada momentum HUT ke-80 RI menuai perhatian pemerintah karena dianggap berpotensi mengaburkan makna perayaan.

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Budi Gunawan, menilai narasi tersebut merupakan bentuk provokasi yang dapat merendahkan kehormatan simbol negara.

“Sebagai bangsa besar yang menghargai sejarah, sepatutnya kita semua menahan diri untuk tidak memprovokasi dengan simbol-simbol yang tidak relevan dengan perjuangan bangsa,” ujarnya di Jakarta.

Ia menegaskan, pemerintah menghargai kreativitas masyarakat selama tidak melanggar aturan.

Namun, pemerintah tidak akan ragu mengambil langkah tegas jika ada kesengajaan menyebarkan narasi tersebut. Budi menekankan, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 secara jelas melarang pengibaran Merah Putih di bawah bendera atau lambang lain.

“Konsekuensi pidana dari tindakan yang mencederai kehormatan Bendera Merah Putih sudah jelas,” tegasnya.

Budi berharap masyarakat menghormati jasa pahlawan dengan menjunjung tinggi Merah Putih sebagai identitas bangsa.

Hal yang sama disampaikan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi. Ia menyebut Merah Putih bukan pilihan, melainkan keniscayaan.

“Bendera Merah Putih bukan pilihan, dia keniscayaan. Bendera Merah Putih tidak boleh diganti dengan yang lain,” kata Hasan.

Menurut Hasan, masyarakat bebas menyukai atau tidak menyukai pemerintah karena keduanya sah di republik ini.

Namun, ia menekankan perbedaan pandangan itu tidak boleh berimbas pada merendahkan simbol negara.

“Mau suka atau tidak suka sama pemerintah, itu hak,” ujarnya.

Ketua Umum Aliansi Pengemudi Independen (API), Suroso, juga menyerukan agar para sopir mengibarkan Merah Putih di armada dan rumah masing-masing.

“Mohon bendera, yang namanya memperingati HUT RI, kita sebagai ketua umum menginstruksikan harus bendera Merah Putih,” ucapnya.

Suroso mengingatkan, sopir yang tetap mengibarkan bendera selain Merah Putih harus menanggung risikonya sendiri.

Ia bahkan mendukung pemerintah bila perlu menindak tegas mereka yang tidak patuh.

“Bendera nanti teman-teman pengemudi wajib pasang di armada dan rumah, untuk memperingati pahlawan-pahlawan kita,” tambahnya.

Seruan dari pemerintah dan masyarakat menegaskan komitmen menjaga kesucian Merah Putih.

Di usia ke-80 tahun kemerdekaan, Bendera Merah Putih harus tetap berkibar sebagai lambang pemersatu bangsa yang tidak tergantikan.***

Bendera Merah Putih Wajib Jadi Simbol Utama di Hari Kemerdekaan

Jakarta – Peringatan Hari Kemerdekaan selalu menjadi momen untuk meneguhkan rasa cinta tanah air.

Bendera Merah Putih bukan sekadar kain yang berkibar, melainkan lambang persatuan bangsa.

Namun, pada perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia, muncul fenomena pengibaran bendera Jolly Roger dari manga One Piece yang menuai sorotan publik dan pemerintah.

Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri menegaskan pentingnya menjadikan Merah Putih sebagai simbol utama.

Dirjen Polpum Kemendagri, Bahtiar Baharuddin, mengatakan memimpin negara dalam situasi global yang penuh gejolak tidaklah mudah sehingga masyarakat perlu memperkuat semangat persatuan.

“Tidak mudah memimpin negara dalam situasi dunia yang tidak normal, tantangannya besar sekali,” ujarnya.

Bahtiar mengingatkan bahwa di usia 80 tahun Indonesia, masyarakat harus fokus menjaga kebangsaan bersama pemerintahan saat ini.

Meski tidak melarang bendera One Piece, Bahtiar menekankan Merah Putih wajib dikibarkan karena itulah pemersatu bangsa.

“Silakan saja, semua warga boleh berekspresi, tapi pengikatnya adalah Bendera Merah Putih,” tegasnya.

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, juga menyerukan agar masyarakat mengibarkan Merah Putih secara serentak hingga 31 Agustus 2025.

Ia menyebut Merah Putih harga mati dan simbol identitas bangsa yang harus dijunjung tinggi. “Mari hormati bulan kemerdekaan dengan hanya mengibarkan Bendera Merah Putih,” kata Khofifah.

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menilai pengibaran bendera Jolly Roger boleh saja dilakukan asalkan Merah Putih tetap berada di posisi tertinggi.

“Yang penting siapapun harus tetap memasang Bendera Merah Putih di atas. Semua bendera lain harus di bawahnya,” ujarnya di Bandung.

Dedi menekankan aturan ini sudah jelas dalam undang-undang. Baginya, ekspresi masyarakat sah-sah saja selama tetap berlandaskan pada kecintaan terhadap Indonesia.

“Setiap orang boleh berekspresi, tapi yang terpenting semua tetap mencintai NKRI dan Benderanya Merah Putih,” tuturnya.

Pemerintah pusat maupun daerah sepakat, apapun bentuk ekspresi yang ditunjukkan masyarakat, Merah Putih tidak boleh tergantikan.

Di momentum HUT ke-80 Kemerdekaan RI, Bendera Merah Putih harus tetap berkibar sebagai simbol utama pemersatu bangsa.

Bendera Merah Putih Simbol Tunggal Identitas Bangsa Indonesia

Oleh: Damar Wicaksono )*

Bulan Agustus selalu menghadirkan suasana penuh makna bagi bangsa Indonesia. Setiap tahun, masyarakat menyambut Hari Proklamasi Kemerdekaan dengan berbagai kegiatan yang mencerminkan rasa syukur, hormat, dan penghormatan terhadap perjuangan para pahlawan.

Dalam momentum ini, Merah Putih menjadi pusat perhatian sebagai simbol tunggal identitas bangsa. Namun, belakangan muncul fenomena di media sosial terkait pengibaran bendera bergambar logo bajak laut dari anime One Piece yang sempat dijadikan pengganti Merah Putih oleh sebagian pihak. Fenomena itu menimbulkan keprihatinan banyak kalangan karena berpotensi mengaburkan makna sakral bulan kemerdekaan.

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, menilai bahwa bulan kemerdekaan tidak boleh dicederai dengan provokasi yang merendahkan simbol negara. Ia menekankan bahwa Merah Putih merupakan hasil dari perjuangan panjang dan pengorbanan luar biasa, sehingga pengibaran bendera lain sebagai pengganti sangat bertentangan dengan semangat nasionalisme. Pemerintah, menurutnya, memandang pengibaran bendera fiksi sebagai tindakan provokatif yang harus diwaspadai karena dapat melemahkan kewibawaan negara.

Budi juga menegaskan pentingnya kesadaran hukum masyarakat. Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 telah mengatur larangan mengibarkan Merah Putih di bawah bendera atau lambang apa pun. Aturan ini dibuat bukan sekadar formalitas, melainkan untuk menjaga kehormatan negara. Pemerintah dipastikan akan mengambil langkah tegas terhadap siapa pun yang dengan sengaja berusaha merendahkan simbol negara. Menurutnya, penegakan hukum menjadi bagian penting untuk memastikan kesakralan bendera tetap terjaga di tengah generasi saat ini maupun yang akan datang.

Budi menilai bahwa momentum peringatan kemerdekaan seharusnya diisi dengan rasa syukur, penghormatan kepada para pejuang, dan harapan agar Merah Putih selalu berkibar di bumi pertiwi. Ia menekankan bahwa masyarakat seharusnya mengekspresikan kreativitas tanpa harus menyentuh simbol negara. Dengan demikian, kebebasan berekspresi tetap dapat dihargai, namun tidak mencederai jati diri bangsa.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, juga menyampaikan pandangan serupa. Ia menegaskan bahwa Merah Putih adalah satu-satunya bendera nasional yang wajib dikibarkan pada peringatan kemerdekaan. Menurutnya, kehebohan soal bendera One Piece sebaiknya tidak dibenturkan dengan kecintaan generasi muda terhadap budaya populer. Ia mengingatkan bahwa tidak semua masyarakat memahami latar belakang budaya tersebut, sehingga ada potensi disalahartikan sebagai bentuk penolakan terhadap simbol negara.

Dasco menilai bahwa para penggemar anime seharusnya tidak diposisikan seakan-akan memiliki niat buruk terhadap bangsa. Ia mengingatkan bahwa simbol bajak laut dalam anime hanyalah bagian dari budaya populer yang digemari banyak orang, bukan simbol politik atau separatis. Namun demikian, ia tetap menegaskan bahwa dalam konteks kenegaraan, bendera Merah Putih memiliki kedudukan yang tidak dapat digantikan oleh simbol apa pun. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tetap menempatkan Merah Putih sebagai satu-satunya identitas bangsa pada peringatan hari kemerdekaan.

Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi. Ia menuturkan bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak mempermasalahkan apabila ada masyarakat yang mengibarkan bendera bergambar logo fiksi sebagai bentuk ekspresi. Namun, ia menekankan bahwa ekspresi tersebut tidak boleh disandingkan, apalagi dipertentangkan dengan Merah Putih. Pemerintah, kata Prasetyo, sangat terbuka terhadap ekspresi masyarakat selama tidak melanggar prinsip dasar penghormatan terhadap negara.

Prasetyo juga mengingatkan bahwa kemerdekaan bangsa ini diraih melalui perjuangan berat dan bukan hadiah yang datang begitu saja. Oleh sebab itu, ia menegaskan bahwa Merah Putih merupakan satu-satunya bendera yang wajib dikibarkan saat peringatan Hari Proklamasi. Ia menilai bahwa membenturkan ekspresi budaya populer dengan simbol negara adalah tindakan keliru yang dapat merusak persatuan. Bagi pemerintah, kebebasan berekspresi dihormati, tetapi tetap ada batasan yang harus dipatuhi demi menjaga martabat bangsa.

Dalam konteks itu, ia meminta masyarakat agar tidak terprovokasi oleh ajakan yang mengarah pada penggantian simbol negara dengan lambang lain. Ia menilai bahwa tindakan semacam itu justru mengkhianati nilai perjuangan para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa dan raga demi kemerdekaan Indonesia. Menurutnya, Merah Putih bukan sekadar kain berwarna, tetapi lambang identitas, martabat, dan kehormatan bangsa yang wajib dijaga bersama.

Fenomena perdebatan di media sosial mengenai pengibaran bendera fiksi seharusnya menjadi pelajaran penting bagi masyarakat Indonesia. Perayaan HUT ke-80 kemerdekaan bukan sekadar seremonial tahunan, melainkan momentum untuk mempertegas identitas nasional di tengah arus globalisasi budaya populer. Generasi muda tetap dapat mengekspresikan diri dengan cara yang kreatif, tetapi tidak boleh sampai mereduksi kesucian simbol negara.

Merah Putih telah menjadi saksi sejarah perjalanan bangsa, dari masa perjuangan hingga era modern. Ia merupakan perekat yang menyatukan keragaman budaya, bahasa, dan agama di Indonesia. Karena itu, menjaga kehormatan bendera bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan kewajiban seluruh rakyat. Peringatan kemerdekaan yang dilaksanakan dengan penuh hormat kepada Merah Putih akan memperkuat persatuan serta meneguhkan kembali jati diri bangsa sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

Dengan demikian, Merah Putih harus tetap menjadi identitas tunggal pada setiap peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan. Kehadirannya tidak boleh digantikan, tidak boleh disejajarkan, dan tidak boleh dipertentangkan dengan simbol lain. Masyarakat Indonesia dituntut untuk menjadikan penghormatan terhadap bendera sebagai wujud rasa syukur atas anugerah kemerdekaan, sekaligus sebagai komitmen menjaga persatuan untuk generasi mendatang.

)* Pengamat sosial politik

Kolaborasi Pemerintah Pusat dan Daerah Wujudkan Indonesia Bebas Korupsi

Jakarta – Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam memberantas korupsi sebagai bagian dari upaya memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berintegritas. Dalam enam bulan pertama masa pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran telah menangani empat kasus besar yang menjadi sorotan publik, yaitu dugaan korupsi di tubuh Pertamina, program MINYAKITA, Bank BJB, serta PT ANTAM.

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Albert Aries menilai langkah ini harus diiringi dengan peningkatan kinerja pemberantasan korupsi, khususnya pada sektor peradilan. Menurutnya, keberhasilan membangun kepercayaan publik sangat ditentukan oleh sistem hukum yang kredibel, profesional, dan berkeadilan.

“Penegakan hukum yang dilakukan seluruh aparat sudah menjadi penegak hukum profesional, objektif, dan berkeadilan, maka masyarakat, pelaku usaha, dan investor otomatis percaya pada kepastian hukum di Indonesia,” ujar Albert.

Albert menegaskan, sistem peradilan saat ini akan bersih akan menciptakan iklim investasi yang sehat dan kompetitif. Ia mengapresiasi peran Kejaksaan Agung (Kejagung) yang telah menunjukkan ketegasan dalam menindak kasus korupsi, serta mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk terus meningkatkan pemberantasan Korupsi.

“Harapannya, KPK bisa meningkatkan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, khususnya terhadap korupsi yudisial,” kata Albert.

Selain itu, Albert juga mendorong Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri agar lebih proaktif dalam penindakan maupun pemulihan aset negara.

“Kortas Tipikor Polri juga dapat mengambil peran untuk mengisi ruang pencegahan dan penindakan korupsi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari korupsi, serta melaksanakan pengamanan aset dari tindak pidana korupsi,” tegas Albert.

Sementara itu, komitmen pemberantasan korupsi juga diperkuat oleh Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, menegaskan dukungan penuh terhadap program pencegahan korupsi yang digagas KPK.

“Program ini tidak hanya soal pencegahan, tapi bagaimana seluruh perangkat daerah mampu menjaga integritas dalam setiap proses kerja,” ujar Ria Norsan.

Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI), Kalimantan Barat mencatat skor 72,37 dan menempati posisi ketiga di antara 12 provinsi dengan kategori biaya dan jumlah pegawai sedang.

“Pencapaian ini adalah hasil kerja keras seluruh pihak. Namun, saya berharap di 2025 capaian tersebut dapat ditingkatkan melalui koordinasi dan kerja lintas sektor yang lebih optimal,” tambah Ria.

Ria Norsan juga menegaskan selalu mendukung pemerintah untuk memberantas korupsi yang telah meresahkan masyarakat.

Langkah-langkah nyata dari pemerintah pusat hingga daerah ini menjadi bukti bahwa pemberantasan korupsi terus menjadi prioritas. Dengan kolaborasi yang kuat antara lembaga penegak hukum dan pemerintah daerah, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan dipercaya publik.

Mendukung Upaya Pemerintah Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi

Jakarta – Pemerintah secara konsisten menunjukkan komitmennya dalam memberantas praktik korupsi yang merugikan negara dan menghambat kemajuan pembangunan. Pemerintah melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI terus memperkuat koordinasi dalam menangani kasus-kasus korupsi, baik yang melibatkan berbagai pihak, termasuk sektor publik dan swasta. Reformasi birokrasi juga menjadi fokus penting dengan mendorong transparansi pengelolaan anggaran, digitalisasi layanan publik, serta penerapan sistem pengawasan yang lebih ketat.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi pembagian kuota haji 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Penyidik KPK menggeledah kantor sebuah pihak travel pada 14 Agustus 2025 untuk mencari alat bukti pada kasus tersebut.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengingatkan agar pihak-pihak terkait bersikap kooperatif selama proses penggeledahan. Ia menegaskan, penggeledahan merupakan bagian dari penyidikan untuk mencari petunjuk dan bukti yang dibutuhkan penyidik dalam mengungkap perkara ini.
“Jangan sampai ada pihak-pihak yang tidak kooperatif maupun ada upaya untuk penghilangan barang bukti,” ujar Budi.

Penggeledahan sehari sebelumnya, pada 13 Agustus 2025, KPK menggeledah dua lokasi untuk mencari barang bukti kasus ini. Lokasi pertama adalah rumah pihak terkait di Depok.
“Dan diamankan 1 unit kendaraan roda empat serta beberapa aset,” ucap Budi.

Lokasi kedua adalah kantor Kemenag, di mana tim penyidik mengamankan barang bukti berupa dokumen dan barang bukti elektronik (BBE).
“Tim mengamankan barang bukti berupa dokumen dan BBE,” kata Budi.

Budi juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pihak Kemenag yang bersikap kooperatif selama proses penggeledahan. Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan berdasarkan surat perintah penyidikan umum tanpa tersangka pada 8 Agustus 2025. Potensi kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan mencapai Rp1 triliun.

Sebagai bagian dari penyidikan, KPK mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri sejak 11 Agustus 2025 hingga 11 Februari 2026 sebagai bentuk ketegasan pemerintah dan KPK membersihkan birokrasi dari praktik korupsi. Masa pencegahan tersebut dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan. Ketiga orang itu adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), mantan Staf Khusus Menteri Agama Bidang Ukhuwah Islamiyah, Hubungan Organisasi Kemasyarakatan dan Sosial Keagamaan, serta Moderasi Beragama Ishfah Abidal Aziz (IAA), dan pengusaha travel FHM.

Dalam konstruksi perkara, berdasarkan Surat Keputusan yang ditandatangani Yaqut pada 15 Januari 2024, pembagian kuota tambahan haji sebanyak 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi dibagi rata: 50 persen untuk kuota haji khusus dan 50 persen untuk kuota haji reguler di Indonesia.

Secara rinci, kuota tambahan haji khusus sebanyak 10.000 terdiri dari 9.222 untuk jemaah dan 778 untuk petugas haji khusus. Sementara kuota tambahan haji reguler sebanyak 10.000 orang dibagikan ke 34 provinsi. Provinsi penerima kuota terbanyak adalah Jawa Timur (2.118 orang), Jawa Tengah (1.682 orang), dan Jawa Barat (1.478 orang). Provinsi lainnya menerima antara puluhan hingga ratusan kuota.

Pembagian ini diduga melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang mengatur porsi kuota haji khusus maksimal 8 persen dan kuota haji reguler sebesar 92 persen, bukan pembagian 50:50.

Dengan komitmen bersama antara pemerintah, penegak hukum, dunia usaha, dan masyarakat, Indonesia diharapkan mampu menciptakan ekosistem pemerintahan yang bersih, transparan, dan bebas dari korupsi. Pemberantasan korupsi bukan sekadar program, tetapi sebuah gerakan nasional yang harus dijalankan secara berkelanjutan demi kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.

Sekolah Rakyat Jadi Tonggak Baru Akses Pendidikan Berkualitas di Papua

Jayapura — Upaya pemerintah dalam membuka akses pendidikan berkualitas di Papua semakin nyata dengan dimulainya pembangunan Sekolah Rakyat. Program ini mendapat perhatian serius dari Kementerian Sosial (Kemensos) yang menegaskan pentingnya ketersediaan lahan legal untuk menunjang kelancaran pembangunan.

Kepala Balai Besar Kemensos Regional VI, Jhon Mampioper, menyampaikan bahwa baru tiga kabupaten di Papua yang memenuhi syarat pembangunan Sekolah Rakyat, yakni Kabupaten Jayapura, Biak Numfor, dan Sarmi. “Seluruh Tanah Papua, baru tiga kabupaten yang memenuhi syarat. Tanah yang disiapkan harus clear and clean,” ujar Jhon Mampioper.

Menurutnya, Sekolah Rakyat dirancang dengan pola asrama (boarding school) dan diprioritaskan bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera. Seluruh siswa akan mendapat pembinaan penuh di lingkungan yang aman dan kondusif sehingga menunjang hasil belajar yang lebih baik.

“Sekolah Rakyat menyediakan akses pendidikan yang baik dan bermutu bagi anak-anak dari keluarga miskin. Mereka punya hak yang sama,” tegas Jhon Mampioper.

Selain itu, ia juga mengapresiasi kesiapan Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama yang telah menyediakan lahan seluas 100 hektare di Kampung Tamoge, Distrik Nikiwar, untuk pembangunan Sekolah Rakyat. Jhon menekankan bahwa dukungan pemerintah daerah menjadi faktor penting dalam mempercepat realisasi program pendidikan unggulan tersebut.

Sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah menanggung seluruh biaya pendidikan, kebutuhan hidup, dan penggunaan fasilitas asrama bagi siswa. Tidak hanya itu, orang tua siswa juga akan menerima program bantuan sosial pemberdayaan masyarakat agar kesejahteraan keluarga semakin meningkat.

Menteri Sosial, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), menegaskan bahwa program Sekolah Rakyat akan terus diperluas sesuai target Presiden.

“Alhamdulillah, yang 100 titik tuntas mulai rekrutmen siswa, guru, dan tenaga kependidikan. Kita melangkah lagi untuk merencanakan 100 titik lagi di tahun ini,” kata Gus Ipul.

Dalam upaya memperkuat implementasi, Kemensos juga menggandeng Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dengan memanfaatkan Balai Latihan Kerja (BLK) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).

“Sesuai arahan Presiden RI Prabowo Subianto, kami berkolaborasi dengan Kemenaker untuk memanfaatkan 41 BLK agar Sekolah Rakyat bisa menjangkau lebih banyak anak-anak dari keluarga tidak mampu,” tambah Gus Ipul.

Kehadiran Sekolah Rakyat di Papua tidak hanya menciptakan ruang pendidikan yang lebih luas, tetapi juga memberikan harapan baru bagi generasi muda. Dengan dukungan penuh pemerintah pusat dan daerah, serta komitmen berbagai pemangku kepentingan, program ini diyakini mampu mengangkat kualitas sumber daya manusia di tanah Papua. (^)

Presiden Prabowo Siapkan Generasi Papua Mandiri melalui Sekolah Rakyat

Oleh: Melani Uropmabin *)

Program Sekolah Rakyat yang digagas pemerintah kini mulai hadir di Papua sebagai sebuah terobosan pendidikan yang ditujukan untuk memperkuat kualitas sumber daya manusia, khususnya dari kalangan keluarga kurang mampu. Kehadiran program ini memperlihatkan keseriusan negara dalam memastikan tidak ada anak yang tertinggal dari akses pendidikan bermutu, sekaligus menjadi wujud nyata komitmen pemerintah dalam membangun Papua melalui jalur pendidikan.

Sekolah Rakyat dirancang sebagai sekolah berasrama dengan pola pembinaan penuh selama 24 jam. Model ini dipilih untuk memberikan pengalaman belajar yang tidak hanya terbatas pada akademik, tetapi juga penguatan karakter, kedisiplinan, dan kemandirian. Kepala Balai Besar Kemensos Regional VI Papua-Maluku, Jhon Mampioper, menekankan bahwa siswa-siswa dari keluarga prasejahtera kini dapat memperoleh hak pendidikan yang sama dengan siswa dari latar belakang ekonomi lebih mapan. Menurutnya, pola asrama memungkinkan anak-anak mendapatkan lingkungan belajar yang aman dan kondusif, sehingga mampu memaksimalkan potensi mereka.

Berbagai pihak di Papua menyambut program Sekolah Rakyat sebagai langkah strategis. Kepala LKBN ANTARA Biro Papua, Hendrina Dian Kandipi, menilai Sekolah Rakyat sebagai sebuah eksperimen kebijakan yang patut dicoba, meskipun menuai pro dan kontra. Menurutnya, fasilitas dan tenaga pendidik harus dipersiapkan dengan matang agar siswa merasa nyaman dalam menjalani proses pendidikan. Ia juga menyoroti pentingnya pola asrama yang tidak hanya mengajarkan ilmu akademik, tetapi juga membangun karakter agar anak-anak Papua memiliki arah masa depan yang lebih jelas.

Program ini juga dianggap sebagai salah satu instrumen penting dalam memutus rantai kemiskinan. Imelda Carolina Felle dari Pokja Papua Cerdas BP3OKP menyatakan, banyak anak di Papua putus sekolah karena tingginya biaya pendidikan, dan Sekolah Rakyat hadir sebagai jawaban dari permasalahan tersebut. Ia menekankan bahwa pendekatan intensif dari pengelola program akan sangat menentukan keberhasilan, mengingat adaptasi terhadap pola sekolah berasrama memerlukan waktu dan pendampingan. Namun ia yakin, jika berjalan dengan konsisten, Sekolah Rakyat akan membuka peluang besar bagi anak-anak Papua untuk bersaing di tingkat nasional.

Lebih jauh, Sekolah Rakyat di Papua juga diarahkan untuk menjadi model pendidikan kontekstual yang berpijak pada kearifan lokal. Staf Kantor Kampung Tobati, Yan Fredik Pepuho, menegaskan bahwa kurikulum yang diterapkan sebaiknya memberi ruang bagi nilai-nilai budaya Papua, sehingga pendidikan tidak tercerabut dari akar masyarakatnya. Dengan begitu, program ini tidak hanya melahirkan generasi yang cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki identitas budaya yang kuat dan mampu memberi kontribusi nyata bagi lingkungannya.

Dimensi inklusivitas turut menjadi perhatian dalam penyelenggaraan Sekolah Rakyat di Papua. Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia (KND) telah melakukan kunjungan untuk memastikan sekolah ini ramah bagi penyandang disabilitas. Hal ini sesuai amanat Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 yang menjamin hak pendidikan inklusif bagi semua warga negara. Anggota KND, Jonna Damanik, menyampaikan apresiasi terhadap semangat para siswa serta pengelolaan sekolah yang sudah memberi ruang bagi perspektif disabilitas. Ia berharap Sekolah Rakyat benar-benar menjadi instrumen untuk mengentaskan anak-anak dari lingkaran kemiskinan melalui pendidikan yang adil dan setara.

Kebijakan pemerintah untuk menanggung seluruh biaya pendidikan, biaya hidup, hingga fasilitas asrama, menjadi pondasi utama keberhasilan program ini. Presiden Prabowo Subianto telah memberikan target pembangunan Sekolah Rakyat tahap pertama sebanyak 100 unit di seluruh Indonesia, dengan Papua sebagai salah satu prioritas. Menteri Sosial Saifullah Yusuf bahkan menegaskan bahwa program ini tidak berhenti di 100 titik, melainkan akan diperluas dengan memanfaatkan Balai Latihan Kerja milik Kementerian Ketenagakerjaan agar dapat menjangkau lebih banyak anak-anak dari keluarga tidak mampu.

Di Papua sendiri, sejumlah kabupaten sudah menyiapkan lahan untuk pembangunan sekolah baru. Kabupaten Jayapura, Biak Numfor, dan Sarmi disebut sebagai wilayah yang telah memenuhi syarat karena ketersediaan lahan yang bersertifikat. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama telah menyiapkan lahan seluas 100 hektare untuk mendukung pembangunan Sekolah Rakyat.

Lebih dari sekadar menghadirkan sekolah, pemerintah juga melengkapi program ini dengan dukungan pemberdayaan bagi orang tua siswa. Melalui penyaluran bantuan sosial, keluarga dari anak-anak Sekolah Rakyat akan mendapat penghidupan yang lebih layak. Dengan begitu, dampak program tidak hanya terasa di ranah pendidikan, tetapi juga dalam peningkatan kesejahteraan keluarga. Pendekatan ini menegaskan bahwa pendidikan dan ekonomi masyarakat saling berkaitan, dan keduanya diperhatikan secara bersamaan.

Harapan besar datang dari para siswa yang sudah mengikuti program. Banyak dari mereka mengaku bangga dan termotivasi untuk menggapai cita-cita, meskipun berasal dari keluarga sederhana. Kisah ini menjadi bukti bahwa ketika negara hadir dengan kebijakan yang tepat, anak-anak yang sebelumnya terpinggirkan dari sistem pendidikan kini memiliki peluang yang sama untuk bermimpi dan mewujudkan masa depan.

Pembangunan pendidikan melalui Sekolah Rakyat di Papua tidak hanya relevan untuk menjawab kebutuhan daerah, tetapi juga sejalan dengan visi nasional menuju Indonesia Emas 2045. Dengan membekali generasi muda Papua dengan pengetahuan, keterampilan, dan karakter, pemerintah sedang menanam investasi jangka panjang yang akan memberi dampak luas bagi bangsa.

Sekolah Rakyat di Papua adalah bukti konkret komitmen pemerintah untuk menghadirkan pendidikan yang inklusif, kontekstual, dan berpihak pada pihak yang paling membutuhkan. Program ini bukan sekadar proyek pendidikan, melainkan strategi pembangunan manusia yang menyeluruh, agar Papua terus bergerak maju.

*) Pemerhati Kebijakan Publik

Dewi Puspitorini Bawa Semangat Guyub, Alumni UI We Care Jadi Momentum Kebersamaan

Jakarta — Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) tengah memasuki fase penting dengan penyelenggaraan pemilihan Ketua Umum periode 2025–2028. Dari sejumlah kandidat, nama dr. Dewi Puspitorini, Sp.P, MARS, alumni Fakultas Kedokteran UI angkatan 1987, mendapat perhatian luas berkat gagasan segar yang menekankan kolaborasi lintas fakultas dan lintas generasi.

Dewi yang mendapat nomor urut 6 dalam pencalonan ini membawa visi besar bertajuk “Membangun ILUNI UI yang guyub, progresif, inklusif, dan berdampak nyata bagi alumni, almamater, dan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.” Dengan semangat “guyub” sebagai poros gerak, Dewi mengajak alumni membangun solidaritas melalui tagline “U & I Guyub, U and I become Us.”

“Guyub bukan hanya soal kebersamaan, tapi kekuatan untuk bergerak maju secara kolektif,” tegas Dewi Puspitorini.

Salah satu program unggulan yang ditawarkan adalah digitalisasi total ILUNI UI melalui pengembangan platform UI Connect. Platform tersebut akan menjadi ruang interaktif yang mempertemukan alumni dari berbagai wilayah hingga mancanegara, sekaligus membuka ruang kolaborasi yang lebih efektif.

Dukungan terhadap Dewi juga datang dari Ketua Umum ILUNI Fakultas Kedokteran UI, Dr. Wawan Mulyawan. “Dewi adalah sosok yang mampu merangkul lintas fakultas dan generasi, dan sangat memahami tantangan yang dihadapi alumni saat ini,” ujar Wawan Mulyawan.

Kiprah panjang Dewi menambah bobot kepemimpinannya. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Profesi Tenaga Kesehatan RSPAD serta dipercaya menjadi dokter pribadi Presiden. Di lingkungan organisasi alumni, Dewi pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum ILUNI FKUI, Wakil Ketua Umum ILUNI FKUI, Sekum FIAKSI, hingga Ketua IKAMARS UI.

Selain fokus pada pemilihan, Dewi juga mendorong kegiatan nyata untuk memperkuat solidaritas alumni. Salah satunya melalui acara “Alumni UI We Care!” yang telah digelar pada Jumat, 15 Agustus 2025, di Gedung IASTH, Jakarta Pusat. Acara ini berlangsung sejak pukul 08.00 hingga 17.00 WIB dan melibatkan alumni lintas fakultas, mahasiswa tingkat akhir, fresh graduate, pelaku industri, profesional, hingga komunitas bisnis.

Kegiatan tersebut menghadirkan beragam acara, mulai dari job fair yang membuka peluang kerja di berbagai sektor industri, talkshow kewirausahaan, bazar kuliner UMKM alumni, pemeriksaan kesehatan gratis, hingga panggung hiburan.

Dengan visi inklusif, strategi digitalisasi, serta program yang konkret, Dewi Puspitorini menegaskan bahwa kepemimpinan ILUNI UI ke depan tidak hanya memperkuat internal organisasi, tetapi juga menghadirkan kontribusi nyata bagi masyarakat luas. Semangat kebersamaan inilah yang ia dorong sebagai landasan menjadikan ILUNI UI adaptif, modern, dan berdaya saing global.